Loading...
HAM
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 22:59 WIB | Selasa, 15 Desember 2015

Jeritan Hati Kaum LGBT dalam Buku Bukan Pilihanku

Bedah Buku Jeritan Hati Kaum LGBT dalam Buku Bukan Pilihanku. (Foto: Febriana DH)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dewasa ini, pembahasan tentang kaum LGBT (Lesbian-Gay-Biseks-Transgender) kerap menuai pro dan kontra di tengah masyarakat dunia. Hal ini terjadi karena terdapat dua pandangan atau sikap, yaitu penerimaan dan penolakan bagi kaum LGBT. Namun, suka atau tidak suka, gereja dan orang Kristen harus menyikapi hal ini. Rianti Setiadi, dosen mata kuliah MIPA Universitas Indonesia, yang sekaligus adalah penulis buku, tergerak dan mencoba menawarkan sudut pandang yang berasal dari kacamata kaum LGBT yang ia temui. Rianti mengajak para pembacanya membedah buku hasil karya dari penelitiannya yang berjudul Bukan Pilihanku: Jeritan Hati Kaum LGBT, hari Selasa (15/12), di Ruang Seminar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta.

Dalam Bukan Pilihanku: Jeritan Hati Kaum LGBT, Rianti melihat kehadiran kaum LGBT dari perspektif sosial, budaya, dan kekristenan. Oleh karenanya, dihadirkan dua orang penanggap dalam bedah buku Bukan Pilihanku: Jeritan Hati Kaum LGBT, yaitu Pendeta Einar Sitompul dari Gereja HKBP Jakarta, yang sekaligus dosen Pascasarjana MPAK UKI, dan aktivis pendampingan kaum LGBT, Maria Netta, yang sekaligus Asisten Dosen Teologi Sekolah Tinggi Teologia (STT) Jakarta.

Bedah buku Bukan Pilihanku: Jeritan Hati Kaum LGBT mengarah pada isu bagaimana kaum LGBT bisa mendapatkan relasi yang baik dengan sekelilingnya. Kaum LGBT sering mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan semena-mena dari lingkungan yang memandang kehadiran mereka dengan ‘sebelah mata’ saja. Bahkan dengan mudah, masyarakat kebanyakan menilai kaum minoritas ini sebagai kaum ‘pendosa’ yang kehadirannya tidak pantas ada di tengah masyarakat. Masyarakat luas secara luar biasa melakukan pengucilan atau membangun tembok pemisah yang begitu tinggi terhadap keberadaan kaum LGBT.

“Tuhan Yesus selalu mau bergaul dengan siapa saja tanpa memandang status sosial, bahkan juga tanpa memperhitungkan pelanggaran (dosa) seseorang. Cara Tuhan untuk dapat menyentuh hati setiap orang berbeda-beda, Tuhan ketika bercakap dengan orang Samaria yang telah berzinah pun terjalin dengan teramat baik. Namun, di akhir pertemuannya, sebagai bentuk cinta kasih yang luar biasa, Tuhan menyelipkan pesan yang begitu mendalam bagi orang Samaria itu, yaitu memintanya untuk tidak berbuat dosa lagi. Kita sebagai manusia berdosa telah disembuhkan dan dipulihkan Tuhan Yesus melalui pengorbanannya di atas Kayu Salib, maka dari itu, kita berada dalam garis yang sama sebagai manusia, yaitu manusia penuh dosa, tetapi juga yang telah menerima berkat pengampunan,” kata Rianti ketika membuka acara bedah bukunya.

“Buku Bukan Pilihanku: Jeritan Hati Kaum LGBT yang telah ditulis oleh Ibu Rianti adalah sebuah buku yang tidak mencoba untuk menghakimi mengenai perilaku homoseksual (LGBT). Dalam buku ini ada lima bab, dan dalam setiap babnya menceritakan kisah-kisah yang unik dari teman-teman LGBT, bagaimana mereka juga adalah manusia, sama seperti kita yang juga butuh diperhatikan dan dikasihi, sama seperti kita manusia berdosa yang menerima belas kasih Tuhan,” kata Pendeta Einar Sitompul.

“Saya mengacungkan jempol untuk terbitnya buku Bukan Pilihanku: Jeritan Hati Kaum LGBT ini, sebab ada banyak orang yang belum berani berbicara mengenai keragaman seksualitas. Banyak literature dari sumber positif yang berbicara tentang kaum LGBT berasal dari luar negeri dan dalam bahasa asing yang bisa diperoleh melalui akses yang bisa jadi terlalu eksklusif untuk dijangkau oleh masyarakat kita. Sedangkan di dalam negeri, hanya terdapat cerita-cerita seram mengenai kaum LGBT, pengumbaran aktifitas seksual secara tidak bertanggung jawab, stigma negatif tentang kaum LGBT yang dibangun oleh kelompok tertentu, dan buku serta sumber informasi yang tidak adil tentang kehidupan LGBT, sehingga dapat membelokkan apa yang seharusnya diperbuat oleh banyak orang untuk peduli terhadap kaum LGBT. Di tengah gelombang tantangan yang dihadapi oleh Gereja, Gereja dalam hal ini bukan hanya institusi yang melembaga, melainkan kita semua yang mengaku sebagai pengikut Kristus, mengenai homoseksualitas, buku ini bisa menjadi sedikit angin segar bagi kita. Literature negeri kita, dan gereja secara khusus, diperkaya dengan hadirnya perspektif Ibu Rianti dalam bukunya, Bukan Pilihanku: Jeritan Hati Kaum LGBT,” ujar Maria dalam tanggapannya.

Buku ini dihadirkan bukan tanpa alasan, stigma negatif atas kaum LGBT seringkali berbuah diskriminasi, penghakiman, bahkan kekerasan. Gereja memerlukan refleksi dan aksi yang nyata mengenai tantangan ini. Proses ini bisa dilakukan lewat pengenalan dan perjumpaan yang positif dengan kaum LGBT lewat pelayanan Gereja.

“Bagi banyak orang sulit untuk membicarakan LGBT dalam kacamata kekristenan karena selalu diwarnai dengan debat kusir ayat-ayat Alkitab. Namun, dengan menerabas batas yang telah dibangun dalam perjalanan sosio-historis manusia di dalam Gereja dan agama, niscaya perjumpaan-perjumpaan baru akan memperindah konsep kasih yang selama ini lekat dalam kekristenan. Kasih bukan hanya berbicara mengenai pemenuhan nubuat Perjanjian Lama akan Taurat, melainkan lebih ke dalam aksi nyata yang menerabas banyak batas demi menyelamatkan kita dari akar pahit kebencian dan penghakiman terhadap sesama atas seksualitas mereka. Buku ini memperlihatkan bahwa memang keberpihakan adalah sesuatu yang beresiko, tetapi resiko-resiko inilah yang juga dipilih oleh Tuhan Yesus dalam kasih dan pelayanannya untuk kita manusia yang berdosa. Layakkah kita kemudian menjadi hakim atas sesama kita dengan secuil pengertian?,” tambah Maria.

Dikatakan Pendeta Einar, “pelayanan gereja tidak boleh berdiam diri atas isu LGBT ini, kita harus lebih membuka mata dan hati untuk kaum LGBT. Tidak seharusnya kaum ini dihindari, tetapi harus kita kasihi seperti Yesus mengasihi kita. Kaum LGBT mempunyai hak untuk hidup nyaman dan tentram di bawah anugerah Tuhan.”

Buku Bukan Pilihanku: Jeritan Hati Kaum LGBT menciptakan refleksi diri pembaca atas kepedulian terhadap lingkungan dan sesama secara luar biasa, dengan ajakan untuk tidak takut menyentuh isu kaum LGBT  sehingga dapat menemukan dan menolong sesama yang sedang terhilang.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home