Loading...
HAM
Penulis: Eben E. Siadari 20:34 WIB | Selasa, 20 September 2016

Jenderal Terdakwa Pembunuh Theys Jadi Kabais Lecehkan Papua

Para perwira Kopassus TNI terdakwa pembunuhan Theys Hiyo Eluay (Foto: liputan6.com)

JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Papua dan Direktur  Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, menyatakan kekecewaan sekaligus keterkejutannya atas diangkatnya  Mayjen TNI Hartomo sebagai Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI.

Mayjen Hartomo pernah divonis oleh Mahkamah Militer Tinggi III Surabaya tiga tahun dan enam bulan penjara serta dinyatakan dipecat dari dinas militer, karena terlibat dalam pembunuhan tokoh adat Papua, Theys Hiyo Eluay pada tahun 2001. Pengangkatannya sebagai Kabais dinilai sangat melukai hati rakyat Papua.

"Tindakan dan keputusan mengangkat Hartomo sebagai Kabais menunjukkan ketidakpekaan dalam memahami akar masalah HAM dan sosial politik di Tanah Papua selama ini. Keputusan tersebut juga pasti akan sangat melukai perasaan keadilan mayoritas rakyat Papua," kata Yan Christian kepada satuharapan.com.

Menurut dia, Theys di mata rakyat Papua adalah tokoh yang sangat dihormati dan sebagai pemimpin yang diduga  telah dizalimi oleh Hartomo dan Tim Mawar kala itu. Karena itu, menurut Yan, pengangkatan Hartomo sama sekali tidak menunjukkan itikad baik pemerintah dalam menyelesaikan masalah pelanggaran HAM dan konflik sosial politik di Tanah Papua. Menurut dia, tindakan ini dapat dianggap melecehkan Papua.

Panglima TNI melalui  Surat Keputusan Panglima TNI No. Kep/751/IX/2015 tertanggal 16 Sept 2016 melakukan rotasi besar-besaran di jajaran TNI AD. Salah satunya, Mayor Jenderal Hartomo, yang diangkat menjadi Kabais TNI yang sebelumnya menjabat Gubernur Akmil.

Kasus yang melibatkan Hartomo pada tahun 2001 ketika masih menjabat Letnan Kolonel sempat mendapat sorotan dunia internasional. Theys Eluai ditemukan tewas di mobilnya pada 10 November 2001, setelah diculik  di sekitar Jayapura. Menurut penyidikan Jenderal I Made Mangku Pastika kala itu, pembunuhan ini dilakukan oleh oknum-oknum Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang bergerak dalam sebuah tim yang disebut tim Mawar.

Human Right Watch, dalam laporannya berjudul Saya Bikin Salah Apa, Kopassus Siksa orang Papua di Merauke, berdasarkan penyelidikannya mengisahkan bahwa pada November 2001, Kopassus menculik dan membunuh  Theys di Jayapura. Malam itu, Theys ikut perayaan Hari Pahlawan  yang diadakan Kopassus di daerah Hamadi, dimana markas Kopassus berada.

Awalnya, Kopassus menyangkal terlibat pembunuhan itu. Namun tekanan dunia internasional memaksa kepolisian Indonesia melakukan penyelidikan. Pada 2003, pengadilan di Surabaya menghukum tujuh prajurit Kopassus, termasuk Hartomo, yang kala itu berpangkat Letnan Kolonel, karena didakwa melakukan penganiayaan, yang berakibat kematian Eluay. Menurut laporan HRW, mahkamah mengatakan mereka tak terbukti melakukan pembunuhan.  Namun, para pelaku dikenai hukuman penjara  antara dua hingga 3,5 tahun penjara. 

Menurut HRW, kasus ini  membuat Presiden Megawati Soekarnoputri memerintahkan Kopassus untuk meninggalkan Papua. Namun Kepala Staf Angkatan Darat kala itu, Jenderal  Ryamizard Ryacudu, justru memuji para terhukum sebagai 'pahlawan Indonesia' karena berhasil membunuh 'pemberontak.'

"Tak ada investigasi lebih lanjut untuk mengetahui siapa yang memerintahkan pembunuhan itu dan tak ada pejabat senior yang dituntut tangungjawabnya," demikian laporan HRW.

Sementara itu, sejumlah media pada masa itu melaporkan bahwa Hartomo, yang kala itu Dansatgas Tribuana 10, diganjar hukuman 3 tahun 6 bulan dalam perkara kematian Theys Hiyo Eluay, dalam persidangan di Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) III di Kota Surabaya, Senin (21/4/2003). Selain diganjar hukuman penjara 3 tahun 6 bulan, majelis hakim juga memutuskan Letkol Hartomo dipecat dari posisinya sebagai prajurit TNI.

Dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Kolonel CHK Yamani, yang dihadiri oditur Kolonel CHK Haryanto, dan tim penasihat hukum keempat terdakwa yang diketuai Hotma Sitompul SH, majelis hakim menilai keempat terdakwa terbukti bersalah melakukan tindakan melanggar hukum. Keempatnya dinilai menganiaya secara bersama-sama, sehingga mengakibatkan korbannya, Theys, meninggal pada 10 November 2001 di Papua.

Sementara itu, Panglima TNI ketika itu, Jenderal Endriartono Sutarto menyatakan bahwa para terdakwa pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP), Theys Hiyo Eluay melakukan tindakan pidana yang menyebabkan Theys tewas atas inisiatifnya sendiri dan tak ada perintah dari atasan.

“Kemungkinan itu hasil olahan para pelaku sendiri,” kata Panglima usai mengikuti sidang kabinet, di Gedung Setneg, Jl. Veteran, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2003). Kendati begitu Panglima tak mau menyebut para terdakwa pembunuhan Theys itu telah bertindak emosional. “Saya nggak ngerti dengerin saja di pengadilan nanti,” kata Panglima.

Made Supriatma, yang melakukan penelusuran atas kiprah Tim Mawar, dan menerbitkan penelusurannya di berbagai media, mengatakan, selain Hartomo, ada tiga perwira lain dan dua prajurit Kopassus yang juga dihukum dalam pembunuhan Theys. Mereka adalah Kapten Inf. Rionardo (Akmil 1994, terakhir teridentifikasi sebagai Komandan Brigif 1/Jaya Sakti dengan pangkat Letkol -- atasan Agus Yudhoyono); Mayor Inf. Doni Hutabarat (Akmil 1990, yang pada 2008 dicopot dari jabatan Dan Yonif 731/Kabaresi dan terakhir menjabat sebagai Waasintel Kodam I/BB) ; dan Lettu Inf. Agus Suprianto (tidak teridentifikasi). Sedangkan dua orang prajurit Sertu Asfrial dihukum 3 tahun, dan Praka Achmad Zulfahmi juga dijatuhi 3 tahun 6 bula. Keduanya diberhentikan sebagai anggota TNI.

Namun, menurut Made Supriatna, tidak ada satupun dari perwira dan prajurit ini yang benar-benar dipecat dan dihukum. "Kita tidak tahu putusan banding dan tidak pernah ada keterbukaan tentang soal itu. Yang kita tahu, orang-orang ini tetap berkarier di dunia militer dan mendapat promosi."

"Saya membayangkan bagaimana menjadi rakyat Papua di masa-masa seperti ini. Promosi ini seakan-akan mengukuhkan anggapan bahwa menjadi orang Papua itu memang tidak ada artinya. Bila orang yang membunuh pemimpin Papua saja bisa mencapai kedudukan sedemikian tinggi -- dan kedudukan itu dicapainya karena membunuh secara pengecut pemimpin bangsa Papua -- maka masih adakah harganya menjadi bangsa Papua itu di Indonesia?" tanya Made.

Tentang Theys Hiyo Eluay

Theys dikenal sebagai salah seorang tokoh Papua yang paling berpengaruh. Lebih dari 10.000 rakyat Papua mengantarkan jenazahnya ke pemakaman.

Kiprah politiknya antara lain ketika pada tahun 1992, ia mendirikan dan kemudian memimpin Lembaga Musyarawah Adat.  Lembaga ini merupakan wadah bagi 250 suku di Papua. Pada tahun 1999, Theys mencetuskan dekrit Papua Merdeka dan mengibarkan bendera Bintang Kejora. Setahun kemudian, dia menyelenggarakan Kongres Nasional II Rakyat Papua Barat dan kemudian berujung pada tuduhan makar. Dia juga adalah Ketua Presidium Dewan Papua (PDP).

Menurut Yan Chrstian Warinussy, Theys dibunuh sebagai akibat dari ketakutan negara terhadap aktivitas rakyat Papua dalam menuntut haknya. “Kematian beliau itu sungguh merupakan satu kehilangan yang luar biasa. Sepeninggal Theys hingga saat ini kita belum memperoleh satu figur pemimpin yang bisa menjadi tokoh yang bisa dikatakan mempersatukan seluruh elemen yang ada. Theys muncul itu memang sebagai pemimpin yang benar-benar diharapkan, dia muncul di tengah kesunyian, dimana orang Papua tidak memiliki pemimpin,” kata Yan Christian.

 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home