Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 19:48 WIB | Kamis, 08 Oktober 2015

Freeport Tawarkan Kontrak Senilai 18 Miliar Dolar AS

Sejumlah pekerja ekspatriat PT Freeport Indonesia meninggalkan lokasi kerja setelah dilakukan pergantian waktu kerja di areal tambang bawah tanah, Tembagapura, Timika, Papua, Minggu (16/8). PT Freeport Indonesia mengarahkan produksinya ke tambang bawah tanah seiring mulai menipisnya bijih mineral di areal tambang terbuka. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - PT Freeport menawarkan perpanjangan kontrak hingga tahun 2021 dengan nilai kontrak mencapai Rp 18 miliar dolar Amerika Serikat kepada pemerintah Indonesia.

"Kami bersama Freeport sepakat menjaga kerja sama dengan nilai investasi senilai 18 miliar dolar AS. Nantinya akan dieksekusi dengan payung kontrak sampai 2021," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, ketika menggelar jumpa pers di Jakarta, hari Kamis (8/10).

Ia menjelaskan bahwa pada tanggal 14 Oktober 2015 Freeport akan mengajukan penawaran kontrak kepada Indonesia. Dan pemerintah RI mempunyai waktu 90 hari untuk melakukan penawarannya.

Sudirman mengatakan, Freeport Indonesia menambah investasi ketika masa kontrak belum habis dikarenakan untuk melakukan persiapan pembangunan tambang bawah tanah terbesar di dunia dengan kedalaman 1.300-3.000 meter.

"Nanti kami akan sesuaikan Initial Public Offering (IPO) dan aturan mengenai penawaran baru ini," katanya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono menjelaskan bahwa menurut Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba tidak mengatur mengenai mekanisme IPO dalam proses divestasi perusahaan tambang.

Pasal 97 Ayat (2) PP Nomor 77 Tahun 2014 hanya menyebutkan perusahaan tambang wajib melakukan penawaran divestasi saham kepada pihak Indonesia melalui tahapan menawarkannya kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota setempat, atau kepada BUMN dan BUMD, atau kepada badan usaha swasta nasional.

Sebelumnya, Gubernur Papua, Lukas Enembe menegaskan bahwa dirinya akan berusaha sekuat mungkin agar Pemerintah Provinsi Papua mendapatkan bagian dari divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 10,64 persen pada Oktober 2015.

"Itu sudah di 17 item yang kita ajukan dulu, ini kesempatan bagi Pemprov Papua. Kalau kita tidak perjuangkan, ini tidak ada lagi jalan untuk mendapatkan divestasi itu. Jadi saya pikir kita berjuang untuk 17 item itu, kalau seandainya Freeport mau kasih ke pemerintah pusat melalui BUMN, kita bisa masuk ke situ," kata Gubernur Lukas Enembe.

Pemprov Papua juga siap bila dipercaya pemerintah pusat untuk membeli keseluruhan saham Freeport yang harus dilepas tersebut. "Atau serahkan kepada kami, nanti kami yang cari dengan siapa kami mau bermitra," katanya.

Menurut Enembe, kesempatan untuk mendapatkan saham Freeport ini sulit untuk terulang kembali. Oleh karena itu, dia meminta semua pihak untuk mendukung hal tersebut. "Kalau ini tidak berhasil rugi sekali, karena ini setelah kontrak karya 1967 sampai 1992, baru kali ini kesempatan Pemprov Papua untuk masuk mendapatkan," katanya.

"Waktu zaman SBY yang diatur kami dapat 10 persen. Sekarang pemerintah sudah mendapat saham Freeport 30 persen, pusat sudah memiliki 9 persen saham, jadi apakah kita minta dari 10 persen itu atau Freeport mau tambah untuk kita sendiri," katanya.

"Kalau mau tambah lagi kasih 10 persen, kami minta Freeport kasih itu, jangan ganggu yang Freeport punya," katanya. (Ant)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home