Loading...
SAINS
Penulis: Melki Pangaribuan 16:08 WIB | Minggu, 16 Mei 2021

Elon Musk Akui Alami Sindrom Asperger, Apa Gejalanya?

Pendiri perusahaan mobil listrik Tesla, Elon Musk. (Foto: VOA)

WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Pemilik SpaceX sekaligus CEO Tesla Elon Musk mengungkapkan beberapa waktu lalu dirinya mengalami sindrom Asperger. Sebenarnya sindrom seperti apa itu, lalu bagaimana mengenalinya?

Sindrom Asperger, seperti dikutip dari Health, Jumat (14/5) merupakan gangguan perkembangan bagian dari gangguan spektrum autisme (ASD), menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS).

ASD sendiri tergolong sekelompok kondisi neurologis yang dapat menyebabkan gangguan dalam keterampilan bahasa dan komunikasi, bersama dengan pola berulang atau restriktif.

Gejala terbesar sindrom Asperger ialah minat obsesif pada satu objek atau topik. Anak-anak dengan sindrom Asperger ingin tahu segalanya tentang topik tertentu itu, dan mereka tidak ingin banyak membicarakan hal lain.

Gejala lain sindrom ini bisa termasuk: rutinitas yang berulang, keanehan saat berbicara dan berbahasa, perilaku yang tidak pantas secara sosial dan emosional, ketidakmampuan untuk berhasil berinteraksi dengan teman sebaya, masalah dengan komunikasi nonverbal, canggung.

Anak-anak dengan sindrom Asperger sering diisolasi karena keterampilan sosial yang buruk dan memiliki riwayat keterlambatan perkembangan, kata NINDS.

Apakah sindrom Asperger masih merupakan diagnosis? Secara teknis, tidak. Edisi kelima Diagnostik dan Statistik Manual Gangguan Mental (DSM-5) menghapus sindrom Asperger pada tahun 2013 dan memasukkannya ke dalam istilah umum gangguan spektrum autisme. Kondisi yang sebelumnya hanya dikenal dengan autisme ini berkembang menjadi gangguan spektrum autisme.

"DSM menggambarkan gangguan spektrum autisme ringan, sedang, atau parah, meskipun kriteria untuk membedakan di antara tiga tingkat ini agak kabur dan belum divalidasi," kata profesor psikiatri di University of Pennsylvania Perelman School of Medicine and Director of the Penn Center for Mental Health, David Mandell.

Ada beberapa alasan mengapa Asperger tidak lagi menjadi diagnosis, salah satunya sulit dibedakan dari autisme. Bahkan dokter yang sangat berpengalaman dan terampil tidak dapat menyetujui kasus ini.

Sindrom Asperger dan autisme sekarang dianggap sebagai diagnosis yang sama. Artinya, keduanya bagian dari gangguan spektrum autisme.

Sindrom Asperger dulu dipandang berbeda dari ASD karena orang dengan Asperger memiliki tingkat bahasa dan kecerdasan rata-rata atau lebih tinggi dari rata-rata, menurut Cleveland Clinic.

Dari sudut pandang medis, Pakar kesehatan dari The Ohio State University Wexner Medical Center, Christopher Hanks mengatakan istilah Asperger tidak boleh digunakan pada saat ini.

Tapi, ini tidak berarti seseorang yang mengatakan dirinya terkena sindrom Asperger seperti Elon Musik tak boleh mengatakannya.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home