Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 17:06 WIB | Jumat, 26 April 2013

Hari-hari Tanpa Berita

The Day Without News.” Sebuah judul yang agak mengejutkan yang diberikan untuk pernyatan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-moon pada Februari lalu. Namun demikian, judul yang tak terpikirkan dalam kehidupan planet yang saling terkoneksi ini tidak mengandung pesan seperti kampanye sehari tanpa listrik, atau sehari tanpa kendaraan bermotor.

Pesan yang disampaikan Ban Ki-moon juga bukan tentang sehari kita tidak menulis berita atau sehari tidak membaca berita. Pernyataan ini lebih pada keprihatinan tentang kekerasan dan pembunuhan terhadap wartawan. PBB mencatat setiap pekan seorang wartawan tewas hanya karena menjalankan tugasnya sebagai pewarta. Dan setiap kematian wartawan bermakna sebagai hari tanpa berita.

Pesan ini menjadi penting, karena kematian wartawan adalah puncak gunung es dari pembungkaman terhadap kemerdekaan mengungkapkan pendapat. PBB mencatat, sembilan dari 10 kasus kekerasan pada jurnalis dibiarkan begitu saja. Banyak di antara wartawan menderita intimidasi, pelecehan dan ancaman kematian, bahkan mereka dilemparkan ke dalam penjara karena melaksanakan hak publik dan mencoba untuk mengungkap kesalahan.

Pesan ini berkaitan dengan pembungkaman, dan ancaman terhadap kebebasan berekspresi secara bertanggung jawab dan dengan hati nurani. Sebab, ketika jurnalistik dengan hati nurani dibungkam, posisinya akan digantikan oleh jurnalistik yang mengabdi pada otoritarian, dan melakukan berbagai kekerasan. Dan itu adalah hari tanpa berita.

Kami ingin mengawali editorial media online ini dengan memaknai apa yang disampikan Ban Ki-moon, terlebih lagi, 3 Mei mendatang adalah Hari Kebebasan Pers. Sebab fenomena “hari tanpa berita” bukan hanya terbatas pada pengekangan terhadap para jurnalis, baik oleh kekuasaan atau kepentingan bisnis yang menguasai media massa, tetapi juga terlewatnya berbagai kelompok masyarakat untuk disuarakan karena berbagai alasan. Akibatnya suara mereka tak pernah didengar, alih-lahih direspons.

Hal itu yang menurut kami lebih mewakili realitas di Indonesia sekarang ini. Di mana teknologi informasi berkembang begitu pesat, dan semakin banyak individu dan komunitas terkoneksi, namun masih banyak warga yang terisolasi dari dinamika dialog di ruang publik. Mereka hanya menjadi penonton dan terus terguncang oleh perubahan yang semakin cepat.

Ketika ada warga yang kehilangan kesempatan untuk bersuara, atau suara mereka tidak digaungkan, berarti juga hari tanpa berita. Ketika kebenaran tidak disuarakan, dan informasi yang telah dimanipulasi justru yang menyebar, berarti juga hari tanpa berita. Dan dalam konteks ini, kita menyaksikan bahwa masih banyak warga yang hidup dalam hari-hari tanpa berita.

Sudah 15 tahun Indonesia meniti reformasi kehidupan berbangsa dan bernegara dan kenyataannya perjalannnya terseok-seok. Sebab, hal-hal yang paling fundamental dalam kehidupan berbangsa malahan semakin rapuh. Hal ini ditandai dengan nilai-nilai dasar negara (Pancasila) tidak dihidupkan dalam dinamika berbangsa, dan amanat konstitusi tidak dilaksanakan. Wujudnya adalah perilaku warga negara yang makin intoleran terhadap perbedaan, konflik merebak, dan pencurian kekayaan negara tak tercegah. Kohesi sebagai satu bangsa nyata melemah.

Kenyataan ini, juga menandai fenomena bahwa berita-berita yang ditampilkan media massa tidak diposisikan sebagai dialog publik yang membantu kita membangun ikatan untuk mencapai cita-cita proklamasi. Dan 15 tahun perjalanan reformasi yang masih diwarnai keprihatinan sekarang ini adalah kenyataan kita menjalani hari-hari tanpa berita.

Satuharapan.com tidaklah jumawah bahwa kehadirannya untuk berdiri menghapuskan “the day without news.” Namun lebih memilih berdiri bersama para pewarta di Indonesia yang masih setia dengan nurani mereka, dan terus bersuara bagi kemuliaan Indonesia. Membangun sinergi dalam pelayanan pewartaan untuk perbaikan-perbaikan yang didasari oleh kasih kepada negara, sesama dan seluruh ciptaan. Sehingga ada satu harapan yang pantas kita gantungkan bersama bahwa suatu hari bukan lagi “hari tanpa berita,” tetapi hari dengan “berita baik” bagi semua.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home