Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 17:13 WIB | Senin, 14 Desember 2015

Capim Alexander: KPK Tidak Boleh Punya Kewenangan SP3

Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) Alexander Marwata saat tes wawancara oleh Pansel KPK di Gedung Setneg di Jakarta Pusat hari Senin (24/8). (Foto: Dok. satuharapan.com/Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, mengatakan lembaga antirasuah tidak boleh memiliki kewenangan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Menurut dia, hal tersebut akan membuat KPK berhati-hati sebelum menetapkan tersangka.

“Di KPK tidak boleh ada SP3. Pada tahap penyelidikan harus diperkuat, dengan begitu KPK akan berhati-hati sebelum menetapkan tersangka,” kata Alexander saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, hari Senin (14/12).

Dia menjelaskan, sepengetahuannya, saat menjadi auditor investigasi di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), para penyelidik sudah memiliki gambaran sekitar 75 hingga 80 persen pada suatu perkara, terkait pelaku dan modus operandinya. Sehingga pada tahap penyidikan, tinggal meminjam bukti-bukti untuk melakukan penuntutan.

“Saya tidak setuju KPK memiliki kewenangan mengeluarkan SP3 secara khusus, kecuali alasan kemanusiaan. Seperti kemarin, saat saya sebagai Hakim Tipikor, ada terdakwa yang terkena stroke, terpaksa proses dihentikan,” ujar Alexander.

Menurut dia, dengan tidak memberikan kewenangan mengeluarkan SP3 kepada KPK juga akan memaksa lembaga antirasuah itu memilah perkara yang akan ditangani. KPK pun diharapkan tidak terlalu lama dalam menyidang para tersangka.

Lifestyle Check

Lebih lanjut, Alexander menilai perlu adanya pemeriksaan gaya hidup pejabat negara. Tujuannya, untuk mengetahui apakah gaya hidup para pejabat negara sesuai dengan penghasilan yang didapatnya.

''Kita harus sadar jika ada tetangga atau pejabat negara yang memiliki kekayaan anomali dengan penghasilan. Nah lifestyle check itu menjadi diagonsa awal penyimpangan ketika pejabat negara memiliki kekayaan yang tidak sesuai dengan pengahasilannya,'' katanya.

Menurut dia, pemberantasan korupsi di Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan peran KPK. Perlu dibangun sistem pelaporan agar masyarakat bisa melaporkan anomali tersebut, tentunya dengan memberikan perlindungan pada pelapor atau whistle blower ketika laporan itu tidak terbukti.

'Hal seperti itu agar masyarakat lebih berperan dalam melaporkan tindak pidana korupsi,'' tutur Alexander.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home