Loading...
HAM
Penulis: Reporter Satuharapan 20:54 WIB | Rabu, 20 April 2016

Pakar Media: Pelanggaran HAM Papua Harus Jadi Cerita Global

David Robie (Foto: Auckland University of Technology)

SUVA, SATUHARAPAN.COM - Pada saat Jakarta diramaikan dengan perhelatan simposium nasional yang membicarakan tragedi 1965, di belahan lain di kawasan Pasifik, dibicarakan pula pelanggaran HAM yang tak kalah besarnya, yaitu pelanggaran HAM di Papua.

Sebuah forum yang dihadiri wartawan senior dan penggiat komunikasi di Suva, Fiji, diisi dengan salah satu pembicara yang mengatakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terbesar di Pasifik adalah pelanggaran HAM di Papua. Ini merupakan isu besar dan media harus menjadikannya sebagai kisah global.

Ini merupakan inti pesan yang disampaikan oleh Profesor David Robie, jurnalis, penulis dan direktur Pacific Media Center Auckland University of Technology, ketika berbicara di hadapan wartawan Fiji Times, sebagaimana dilaporkan oleh asiapacificreport.nz, hari ini (20/4). Pada kesempatan itu, ia berbicara tentang bagaimana sebaiknya wartawan di Pasifik menangani isu Papua.

"Bagi saya, masalah HAM terbesar dan paling mengejutkan di Pasifik adalah isu Papua. Ini harus menjadi cerita global," kata dia.

"dari sudut pandang jurnalis, isu Papua adalah isu HAM," tambah dia.

Ia mengatakan menyuarakan yang tidak bersuara dan memperjuangkan hak-hak semua manusia pada dasarnya adalah mengatakan kebenaran. Dengan cara itu pula, menurut dia, wartawan di Fiji dan Pasifik pada umumnya, mendekati permasalahan pelanggaran HAM di Papua.

Wartawan, tambah dia, mempunyai tanggung jawab besar untuk melakukan peliputan secara luas dan sesering mungkin tentang isu Papua.

"(Rakyat Papua) itu (warga) Pasifik. Mereka tidak boleh hilang dari pandangan. Itulah salah satu alasan mengapa media di Pasifik harus mengikuti pentingnya perjuangan dan bagaimana pentingnya mereka bagi Pasifik," kata dia.

Di bagian lain pembicaraannya, ia mengatakan banyaknya cerita yang tidak terungkap di Papua sangat berkaitan dengan ketidakpedulian wartawan dan para redaktur sedemikian lama.

"Masalahnya adalah  semua kembali ke wartawan dan pengungkapan hal yang sebenarnya. Jika kebenaran tidak diberitahukan, bagaimana orang bisa menanggapinya?," tanya dia.

"Untuk beberapa alasan banyak media acuh tak acuh, mereka tidak benar-benar menyadari bahwa ini adalah berita besar," kata dia.

Robie adalah tamu utama pada Media Forum Hak Asasi Manusia yang dihadiri oleh sejumlah wartawan senior dan petugas komunikasi pemerintah dari 13 negara Pasifik, pekan lalu.

Didukung oleh Pemerintah Australia dan Uni Eropa, forum ini menegaskan kembali peran penting  media dalam menyoroti isu-isu hak asasi manusia dan pentingnya pelaporan berita dengan pendekatan berbasis hak asasi manusia.

Robie mengatakan selama dua tahun terakhir telah terjadi perubahan dramatis, yaitu tumbuhnya kesadaran akan penderitaan rakyat Papua. Hal ini tidak terlepas dari peran media sosial, platform yang memungkinkan rakyat Papua menceritakan kisah mereka sendiri, meskipun ada pembatasan terhadap masuknya wartawan asing ke Papua.

Lembaga-lembaga advokasi HAM memiliki perkiraan yang berbeda dalam hal jumlah penduduk asli Papua yang tewas sejak integrasi Papua ke dalam wilayah Indonesia pada 1962. Laporan akademik universitas Sydney menyatakan ada 100.000 kematian yang diperkirakan dalam “Pembunuhan massal secara rahasia”.

Forum ini diselenggarakan oleh the Regional Rights Resource Team (RRRT) of the Pacific Community (SPC) bekerja sama dengan Pacific Media Assistance Scheme (PACMAS), the Pacific Islands News Association (PINA) dan the University of the South Pacific (USP) Journalism Programme.(kav)

Editor : Eben E. Siadari


Baca Juga:

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home