Loading...
INSPIRASI
Penulis: Devis Yakub Tumundo 05:40 WIB | Kamis, 28 April 2016

Ingin Membuktikan?

Apa motivasi kita?
Ribuan like (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Akhir-akhir ini saya sering menonton acara pencarian bakat di salah satu TV swasta. Tiba-tiba pikiran saya tertuju pada pernyataan salah satu kontestan di ajang tersebut: ”Aku ingin membuktikan pada orang-orang sekitar saya bahwa juga saya bisa!” Sambil mengusap air matanya gadis itu kembali menuturkan alasannya ikut ajang tersebut: ia  sering tidak diakui dan dihargai teman-temannya.

Tidak jelas memang apa yang menimpa gadis itu sebelumnya. Namun, saya kemudian berpikir satu hal : ”Sepertinya memang menjadi sifat manusia untuk mau dianggap, dihargai, dan diakui kehadirannya”. Memang tidak enak rasanya bila keberadaan kita tidak dianggap orang lain. Kalau sudah seperti ini, ego kita seakan meminta ”takhtanya kembali”.

Mungkin popularitas dianggap bisa menjadi jembatan manjur. Tak heran, televisi, media sosial, radio, dan koran dipenuhi berita-berita selebritas yang hobi mencari sensasi: para petinggi negeri yang meramaikan panggung gosip di televisi; para politikus yang berebut kursi dengan pamer amal di detik-detik pemilihan; masyarakat yang berlomba membuat sensasi mulai dari foto sampai video di media sosial dengan cara yang bermacam-macam, dari yang lucu, kreatif sampai yang tidak senonoh juga ada; tidak terkecuali bocah-bocah yang masih duduk di bangku SD mengumbar kemesraan dengan kekasihnya. Di media sosial, alih-alih berbagi informasi, sebagian orang lebih banyak menggunakannya untuk mengumbar privasinya dengan tujuan makin banyak yang ”like”.

Pada zaman sekarang ini kelihatannya penghargaan lebih baik daripada kemampuan, hasil lebih baik daripada proses, pengakuan melebihi prestasi. Karena itu, jangan heran kalau hal-hal yang instan menjadi primadona.

Menjadi terkenal tidak salah, asal saja karena prestasi dan karya yang membangun masyarakat dan bukan karena sensasi. Tetapi, mesti ditilik dahulu: apakah motivasi kita? Kalau ujung-ujungnya ego kita, ya sama saja. Memang sulit kalau ego kita sudah mengambil alih hidup kita, kepentingan diri menjadi yang terutama dari kepentingan orang lain. Jika itu yang terjadi, bisa jadi Tuhan bukan lagi menjadi yang utama.

Jadi, apa motivasi kita?

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home