Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 08:14 WIB | Selasa, 01 September 2015

Indonesia Pilih Tiongkok Garap Kereta Api Cepat?

Dua model sedang memperhatikan replika kereta api cepat Tiongkok dalam sebuah pameran di Jakarta (Foto: AFP)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Indonesia dikabarkan lebih condong untuk memilih Tiongkok daripada Jepang untuk mengerjakan proyek kereta api cepat yang pemenang tendernya diharapkan akan diumumkan oleh Presiden Joko Widodo dalam beberapa hari ini.

Penawaran pembiayaan dari Tiongkok sebesar Rp 73,9 triliun (US$ 5,3 miliar) berupa pinjaman dengan jangka waktu 50 tahun dan suku bunga 2 persen dalam mata uang dolar AS, dianggap lebih tidak membebani ketimbang tawaran Jepang.  Negara Mata Hari Terbit menawarkan pinjaman sebesar Rp 60,1 triliun dengan jangka waktu 40 tahun dan suku bunga 1 persen dalam mata uang yen. Kedua negara juga menawarkan mendirikan pabrik di Indonesia yang akan memproduksi komponen kereta dengan harapan meningkatkan komponen lokal dan membuka lapangan kerja.

Spekulasi yang berkembang mengatakan Indonesia mendukung Tiongkok untuk proyek ini dalam rangka  menjaga keseimbangan antara kedua negara berkaitan dengan distribusi proyek infrastruktur kelas berat. Sebelumnya Jepang sudah mendapatkan kontrak untuk membangun massa rapid transit (MRT)  Jakarta serta pembangkit listrik tenaga batu bara terbesar (2.000 MW) di pulau Jawa. Proyek pembangkit itu ditangani oleh perusahaan patungan antara perusahaan tambang batubara Indonesia Adaro Energy dan perusahaan  Itochu Corporation and Electric Power Development Co Ltd).

Tenggat waktu memasukkan penawaran untuk proyek kereta api cepat ini adalah pada 31 Agustus. Hanya Jepang dan Tiongkok yang telah memasukkan studi kelayakan untuk proyek ini.

Sebuah komite tingkat menteri yang dipimpin oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution, bertemu kemarin (31/8) untuk membuat rekomendasi kepada presiden tentang siapa yang harus membangun rel kereta cepat antara Jakarta dan Bandung tersebut.

Kantor berita Reuters mengutip sumber dari pemerintah yang mengatakan, "Indonesia condong ke arah Tiongkok karena proposal mereka lebih tidak memberatkan pemerintah Indonesia dan karena masalah keamanan telah ditangani secara memadai."

Sumber lain, juga dari pemerintah, mengatakan, Indonesia ingin adanya keseimbangan antara dua kekuatan dalam pembagian proyek infrastruktur. Kedua sumber Reuters menolak untuk diidentifikasi karena sensitivitas diplomatik masalah ini. Jepang adalah investor terbesar kedua di Indonesia, sementara Tiongkok adalah mitra dagang utama INdonesia.

"Kami memiliki dua mitra dan itu akan baik jika kita bisa menjaga mereka berdua. Kami harus cerdas ketika mengambil keputusan ini, " Luky Eko Wuryanto, Deputi Menko Perekonomian bidang infrastruktur dan pembangunan daerah, berkata Jumat lalu, setelah bertemu dengan Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia.

Dalam proyek ini, rel sepanjang 150 km akan dibangun untuk memotong waktu perjalanan antara Jakarta dan Bandung menjadi hanya 35 menit dari sekita 3 jam selama ini. Kereta cepat itu nantinya akan mencapai kecepatan lebih dari 300 km/ jam. Setelah Jakarta-Bandung rampung, Indonesia berharap untuk memperpanjangnya untuk menghubungkan Jakarta dengan kota Surabaya.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pekan lalu mengirim utusan untuk menawarkan kesepakatan yang lebih menarik menjelang tenggat waktu pada hari Senin, revisi kedua dari penawaran Jepang dalam dua minggu.

Manuver Jepang itu sempat mendatangkan protes dari Tiongkok, yang mengatakan tidak adil bila Jepang diizinkan untuk mengajukan tawaran baru begitu dekat dengan tenggat waktu. Sementara Tiongkok pada Agustus juga sudah memperbaiki penawarannya.

Menko Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, mengakui bahwa kompetisi antara Tiongkok dan Jepang sangat ketat dalam perebutan proyek ini. Menurut dia, pemerintah berpatokan pada lima pertimbangan utama. Yakni, pembiayaan yang tidak berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kedua, pemerintah tidak mengeluarkan garansi yang merupakan bagian dari APBN. ketiga syarat  pembiayaan terkait dengan ebesaran bunga, keempat, pengelolaan proyek harus harus menciptakan transfer teknologi, kelima, syarat kandungan lokal proyek, dan keenam, teknologi serta keamanan.

Menurut Rizal, secara keseluruhan proyek tersebut harus menguntungkan rakyat. (Reuters/indonesia-investment.com/Ant)
 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home