Loading...
EKONOMI
Penulis: Prasasta Widiadi 16:41 WIB | Selasa, 09 Juni 2015

BKPM: Kewajiban Setor Modal PT Hambat Kemudahan Berbisnis di RI

Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Farah Ratnadewi Indriani (batik hitam) memeri keterangan kepada para pewarta setelah Konferensi Pers “Upaya Pemerintah Memperbaiki Ease of Doing Business Indonesia“, di Gedung Ismail Saleh, Kompleks Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Selasa (9/6). (Foto: Prasasta Widiadi).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Indonesia yang menduduki peringkat ke-114 dalam Kemudahan Menjalankan Usaha atau Investasi (Ease Of Doing Business, EODB) menimbulkan kekhawatiran lemahnya peningkatan pertumbuhan ekonomi, oleh karena itu saat ini penting  bagi perusahaan atau Perseroan Terbatas di Indonesia memiliki peraturan mendasar tentang ketentuan penyetoran modal minimum yang diatur pada Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2007.

“Kami tidak ingin menghilangkan ketentuan setoran modal, tetapi bagaimana kesepakatan para pemilik PT tersebut mengatur kemudahan penyetoran modal sehingga akan mebuat kemudahan bisnis di Indonesia semakin membaik,” kata Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Farah Ratnadewi Indriani kepada para pewarta setelah Konferensi Pers “Upaya Pemerintah Memperbaiki Ease of Doing Business Indonesia“, di Gedung Ismail Saleh, Kompleks Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Selasa (9/6).   

Farah membandingkan banyak negara lain di dunia yang berkecimpung dalam sektor industri, karena untuk memulai rintisan sebuah usaha tidak perlu diperlukan penyetoran modal awal.  

“Jika Indonesia ingin fokus pada perbaikan indeks yang dikeluarkan Bank Dunia ini, maka amandemen atas ketentuan modal disetor dalam beleid tersebut akan memengaruhi poin pertama dari 10 indikator utama EODB yaitu Starting a Business,” Farah menambahkan.

Farah menjelaskan jika pemerintah bisa merevisi UU itu, maka kondisi awal memulai bisnis di Indonesia bisa setara dengan negara-negara yang memiliki peringkat EODB lebih tinggi.

Pasal 33 UU Nomor 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa perusahaan perlu menyetor modal dasar paling sedikit 25 persen dari modal dengan angka modal minimal Rp 50 juta. Farah menegaskan, Indonesia tak perlu menghapus ketentuan tersebut, namun mengubah pasal itu agar lebih fleksibel.

Farah mendapat informasi dari Kepala BKPM, Franky Sibarani bahwa Undang Undang tersebut belum masuk Prolegnas (Program Legislasi Nasional) di DPR.

“Saat ini peningkatan peringkat ini kan ada di Bank Dunia, karena dalam hal ini, peningkatan indeks OEDB bukan domain kami secara langsung, tapi memang kami saja yang ditunjuk untuk mengoordinir peningkatan peringkat OEDB ini,” Farah menjelaskan.

Bank Dunia menempatkan Indonesia pada peringkat 114 dari 189 negara yang disurvei dalam OEDB 2015. Posisi ini membaik dibanding tahun sebelumya di peringkat 120. Meskipun demikian, peringkat Indonesia jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia (peringkat 18) atau Filipina (peringkat 95).

Laporan Doing Business adalah laporan yang mengukur kemudahan untuk memulai dan menjalankan bisnis di negara tersebut. Negara tetangga yakni Singapura menempati peringkat pertama dan Malaysia masuk dalam peringkat sepuluh besar. Dalam laporannya Bank Dunia juga menyebutkan bahwa regulasi merupakan sebuah realitas dari awal untuk memulai bisnis. Bila aturan kompleks, maka bisa menghabiskan banyak biaya.

Dalam daftar yang dirilis World Bank tersebut, Indonesia berada di ranking 114 dengan skor DTF 59,15. Dengan posisi ini, Indonesia patut bangga karena pada tahun 2013 lalu Indonesia harus cukup puas berada di ranking 120. Artinya, tahun ini Indonesia berhasil naik enam peringkat dibandingkan tahun lalu.

Posisi Indonesia itu juga berada di bawah negara-negara yang selama ini kurang terkenal sebagai tujuan investasi, seperti halnya Papua Nugini, Trinidad Tobago, dan negara-negara yang perekonomiannya jauh di bawah Indonesia.

Hal ini menandakan, betapa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar ke depan Indonesia bisa lebih ramah bagi investor. Di dalamnya termasuk persoalan infrastruktur, kelistrikan, kepastian harga BBM.

Indeks OEDB memiliki sepuluh indikator yaitu starting a business, dealing with construction permits, getting electricity, registering property, paying taxes, trading across borders, getting credit, protecting minority investors, enforcing contracts, dan resolving insolvency. Khusus untuk indikator starting a business, Indonesia masih menduduki peringkat ke-155 dari 189 negara.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home