Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 15:11 WIB | Kamis, 30 Januari 2020

Catatan: Upaya-upaya Perdamaian Israel dan Palestina Sejak 1967

(Foto ilustrasi: Ist)

SATUHARAPAN.COM-Upaya perdamaian antara Israel dan Palestina telah melalui jalan panjang dan berliku, namun sejauh ini belum membuahkan hasil. Apakah proposal perdamaian yang ditawarkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, akan berhasil? Berbagai pertemuan dan pembahasan, bahkan penolakan telah dilakukan, dan dunia menunggu respons finalnya.

Berikut ini adalah beberapa rencana dan inisiatif utama yang dilakukan oleh para pihak dan mediator internasional untuk menyelesaikan Konflik Israel dan Palestina sejak perang Timur Tengah tahun 1967. Ketika itu Israel merebut Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang dikuasai Yordania, semenanjung Sinai Mesir dan Jalur Gaza yang dikelola Mesir, serta Dataran Tinggi Golan dari Suriah:

Tahun 1967: Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor: 242

Setelah Perang Enam Hari, Resolusi 242 Dewan Keamanan PBB, Amerika Serikat menyerukan "penarikan pasukan bersenjata Israel dari wilayah-wilayah yang diduduki dalam konflik baru-baru ini" sebagai imbalan bagi semua negara di wilayah tersebut untuk menghormati kedaulatan satu sama lain, integritas wilayah, dan kemerdekaan. Resolusi itu adalah fondasi bagi banyak inisiatif perdamaian. Namun ada frasa yang dinilai kurang lengkap: apakah rujukan itu tentang semua wilayah atau hanya beberapa wilayah saja. Hal ini membuat banyak upaya perdamaian semakin rumit.

Tahun 1969 -1971: Rencana Rogers

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, William Rogers, mengusulkan tiga rencana yang berfokus pada mengakhiri perang antara Israel dan Mesir, yang pasukannya kemudian berpapasan ketika melintasi Terusan Suez. Ini mendesak agar Yerusalem menjadi "kota terpadu" dengan peran bagi Israel dan Yordania dalam kehidupan sipil, ekonomi, dan agamanya. Rencana itu juga menyerukan "penyelesaian yang adil" bagi para pengungsi Palestina.

Tahun 1978: Perjanjian Camp David

Lima tahun setelah perang Timur Tengah 1973, yang dimulai dengan serangan Mesir dan Suriah untuk mendapatkan kembali Sinai dan Dataran Tinggi Golan, berakhir dengan Israel masih memegang kendali atas dua wilayah itu. Presiden AS, Jimmy Carter, membawa Menachem Begin, Perdana Menteri Israel, dan Anwar Sadat, Presiden Mesir, duduk di Camp David, di Maryland, AS untuk menegosiasikan perdamaian.

Pada tahun 1977, setelah serangkaian pengakhiran perjanjian pasukan antara Israel dan Mesir, Sadat menjadi pemimpin Arab pertama yang mengunjungi Israel. Di Camp David, ia dan Begin sepakat tentang Kerangka Kerja untuk Perdamaian di Timur Tengah. Pertemuan itu menyerukan perjanjian perdamaian Israel-Mesir, penarikan mundur Israel secara bertahap dari Sinai dan pemerintahan transisi mandiri Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Tahun 1979: Perjanjian damai Israel-Mesir

Perjanjian ditandatangani di halaman Gedung Putih, itu adalah perjanjian damai pertama antara Israel dan negara Arab. Ini menetapkan rencana untuk penarikan total Israel dari Sinai dalam waktu tiga tahun.

Tahun 1981: Fahd Plan

Putra Mahkota Arab Saudi, Fahd mengusulkan rencana menyerukan penarikan penuh Israel dari wilayah yang dikuasai salam perang pada tahun 1967, penciptaan negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibukotanya dan hak untuk kembali atau kompensasi bagi para pengungsi Palestina.

Tahun1982: Rencana Reagan

Setelah invasi Israel ke Lebanon, Presiden AS, Ronald Regan, mendesak adanya "awal yang baru" dalam menyelesaikan konflik Israel-Arab yang lebih luas. Dia mengusulkan periode transisi lima tahun otonomi Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza dan negosiasi yang mengarah ke pemerintahan sendiri oleh Palestina dalam hubungan diplomatik Israel dengan Yordania.

Tahun 1991: KTT Madrid

Empat tahun setelah Intifada Palestina, atau pemberontakan, meletus di Tepi Barat dan Gaza, konferensi perdamaian internasional diadakan di Madrid, Spanyol. Perwakilan Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) hadir, dan ini menjadi pertemuan yang bersejarah. Namun tidak ada kesepakatan yang dicapai tetapi, selain peristiwa kontak langsung antara pemimpin Israel dan Palestina.

Tahun 1993-1995: Kesepakatan Oslo

Israel dan PLO mengadakan pembicaraan rahasia di Oslo, Norwegia, yang menghasilkan perjanjian perdamaian sementara. Kesepakatan itu menyerukan pemerintahan mandiri sementara Palestina dan dewan terpilih di Tepi Barat dan Gaza untuk masa transisi tidak melebihi lima tahun, bersama dengan penarikan pasukan Israel. Negosiasi akan dimulai paling lambat tahun ketiga dari periode sementara itu dengan perjanjian permanen Israel-Palestina. Kesepakatan ini menjadi dasar pembentukan Otoritas Palestina (PA).

Tahun 2000: KTT Camp David

Israel dan Palestina dinilai tidak dapat menyelesaikan masalah inti, sehingga Presiden AS, Bill Clinton, bertemu pemimpin Palestina, Yasser Arafat, dan Perdana Menteri Israel, Ehud Barak. Mereka bertemu di Camp David, namun mereka gagal mencapai kesepakatan akhir dan kemudian terjadi pemberontakan kembali di Palestina.

Tahun 2002-2003: Deklarasi Bush atau Inisiatif Perdamaian Arab atau Road Map

Presiden AS, George W. Bush, menjadi presiden pertama yang menyerukan pembentukan negara Palestina, hidup berdampingan dengan Israel "dalam damai dan aman". Pihak Arab Saudi menawarkan rencana perdamaian yang didukung Liga Arab untuk penarikan penuh Israel dari wilayah yang diduduki pada perang tahun 1967, dan penerimaan Israel atas negara Palestina sebagai imbalan atas hubungan normal dengan negara-negara Arab. Empat  kekuatan dunia, Amerika Serikat, Uni Eropa, PBB, dan Rusia, menyajikan peta jalan menuju solusi dua negara permanen untuk menyelesaikan konflik. Rencana itu meminta diakhirnya teror dan kekerasan, penarikan pasukan Israel dan menghentikan pembangunan permukiman Israel.

Tahun 2007: KTT Annapolis

Presiden AS, George Bush menjadi tuan rumah KTT Timur Tengah di Annapolis, Maryland. Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, dan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, menghadiri KTT dan setuju untuk melanjutkan pembicaraan. Tujuan untuk menyatakan membuat perjanjian damai pada tahun 2008. Olmert kemudian mengatakan mereka dekat dengan kesepakatan, tetapi penyelidikan korupsi terhadapnya dan perang Gaza pada 2008 menyebabkan negosiasi menemui jalan buntu.

Tahun 2009: Pidato Benyamin Netanyahu

Dalam pidatonya di Universitas Bar-Ilan, Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan dia siap untuk mencapai kesepakatan damai yang mencakup pembentukan negara Palestina yang didemiliterisasi. Dia juga menetapkan kondisi lain: pengakuan Palestina atas Israel sebagai "negara orang-orang Yahudi".

Tahun 2010 :Pembicaraan Penyelesaian Permukiman Israel

Presiden AS, Barack Obama, menekan Netanyahu untuk menghentikan selama 10 bulan pembangunan permukiman di Tepi Barat. Pembicaraan dilanjutkan sebelum pembekuan berakhir, dan Netanyahu menolak untuk memperpanjang moratorium.

Tahun 2013 – 2014: Perundingan / negosiasi perdamaian Washington runtuh

Menlu AS, John Kerry mendesk negosiator Israel dan Palestina melanjutkan pembicaraan dan bertemu di Washington. Tujuannya untuk mencapai kesepakatan status akhir dalam sembilan bulan. Hasil pembicaraan tidak beranjak dan Israel menghentikan pada bulan April 2014. Alasan terkait pakta persatuan antara kelompok Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas dan kelompok Islam Hamas. Israel menolak keterlibatan Hamas.

Tahun 2019: Tepi Barat

Perdana Menteri Israel, Netanyahu mengatakan bahwa dia bermaksud untuk mencaplok pemukiman di Tepi Barat

Tahun 2020: Proposal Perdamaian Donald Trump

Trump pada bulan Januari mengajukan proposal perdamaian untuk Israel dan Palestina, dengan rincian antara lain Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan tak terbagi, dan tidak Israel tetap menguasai permukiman yang dibangun. Pihak Palestina menolak, bahkan sebelum proposal diumumkan. Sebelumnya Trump memutuskan memindahkan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, juga menyebutkan pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat tidak melanggar hukum internasional, hal yang membuat marah Palestina. 

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home