Loading...
INDONESIA
Penulis: Ignatius Dwiana 18:03 WIB | Senin, 30 Juni 2014

Budi Mulya: KPK Tanya Saja Presiden Soal Bank Century

Terdakwa Budi Mulya saat menjalani sidang pembacaan pledoi (nota pembelaan) dalam kasus Bank Century di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (30/6). (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya meminta KPK bertanya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pihak yang menandatangani Perpu Nomor 2 Tahun 2008 terkait Bank Century.

"KPK dapat memastikan secara resmi dan secara tertulis kepada presiden sebagai penanggungjawab perpu agar rakyat bisa tahu dari orang yang menandatangani perpu itu," kata Budi Mulya dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (30/6).

"Saya sedih dan kecewa JPU (Jaksa Penuntut Umum) menuntut saya dengan tetap mengaitkan satu miliar rupiah dan tuduhan JPU sangat disengaja dan dipaksakan karena harus ada pintu masuk penghukuman politik ke Bank Indonesia karena tuduhan ini politis," tambah Budi Mulya.

Dalam perkara ini, Budi Mulya dikenai tuntutan pidana 17 tahun penjara ditambah denda 800 juta rupiah subsider delapan bulan kurungan dan diharuskan membayar uang pengganti satu miliar rupiah subsider tiga tahun kurungan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Sangatlah aneh tapi mengagumkan JPU melaksanakan pendapatnya terhadap landasan hukum kebijakan BI untuk responsif berdasarkan Perpu Nomor 2 Tahun 2008 sebagai hal yang salah karena tidak menyebut secara spesifik krisis perbankan di Indonesia kecuali krisis global, isu semantik sederhana digabungkan dengan pendapat orang-orang tertentu tidak ada krisis pada 2008 sehingga menyatakan kebijakan BI salah. JPU berisiko mengatakan bank sentral salah atau benar dari orang-orang yang tidak setiap hari melaksanakan tugas BI sebagai lender of last resort," ungkap Budi Mulya.

Budi Mulya juga menilai bahwa tuduhan memperkaya diri satu miliar rupiah atas dirinya karena menerima pinjaman dari pemilik Bank Century Robert Tantular merupakan asumsi yang jahat.

"Tugas dan tanggung jawab sebagai deputi Gubernur BI pengelolaan devisa, saya rata-rata bertanggung jawab untuk devisa sebesar 300 triliun rupiah, lelang SBI (Surat Berharga BI) 150 triliun rupiah dan jumlah dana yang tidak terbatas untuk menjaga stabilitas rupiah. Saya juga bertanggung jawab penuh cadangan devisa 80 miliar dolar AS atau 800 triliun rupiah yang bila dengan maksud jahat dieksekusi akan sulit dibayangkan kerugian negara. Sebagai deputi pengelolaan devisa saya selalu berhadapan dengan godaan yang besar jadi tidak relevan JPU mengatakan saya memperkaya diri dengan menerima bilyet giro dari Robert dengan membandingkan kewenangan saya sebagai pengelola devisa," jelas Budi.

Selanjutnya Budi pun membela diri bahwa dia tidak mengetahui bahwa masih ada sejumlah dokumen dari kreditur yang belum dilengkapi namun FPJP sudah dikeluarkan.

"Pada 20 November saya baru tahu ada pemberian FPJP padahal belum dilengkapi dokumen, saya sebagai atasan tidak tahu ada dokumen kredit yang belum lengkap sehingga tuduhan bahwa saya sudah tahu dokumen tidak lengkap tapi tetap mengarahkan pemberian FPJP hanya asumsi," ungkap Budi.

Tapi Budi tidak membantah bahwa Bank Century memang bank yang sudah cacat sejak lahirnya.

"BI melakukan pembiaran sejak merger bank Century atau cacat sejak lahir. Saya tidak membantah cacat lahir Bank Century karena terjadi pembiaran oleh Pengawas Bank I, tapi JPU seharusnya juga mempertimbangkan fakta lain terkait tugas dan kewenangan saya di bidang operasi yang mencakup delapan pengawas bank," jelas Budi.

Dia pun mengaku sudah menerima sanksi dengan dimutasi ke bagian pengelolaan museum BI dan disusul sanksi untuk mengajukan non-aktif sebagai Deputi Gubernur BI.

"Saya mengakui dan menyesal melakukan perbuatan tidak patut dan tercela dalam posisi deputi karena melakukan urusan pinjam meminjam ke Robert untuk bisnis. Saya akhirnya melanggar etika dan saya dikenai sanksi dan dimutasi menjadi ke deputi pengelolaan devisa ke unit museum BI, dan disusul sanksi untuk mengajukan non-aktif. Kalau saya kembali menerima sanksi karena hal ini, saya mendapat dua kali sanksi karena pelanggaran etika," tambah Budi Mulya.

Dia pun memohon maaf kepada kedua orang tua dan keluarganya.

"Permohonan maaf secara khusus kepada kedua orang tua saya di Bandung, kepada ibu mertua saya di Sentul, dengan kejadian ini telah menimbulkan kesedihan dan penderitaan yang terus bergelantungan dalam perasaan bapak, ibu, dan mama tiap hari. Di sini ananda hanya bermohon doa semoga dikuatkan mental dan mental. Kepada istriku yang selama ini menjagaku dan sumber cintaku, serta kepada kedua anakku, kedua menantuku, ketiga cucuku yang terus menjadi penyemangat dan penghiburannku. bukan permohonan maaf yang akan kakek sampaikan tapi justru kebanggaan dan rasa syukur kepada kalian semua karena kekuatan cinta kasih yang terus menerus kalian berikan kepada kakek," kata Budi dengan terbata-bata menahan tangis. (Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home