Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 01:10 WIB | Sabtu, 17 Februari 2018

Janji Allah

Apakah kita bersedia dipimpin Roh Allah?
Foto: istimewa

SATUHARAPAN.COM – ”Sesungguhnya Aku mengadakan perjanjian-Ku dengan kamu dan dengan keturunanmu, dan dengan segala makhluk hidup yang bersama-sama dengan kamu... bahwa sejak ini tidak ada yang hidup yang akan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak akan ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi.” (Kej. 9:9-11).

Mengapa Allah berjanji? Bukankah Dia pencipta semesta? Mengapa Sang Pencipta yang harus berjanji kepada makhluk ciptaan-Nya? Bukankah seharusnya yang berjanji adalah manusia? Bukankah seharusnya manusia yang berjanji untuk tetap taat kepada Allah supaya tidak dihukum lagi?

Demikianlah kesaksian Alkitab. Jika memakai logika manusia, yang berjanji adalah pihak yang bersalah untuk tidak mengulangi lagi perbuatan mereka! Jika memakai logika manusia, maka akan ada sejumlah sanksi seandainya janji itu tidak ditepati. Dan biasanya, lagi-lagi jika logika manusia dikedepankan, sanksi itu akan lebih berat ketimbang hukuman sebelumnya.

Jika logika manusia yang dipakai, apa jadinya bumi ini! Lidah tak bertulang. Bahkan, ada ungkapan: janji itu dibuat untuk dilanggar! Jika manusia yang berjanji, mungkin peristiwa air bah akan sering berulang!

Syukurlah Allah yang berjanji! Perjanjian Allah itu semestinya memotivasi kita untuk tidak mengingkari janji yang kita buat sendiri. Itulah yang biasa disebut dengan komitmen atau keterikatan untuk melakukan sesuatu.  Dan dalam komitmen tersendiri tersirat sebuah tanggung jawab pribadi.

Dalam suratnya, Petrus menyatakan kepada umat: ”Baptisan ini bukanlah suatu upacara membersihkan badan dari semua yang kotor-kotor, melainkan merupakan janjimu kepada Allah dari hati nurani yang baik.” (1Ptr. 3:21). Baptisan merupakan janji!

Kristen berarti pengikut Kristus. Janji sebagai Kristen berarti berjanji untuk tetap mengikuti Kristus dalam situasi dan kondisi apa pun. Semuanya itu hanya mungkin kala kita mau dipimpin oleh Roh Allah. Sebagaimana Yesus Orang Nazaret—Allah yang menjadi manusia—setiap manusia dihadapkan pada pilihan: dipimpin Roh Allah atau Iblis.

Perhatikan catatan Markus: ”Segera sesudah itu Roh memimpin Dia ke padang gurun. Di padang gurun itu Ia tinggal empat puluh hari lamanya, dicobai oleh Iblis. Ia berada di sana di antara binatang-binatang liar dan malaikat-malaikat melayani Dia.” (Mrk. 1:12-13).

Yesus tak sudi dipimpin Iblis. Atas semua cobaan, Yesus hanya punya satu jawaban: tidak. Mengapa? Karena Dia memberi diri dipimpin Roh Allah.

Apakah kita bersedia dipimpin Roh Allah?

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home