Loading...
ANALISIS
Penulis: Sabar Subekti 15:30 WIB | Minggu, 02 Mei 2021

India, Produsen Vaksin Yang Sedang Kekurangan Vaksin

India, Produsen Vaksin Yang Sedang Kekurangan Vaksin
Orang-orang berkumpul untuk menerima vaksin COVID-19 di fasilitas medis di Prayagraj, India, hari Sabtu (1/5). Dengan harapan mengatasi lonjakan besar infeksi COVID-19, India membuka vaksinasi untuk semua orang dewasa pada hari Sabtu, meluncurkan upaya inokulasi besar-besaran yang pasti akan membebani pemerintah federal, pabrik vaksin di negara itu, dan kesabaran dari 1,4 miliar penduduknya. (Foto-foto: AP/Rajesh Kumar Singh)
India, Produsen Vaksin Yang Sedang Kekurangan Vaksin
Seorang pertempuan menerima vaksin AstraZeneca untuk COVID-19 di sebuah rumah sakit di Prayagraj, India, hari Sabtu (1/5).

SATUHARAPAN.COM-Ketika India memulai vaksinasi COVID-19 pada pertengahan Januari, dan terlihat peluang keberhasilannya untuk mengatasi pandemi cukup tinggi. Ini karena India dapat menghasilkan lebih banyak dosis vaksin daripada negara mana pun di dunia. Bukan hanya itu, India juga  memiliki pengalaman berpuluh tahun dalam vaksinasi bagi perempuan hamil dan bayi-bayi di daerah pedesaan.

Ketika menghadapi pandemi, COVID-19 India tampaknya percaya diri bisa mengatasinya, bahkan Perdana Menteri Narendra Modi dalam Forum Ekonomi Dunia secara virtual sempat mengatakan India sebagai model dalam menangani pandemi, keberhasilannya tak bisa dibandingkan dengan negara manapun.

“Persiapan kami sedemikian rupa sehingga vaksin dengan cepat mencapai setiap sudut negara,” kata Perdana Menteri Narendra Modi pada 22 Januari. “Untuk kebutuhan terbesar dunia saat ini, kami sepenuhnya mandiri. Tidak hanya itu, India juga membantu banyak negara dengan vaksin.”

Namun sekitar empat bulan kemudian, semua pernyataan dan kepercayaan diri itu seperti hilang dan rencana pemerintah berantakan ketika India menghadapi lonjakan jumlah kasus COVID-19. Bahkan warga masyarakat dalam kepanikan akibat fasilitas kesehatan tak mampu mengatasinya.

India telah memvaksinasi penuh (dua dosis) pada sekitar dua persen dari 1,4 miliar penduduknya. Dan ketika mengalami kekurangan vaksin, ekspor vaksin pun terhenti.

Pemerintah federal mengubah kebijakan, bernegosiasi harga dengan produsen, agar bisa mengirimkan vaksin ke negara bagian, dan vaksin diprioritaskan pada tenaga kesehatan. Kemudian mulai 1 Mei, setiap orang yang berusia di atas 18 tahun memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin sementara pemerintah negara bagian dan rumah sakit swasta dapat membeli dosis langsung dari produsen untuk orang-orang berusia 18 hingga 45 tahun. Ini memicu serbuan untuk semua orang untuk mendapatkan suntikan.

Produsen, tapi Kekurangan Vaksin

Masalah India memiliki kepentingan strategis, karena gelombang infeksinya tidak hanya berisiko pada pemulihan di dalam negeri yang baru saja dimulai, tetapi juga dalam kaitan pemulihan dari pandemi dan ekonomi secara global.

Ekonomi India adalah terbesar ketiga di Asia, tetapi juga terbesar ketiga di dunia dalam jumlah kasus dan kematian akibat COVID-19, setelah beberapa kali bertukar posisi dengan Brasil, di belakang Amerika Serikat.

India sekarang menjadi hotspot pandemi, meskipun juga merupakan negara produsen vaksin yang penting di dunia. Dan sekarang membutuhkan upaya yang masif untuk vaksinasi warga di negara itu agar bisa keluar dari krisis pandemi.

Dan ini mungkin salah satu penyebab situasi sekarang di India begitu memprihatinkan. Negara itu baru memberi suntikan pada sekitar dua persen penduduknya, tetapi pemerintah federal tampaknya ingin menunjukkan kemampuannya membantu dunia dengan vaksin untuk melawan COVID-19.

Ini terlihat pada tanggal 28 Januari, ketika itu Modi menjanjikan bantuan vaksin pada Forum Ekonomi Dunia Davos yang diselenggarakan secara virtual. Dia mengatakan bahwa India akan membantu negara-negara lain dengan vaksin. Pernyataan ini keluar ketika India mencatat 18.885 kasus baru harian COVID-19, sementara pada hari Sabtu (1/5) ini kasus baru harian tercatat lebih dari 400.000.

Beberapa pekan kemudian, Menteri Kesehatan India, Harsh Vardhan, mengatakan, “Kita berada di ujung permainan pandemi COVID-19 di India. Bahkan pada 30 Maret, ketika kasus-kasus baru kembali meningkat, Vardhan masih mengatakan bahwa “situasinya terkendali.”

Anggota Partai Bharatiya Janata (BJP) pimpinan Modi juga mengatakan, “Tidak ada COVID di (negara bagian) Assam, Himanta Biswa Sarma. Anggota partai Modi yang menjabat sebagai menteri kesehatan negara, mengatakan pada 3 April, “Tidak perlu memakai masker sekarang.”

Namun pada 16 April India mulai menghadapi kekurangan vaksi, bahkan kemudian India meminta agar AS membantu vaksin dan mencabut embargo ekspor. Krisis di India jelas berdampak pada upaya imunisasi negara-negara lain di seluruh dunia, terutama yang merencanakan vaksinasi dari produksi India.

Menganggap Sudah Normal

Ketika Modi dan pemerintah mengatakan telah mengalahkan pandemi, dan bahkan berjanji membantu negara lain dengan vaksin, seolah-olah pandemi di India sudah pada hari-hari akhir keberadaannya di anak benua Asia itu. Dan warga masyarakat menganggap kehidupan di India berjalan seperti biasa, kembali normal.

Ini terlihat ketika ada jutaan peziarah Hindu menjalani ritual mandi di Sungai Gangga yang mereka anggap suci. Ini terjadi berhari-hari dalam kerumunan besar dalam festival keagamaan Hindu yang disebut Kumbh Mela.

Kemudian masyarakat di sana menyelenggarakan festival Holi yang juga membentuk kerumunan besar selama 16 hari dari tanggal 29 Maret. Sementara itu, partai politik mengadakan kampanye massal di lima negara bagian, dan juga beberapa hari terjadi demonstrasi para petani yang menentang kebijakan pemerintah.

Situasi itu menunjukkan bahwa India, baik pemerintah dan warganya mulai kendor dengan aturan protokol kesehatan, karena merasa pandemi sedang menuju akhir. Bahkan foto-foto dan video dari acara Kumbh Mela menunjukkan orang-orang dalam kerumunan besar tidak memakai masker.

Namun ada kemungkinan lain yang ikut memperburuk situasi bahwa negara dengan penduduk 1,4 miliar jiwa dan juga terdapat banyak warga yang terjepit kemiskinan, sudah tidak tahan dengan kondisi ekonomi yang merosot karena pembatasan, sehingga mengabaikan protocol kesehatan dengan membuka kegiatan ekonomi.

Beban Keuangan Negara

Perdana Menteri Modi meninggalkan strategi vaksinasi, meskipun itu membebani negara bagian. India, menurut laporan Bloomberg, secara efektif menghentikan pengiriman vaksin ke negara lain, dan ini membuat beberapa negara mencari bantuan dari China.

India sedang berusaha untuk meningkatkan pasokan untuk menyediakan vaksin bagi 600 juta penduduknya. Dan kekurangan vaksin sudah di depan mata dan bisa dihitung ketika diluncurkan program pemberian suntikan kepada mereka yang berusia 45 tahun ke atas.

Dua pemasok vaksin India yang utama adalah Serum Institute, yang memproduksi vaksin dari AstraZeneca, dan Bharat Biotech International Ltd, yang membuat vaksin yang dikembangkan di dalam negeri.

Baik Serum dan Bharat Biotech, dikutip Bloomberg, mengatakan bahwa mereka hanya dapat meningkatkan kapasitas pada bulan Juli, dengan pembagian stok yang ada secara merata antara pusat dan negara bagian.

New Delhi telah membebaskan penggunaan vaksin Sputnik V buatan Rusia untuk penggunaan darurat dan laporan berita mengatakan bahwa beberapa impor mungkin masuk pada bulan Mei ini, tetapi tidak ada rincian tentang kuantitas. AS berjanji untuk mengirim bahan baku vaksin ke India untuk membuat vaksin dan membagikan persediaan vaksin AstraZeneca, tetapi rinciannya juga belum jelas.

Pemerintah negara bagian juga diberitahu bahwa mereka harus membayar antara lima hingga delapan dolar AS (setara Rp 70.000 hingga Rp 120.000) untuk setiap suntikan, itu berarti sebanyak tiga kali lipat dari yang dibayarkan pemerintah federal.

Menyusul protes atas kenaikan tersebut, Bharat Biotech hari Kamis mengumumkan akan memotong jumlah yang dibebankan negara bagian menjadi 400 rupee (sekitar Rp 75.000) per dosis dari 600 rupee (Sekitar Rp 85.000), sehari setelah ChiefExecutive Officer Serum Adar Poonawalla mengatakan perusahaannya akan menurunkan harga hingga 100 rupee (sekitar Rp 20.000) per dosis.

Rajesh Tope, menteri kesehatan negara bagi Maharashtra, tempat di mana kota keuangan Mumbai berada, mengatakan negara bagian akan menghabiskan 65 miliar rupee (sekitar 12,6 triliun) untuk menyuntik warganya secara gratis. Namun dia mengatakan tetapi tidak dapat memperluas program untuk semua orang dewasa untuk saat ini, karena tidak ada cukup vaksin.

Situasi COVID-19 juga membuat India menjadi salah satu dari sedikit negara yang mengizinkan penjualan pribadi suntikan vaksin COVID-19. Rumah sakit swasta mulai menyuntik dengan harga tetap sekitar Rp 45.000 per dosis. Sekarang biaya itu meningkat menjadi antara sekitar Rp 112.000 atau Rp 224.000 per dosis.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home