Loading...
RELIGI
Penulis: Bayu Probo 19:08 WIB | Senin, 19 Oktober 2015

Gereja-gereja Asia Doakan Jemaat-jemaat Aceh Singkil

Aparat Kepolisian dan TNI berjaga di lokasi pasca kerusuhan di Desa Suka Makmur, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Aceh (Foto: Antara/Moonstar Simanjuntak)

MEDAN, SATUHARAPAN.COM – Presiden Konferensi Gereja Asia (Christian Conference of Asia/CCA), Pdt WTP Simarmata, mengatakan bahwa pada sidang CCA di Bangkok, diadakan doa untuk jemaat-jemaat di Aceh Singkil yang gerejanya dibakar.

Dilansir dari SIB, Minggu (18/10), Ephorus HKBP ini mengungkapkan, para pemimpin gereja Asia yang bersidang itu berdoa agar ada kesejukan dan kerukunan serta keamanan di Singkil secara khusus dan Indonesia pada umumnya. Para peserta sidang dan rapat terdiri dari 21 negara di Asia termasuk dari Iran yang kantor pusatnya di Teheran, juga Bishop Dr Taranath S Sagar dari India serta lainnya.

Para Pengungsi Pulang

Sebanyak 5.498 orang warga Aceh Singkil yang mengungsi di Tapanuli Tengah dan Pakpak Barat, Sumatera Utara pascabentrok pembakaran gereja seluruhnya sudah dijemput pemerintah daerah Aceh.

“Sudah tidak ada pengungsi Aceh Singkil lagi di Tapteng (Tapanuli Tengah) dan Pakpak Barat karena sejak Jumat hingga Sabtu lalu sudah dijemput Pemkab Aceh Singkil bersama unsur muspidanya,” kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Sumut, Eddy Syofian di Medan, Minggu,

Di Kecamatan Manduamas, Tapteng, jumlah pengungsi Aceh Singkil sebelumnya berjumlah 4.248 orang (868 KK) dengan perincian pria 2.041 orang dan perempuan 2.207 orang.

Sementara di Kecamatan Bagindar Pakpak Barat ada sejumlah 1.250 orang pengungsi.

Menurut Eddy, penjemputan warga Aceh Singkil itu dilaksanakan dengan berita acara penyerahan antara Pemkab Aceh Singkil dan kedua kepala daerah di Sumut itu.

Eddy yang juga menjabat sebagai Pjs Wali Kota Siantar itu, mengakui, penjemputan para pengungsi tersebut sebelumnya memang sudah ditegaskan Pemkab Aceh Singkil saat melakukan koordinasi dengan Pemprov Sumut terkait adanya pengungsian.

Terjadinya bentrokan di Aceh Singkil, Selasa, 13 Oktober 2015 menyebabkan lima ribuan orang warga daerah itu mengungsi ke Tapteng dan Pakpak Barat yang merupakan daerah perbatasan Sumut-Aceh Singkil tersebut.

“Meski pengungsi sudah pulang dan Aceh Singkil makin kondusif, aparat keamanan Sumut masih tetap berjaga-jaga di dua kabupaten itu untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diingini,” katanya.

Hingga Minggu, 18 Oktober, situasi Sumut sendiri masih tetap kondusif.

Dia mengakui, pascabentrokan di Aceh Singkil, di Sumut digelar Rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah provinsi Sumut dengan Forkopimda Kota Medan, Pakpak Barat dan Tapanuli Tengah.

Rapat yang digelar pada Rabu, 14 Oktober disepakati semua sepakat untuk mencegah bentrokan di Aceh Singkil itu meluas ke Sumut.

Dalam pertemuan itu juga disepakati memberdayakan forum kerukunan umat beragama dan forum strategis lainnya untuk menekan terjadinya provokasi yang dapat menimbulkan keresahan dan kedamaian di Sumut.

“Alhamdulillah hingga saat ini, Sumut masih cukup kondusif dan itu diharapkan terus terjaga dengan dukungan semua masyarakat,” katanya.

Komentar Menteri Agama

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap masyarakat menyikapi masalah pendirian rumah ibadah secara arif dan taat hukum, baik pihak yang mendirikan rumah ibadah maupun yang menolak, tidak main hakim sendiri apalagi bertindak anarkis.

“Saya berharap kita semua tetap dewasa, taat hukum, dan arif dalam menyikapi perbedaan pandangan terhadap keberadaan rumah ibadah,” kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Jakarta, Sabtu.

Menag mengingatkan, Indonesia adalah negara dan bangsa yang majemuk, ber-Bhinneka Tunggal Ika, dan berdasarkan hukum. Untuk itu, setiap pendirian rumah ibadah haruslah berdasar ketentuan hukum. Setiap penolakan atas rencana atau proses pendirian rumah ibadah juga harus berdasar hukum.

“Cara-cara main hakim sendiri dalam kedua hal tersebut tak hanya melawan hukum, tapi juga mengingkari jati diri keindonesiaan kita yang sesungguhnya. Kita harus saling menghormati dan hidup rukun penuh damai dalam keragaman keberagamaan,” katanya dalam siaran pers yang diterima, Sabtu.

Menurut Lukman, orang-orang di masa lalu telah memberi contoh yang tepat dalam menyikapi masalah rumah ibadah. Sebut misal, Nabi Muhammad membuat perjanjian dengan umat Kristiani di Najran untuk tidak saling merusak rumah ibadah.

Contoh lain, Khalifah Abu Bakar berwasiat kepada panglima perang Usamah bin Zaid agar tidak merusak gereja di Syam. Khalifah Umar bin Khattab juga bersikap demikian ketika merebut Yerusalem dari kekaisaran Bizantium.

“Sikap seperti itu mengandung pesan kerukunan dan perdamaian dengan cara menjaga keberadaan rumah ibadah,” kata Menteri Lukman.

Pada Selasa (13/10), gereja di Kabupaten Singkil Aceh dibakar oleh sejumlah oknum tak bertanggung jawab. Padahal sebelumnya sudah terjalin kesepakatan antara pemerintah daerah dan perwakilan masyarakat soal penertiban bangunan gereja yang tidak berizin.

Menteri Lukman menyayangkan kejadian tersebut. Ia berharap pemerintah daerah, penegak hukum, pemuka agama dan tokoh setempat dapat mengayomi masyarakat agar rumah ibadah dapat meningkatkan kualitas kehidupan beragama. Bila kehidupan beragama berkualitas, maka akan berimbas pada perbaikan ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.

Menurutnya, tingginya kualitas kehidupan beragama ditentukan oleh berfungsinya rumah ibadah sebagai sarana meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama demi kemaslahatan bersama. Bukan sebaliknya, rumah ibadah justru menimbulkan perselisihan bahkan konflik sosial antarsesama warga bangsa.

“Perlu direnungkan bahwa konflik tidak akan menguntungkan siapa pun. Lebih baik kita gunakan energi kita untuk membangun dan mencapai kemajuan bersama,” katanya. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home