Jabatan (lagi)
SATUHARAPAN.COM - Sejatinya...Jabatan itu bukanlah semacam “warisan” atau milik pribadi yang bisa dipergunakan semau-maunya dan sesuka-sukanya, tapi titipan yang harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.
Maka, andai kita diperkenan memegang sebuah jabatan – apa pun dan di mana pun, jalankan itu dengan baik dan benar. Supaya kelak, bila saat pertangungjawaban itu tiba, kita dapat menghadapinya dengan kepala tegak.
Sejatinya...
Jabatan itu tidak perlulah dikejar segitunya sampai kemudian menghalalkan segala cara; membodohi masyarakat, menggadaikan hati nurani dan akal sehat, membayar produser hoax dan fitnah, menjual Tuhan dan agama. Cukup kerjakan bagianmu sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya, lalu berjalan di track yang memang sudah semestinya. Selebihnya biarlah semesta yang mengatur. Kalau kita memang layak, jabatan itu akan datang menghampiri. Tapi kalau kita ini tidak layak, betapa pun kita ingin jabatan itu akan menjauh.
Atau, kalau pun dengan cara kotor akhirnya kita bisa mendapatkan jabatan yang kita inginkan (menggeser orang yang semestinya lebih berhak), itu akan lebih banyak mudaratnya daripada manfaat. Bahkan bisa mencelakakan; entah orang lain, atau pun diri sendiri. Jabatan tinggi di tangan orang bodoh, akan menjadi seperti pedang tajam di tangan anak kecil yang tidak tahu memakainya.
Sejatinya...
Dalam sebuah “kompetisi” meraih jabatan; hasil itu hanya salah satu, hal yang juga penting adalah “proses” mendapatkan hasil itu. Sebab jabatan sebaik apa pun kalau dihasilkan dari sebuah proses yang buruk (jahat dan amoral), tidak akan menjadi berkat. Pula, apalah artinya kita mendapatkan jabatan tinggi kalau untuk itu kita harus kehilangan kehormatan dan harga diri. Atau bahkan kehilangan Tuhan.
Editor: Tjhia Yen Nie
KPK OTT Penyelenggara Negara di Kalsel
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu (6/10) malam ...