Loading...
EKONOMI
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 17:15 WIB | Selasa, 01 September 2015

IMF: Ekonomi Global Masih Mengkhawatirkan

CDirektur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde memasuki kampus Magister Manajemen UI untuk memberikan kuliah umum hari ini, Selasa (1/9) (Foto: Eben Ezer Siadari)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde menilai perkembangan ekonomi global masih tetap mengkhawatirkan namun ia meyakini Indonesia akan dapat melewatinya dengan baik.

"Perkembangan keuangan global masih tetap mengkhawatirkan, namun Indonesia mempunyai pengalaman yang cukup dalam menghadapi ini seperti yang terjadi pada tahun 2013," ujar Lagarde saat memberikan kuliah umum di Gedung MM UI, Jakarta, hari Selasa (1/9).

Menurut Lagarde saat ini laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah mengalami penurunan sampai di bawah 5 persen, namun ia menilai hal itu tidak akan berlangsung permanen.

"Asalkan Indonesia membangun sumber pertumbuhan ekonomi baru berdasarkan potensi yang ada dengan pengelolaan kebijakan yang tepat," kata Lagarde.

Menurut Lagarde, dengan potensi sumber daya manusia yang begitu besar, Indonesia memiliki peluang unik yang tidak dimiliki semua negara dalam mengatasi perlambatan ekonomi dunia saat ini.

"Ini adalah momentum Indonesia mempercepat laju reformasi ekonomi dengan membangun sumber pertumbuhan baru dan menciptakan lapangan kerja bagi kaum muda," ujar Lagarde.

Berbeda dengan negara lain di kawasan ASEAN yang mengalami penurunan, jumlah penduduk usia produktif Indonesia akan terus meningkat. Pada 2030 mendatang, diperkirakan 70 persen dari total penduduk Indonesia atau sekitar 180 juta jiwa adalah mereka yang berada di usia produktif.

Lagarde menuturkan, ada tiga langkah penting yang harus dilakukan untuk merealisasikan potensi tersebut. Pertama yakni pembangunan infrastruktur yang modern dan efisien, terutama listrik dan transportasi.

Kurangnya infrastruktur yang memadai membuat sektor lain tidak efisien, misalnya biaya logistik yang diestimasikan 24 persen dari PDB dibandingkan dengan 13 persen di Malaysia, dan akses listrik bagi masyarakat Indonesia baru 80 persen dibanding 100 persen di negara lain.

"Mengurangi biaya logistik dan meningkatkan akses listrik bagi penduduk Indonesi akan menciptakan pekerjaan di semua sektor, mengurangi harga-hargaa di daerah, dan meningkatkan konektivitas ke pasar global," kata Lagarde.

Pemerintah sendiri sudah memprioritaskan hal tersebut dengan rencana pengeluaran untuk infrastruktur yang diperkirakan meningkat sebesar delapan persen per tahun, dan diharapkan hal tersebut dapat terealisasi.

Adapun langkah kedua, lanjut Lagarde, yakni memperbaiki iklim investasi yang kondusif bagi penyerapan teknologi baru dan kapasitas untuk bersaing dalam memproduksi banyak barang dan jasa-jasa seperti yang dilakukan negara lain seperti Tiongkok, Korea, dan Jepang. 

Dia memberi apresiasi terhadap langkah-langkah yang sudah dilakukan pemerintah dalam rangka memperbaiki iklim investasi seperti penyelesaian masalah lahan untuk infrastruktur dan pelayanan terpadu satu pintu.

Terakhir, Lagarde menegaskan bahwa semua itu harus dibarengi dengan kebijakan perdagangan internasional yang mendukung proses integrasi ekonomi Indonesia dengan dunia.

Potensi yang terbuka bagi Indonesia, lanjutnya, bukan saja pasar domestik yang besar, tetapi pasar global yang terdiri dari 1,5 miliar konsumen. Perdagangan internasional telah menyumbang pertumbuhan Indonesia di masa lalu dan akan tetap penting ke depan.

"Dengan kerangka kebijakan yang baik, keterbukaan untuk investasi dan perdagangan, dan infrastruktur yang mendukung, Indonesia mampu membangun daya saing dan mendapat manfaat dari integrasi ekonomi Indonesia dengan ekonomi global, termasuk melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN," ujar Lagarde.

Christine Lagarde mengatakan, Indonesia juga harus mencermati situasi perekonomian global yang kini tengah diterpa sejumlah persoalan, karena dinilai akan berdampak terhadap negara berkembang termasuk Indonesia.

Adapun beberapa isu ekonomi global yang perlu dicermati saat ini yakni terkait penurunan pertumbuhan perekonomian Tiongkok, perlambatan pertumbuhan perekonomian global, dan membaiknya pertumbuhan Amerika Serikat.

"Semua itu akan berdampak pada perekonomian negara lain, termasuk Indonesia, dan Indonesia harus mengantisipasi berbagai proses perubahan ini," ujar Lagarde.

Lagarde menilai, perekonomian Tiongkok saat ini berada dalam masa transisi di mana pemerintah setempat melakukan sejumlah penyesuaian dalam perekonomiannya untuk menuju perekonomian berbasis pasar dan dalam penyesuaian ke model pertumbuhan baru. Laju pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan akan melambat. Tiongkok memiliki instrumen kebijakan dan kekuatan finansial yang cukup untuk mengelola transisi itu.

"Namun demikian, Indonesia sebagai salah satu mitra utama Tiongkok harus siap menghadapi tantangan yang muncul dari proses transisi tersebut," kata Lagarde.

Lagarde menuturkan, pada saat yang bersamaan, harga komoditas di pasar dunia kini sudah mengalami puncak penurunan dan diproyeksikan harga-harga akan masih bertahan pada level saat ini. Kedua hal itu, lanjutnya, berarti permintaan eksternal bagi Indonesia masih akan lemah.

Ia mengatakan, Indonesia juga perlu mengantisipasi pemulihan ekonomi AS. Pemulihan itu akan menyebabkan The Fed sebagai bank sentral AS akan menaikkan suku bunganya dan hal tersebut dapat menyebabkan gejolak atau volatilitas keuangan global masih akan terus berlangsung. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home