Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Kartika Virgianti 20:13 WIB | Senin, 17 November 2014

Basuki Targetkan 2015 Siapkan Rusun 50.000 Unit

Ilustrasi rusun. (Foto: bplhd.jakarta.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menargetkan tahun depan akan dibangun lebih kurang 50.000 unit rumah susun (rusun) untuk merelokasi warga yang mendiami bantaran kali dan waduk, pasalnya saat ini jumlahnya baru ribuan.

Memasuki musim penghujan, Pemprov DKI Jakarta semakin gencar realisasikan pembebasan lahan bantaran kali maupun waduk dalam rangka melaksanakan normalisasi. Dan rusun yang tersebar di berbagai lokasi dibangun sebagai kompensasi bagi warga yang direlokasi.

“Saya sih targetkan mulai tahun depan harus bangun 50.000 unit rusun oleh swasta dan kita (Pemprov DKI, Red), sehingga begitu masuk 2016-2017, kita sudah punya stok yang baik. Kalau sekarang saya malas membicarakannya, jumlahnya baru ribuan,” kata Basuki usai Rapim–agenda setiap Senin pagi di Balai Kota, Jakarta, Senin (17/11).

Terkait dengan uang kerohiman, Basuki meyakinkan sudah ada rumus perhitungannya, namun prinsip utamanya adalah mengganti dengan rusun yang telah disiapkan. Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) yang menurut penuturan Basuki baru dirampungkan.

“Dengan Pergub  berarti warga yang sudah puluhan tahun tinggal di bantaran Waduk Ria Rio (ada sertifikatnya) bisa dapat uang ganti, kalau yang baru beli tidak bisa, ada aturannya di pergub, saya tidak ingat berapa persennya,” kata dia.

 Masalah pembebasan lahan memang masih menjadi kendala, namun prioritas utama Pemprov DKI  saat ini dikatakan Basuki adalah menyediakan rusun sebanyak mungkin.

“Kita akan dorong agar pengembang bangun rusun, karena sampai hari ini kita tidak membuat paksaan ke pengembang, upaya yang kita lakukan hanya tahan izin-izin yang lain sampai mereka membangun rusun, seperti itu,” dia menguraikan.

Salah satu permasalahan yang sampai sekarang juga masih dikeluhkan Basuki adalah sodetan Ciliwung dan pembangunan jalan inspeksi, yang terkendala pembebasan lahan di Kampung Pulo, Jakarta Timur, di mana masyarakatnya tidak mau membebaskan lahan untuk sheet pile, dan pembuatan sodetan.

“Kita sudah bahas, jadi memang ada kelemahan pembebasan lahan di birokrasi kita, karena mesti tunggu ukur luas lahan, tunggu trase, sehingga orang yang punya lahan tidak dibayar-bayar, tadi dalam Rapat Pimpinan (Rapim) sudah diputuskan,” kata dia.

Pemprov DKI Gagal Yakinkan Warga

Selain masalah pembebasan lahan dan ketersediaan rusun, Basuki menyesalkan Pemprov DKI masih gagal meyakinkan warganya untuk mengatasi banjir. Akibatnya banyak warga DKI yang saling berselisih paham menyangkut soal tutup-menutup pintu air.

Lebih rinci ia mengumpamakan kejadian di Kalibata, Jakarta Selatan, ketika pintu air di suatu lokasi ditutup, ada satu RW yang aman dari banjir, sementara RW sebelahnya mengalami kebanjiran.

“Kadang-kadang kan masyarakat RW 1 dengan RW 2 sering ribut, seperti di Kalibata, mereka tutup pintu air alasannya karena menambah banjir tempat mereka, jadi kalau RW lain yang kebanjiran biar saja asal RW saya aman, padahal ini kan sesama wilayah, tapi jadi ribut,” ujarnya menyesalkan.

Menurut Basuki, perilaku egois seperti itu menyalahi aturan, padahal masyarakat tidak diperkenankan menghalangi jalan air lewat. Kendati demikian, perilaku warga yang menjadi seperti itu tidak bisa dilepaskan dari kinerja Pemprov DKI memang belum maksimal dalam mengatasi banjir.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home