Loading...
RELIGI
Penulis: Dany Brakha 17:00 WIB | Jumat, 19 Juli 2013

Gereja di Depan Mengelola Sampah Mengurangi Pencemaran Lingkungan

Usro, berdiri di depan memberikan paparan. Di sebelah kanannya adalah Dkojo Prasetyo dan Pramusinta. (foto: Dany Brakha)
SALATIGA, SATUHARAPAN.COM - “Saya berharap GKJ dapat memimpin di depan dalam mengurangi beban pencemaran lingkungan,” seruan dalam pembukaan diskusi panel dalam tema “Gereja dan Lingkungan Hidup”. Hal itu disampaikan oleh Asisten deputi Urusan Peningkatan Peran Organisasi Kemasyarakatan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (KLH RI), Agus Sukandar.
 
Acara itu digelar oleh Sinode Gereja-Gereja Kristen Jawa (GKJ) bersama Yayasan Kristen Trukajaya di Salatiga. Lokakarya selama awal minggu ini (15-18 Juli) dengan tajuk “Eco-Church dan Pengelolaan Sampah dan Energi”. Di sana juga turut dilibatkan dosen teologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Djoko Prasetyo. Selain itu melibatkan wakil Pemerintah Daerah Kota Salatiga, Pramusinta.
 
Dua hal yang menjadi landasan acara itu yaitu ecclesia dan oikodomia. Dua kata itu berarti gereja dipanggil keluar untuk terlibat dalam membangun dunia supaya agar menjadi tempat yang dapat didiami bersama.
 
Lokakarya yang diramaikan oleh para utusan dari GKJ itu diharap mampu membangun pemikiran mengenai tanggung jawab etis dan teologis dari umat. Gereja serta agama dapat lebih memperhatikan lingkungan hidup. Khususnya dalam pengelolaan sampah serta energi alternatif.
 
Nilai Ekonomis Sampah
 
Bagi personil KLH Unit Pengelolaan Sampah, Usro sampah memiliki nilai ekonomi. “Kita harus mengubah pemikiran mengenai sampah karena sampah diselesaikan di tempat pembuangan akhir (TPA),” tambah dia. Dampak pemikiran ini dapat dilihat bencana karena longsornya TPA Leuwigajah 2005 silam. Greenpeace Jawa Barat mencatat sedikitnya ada 156 orang yang menjadi korban.
 
Upaya yang dapat dilakukan untuk perubahan pemikiran adalah dengan pendidikan. Usro menambahkan bahwa Jepang membutuhkan waktu untuk itu. Oleh karena itu gerakan tiga “R” (reduce, reuse, recycle) perlu dikampanyekan untuk menambah nilai ekonomi sampah.
 
Bank sampah merupakan satu strategi yang ditawarkan KLH bagi gereja untuk terlibat dalam mengatasi persoalan sampah. Selain itu keberadaan bank sampah menjadi alat edukasi untuk memilah sampah bagi gereja enuju eco-church. “Misalnya dapat tidak nyampah, mengapa harus nyampah?,” tandas dia.
 
Bank Sampah Salatiga
 
Kabid Kebersihan Pemkot Salatiga Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Pramusinta mengatakan bahwa pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan membuat bank sampah. Menurut dia Salatiga sudah mulai menerapkan bangk sampah itu.
 
Sampah yang dihasilkan di Kota Salatiga sendiri sekitar 409 m3/ha. Sampai saat ini yang terangkut ke TPA adalah  326m3. Pemulung di Salatiga yang berpartisipasi dalam pengelolaan berjumlah kurang lebih 60 orang.
 
Pemda Salatiga membangun bank sampah agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengurangan dan penanganan sampah sesuai dengan Kondisi masing-masing daerah (Lokacal Area Specific). Selain itu pengelolaan sampah dilakukan damal bentuk pengembangan kemitraan, jejaring kerja multidisiplin dan lintas sektoral.
 
Menurut Pramusinta, bank sampah Salatiga dikelola professional, berkualitas, terjangkau oleh masyarakat serta didukung oleh sumberdaya yang memadai. Pengelolaan sampah membutuhkan jiwa social. “Harapannya akan terus tumbuh kelompok-kelompok pengelolaan sampah secara partisipatif, termasuk seperti GKJ,” tambah dia.
 
Bukan Menguasai
 
Djoko mengungkapkan bahwa teks Kitab Suci yang terkait dengan alam ada baiknya tidak hanya dibaca sebagai dogma (teknis). Menyoal pengelolaan sampah, dosen theologi UKDW itu menunjukkan bahwa Kitab Kejadian 1:1 mengkisahkan waktu penciptaan alam semesta, siapa yang melakukan, bagaimana melakukan dan apa yang dilakkukan. Tuhan menciptakan alam semesta bukan hanya untuk manusia tetapi, tujuan penciptaan adalah untuk kesempurnaan Tuhan.
 
Manusia adalah bagian dari penciptaan alam semesta. Peran dan posisi manusia di dunia adalah cukup menjadi manusia yang baik. Dalam arti tidak menimbulkan chaos bagi makhluk yang lain. Bagi Djoko, manusia memiliki tugas untuk menjadi diri sendiri yang baik. Bukan menjadi wakil Tuhan di dunia untuk menguasai makhluk lain dan alam semesta.
 
Alam semesta dan gereja merupakan satu kesatuan. Menurut Djoko, yang memiliki peranan penting adalah bagaima melakukan perubahan cara pandang umat untuk mengurangi produksi sampah dari keberadaan gereja.

Editor : Yan Chrisna


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home