Loading...
EKONOMI
Penulis: Martha Lusiana 20:20 WIB | Senin, 10 Agustus 2015

JK: BPPT Menjadi BLU agar Pembangunan Lebih Maksimal

kiri-kanan: Menteri Ristek Dikti, M. Nasir; Menteri Koordinator Kemaritiman, Indroyono Soesilo; Wakil Presiden Jusuf Kalla; Menteri ESDM, Sudirman Said; Kepala BPPT, Unggul Apriyanto. (Foto: Martha Lusiana)

JAKARTA SATUHARAPAN.COM – Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla (JK) memberikan arahan kepada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) agar menggunakan sistem keuangan Badan Layanan Umum (BLU) agar kinerja BPPT bisa lebih maksimal, terlebih disinergikan dengan pembangunan pemerintah.

“Kita rancang BPPT jadi BLU saja, supaya ada hasilnya,” ujar Kalla. “Kita harus kerja secara profesional, maka jadikan BLU saja, agar bisa berorientasi pada hasil,” kata dia melanjutkan.

Kalla mengatakan, penetapan BPPT menjadi BLU dilakukan agar badan tersebut bisa lebih fleksibel dalam menjalankan proyek-proyeknya dan bisa melakukan kontrak langsung dengan klien mereka.

“Agar (BPPT) lebih bisa bergerak dan lebih fleksibel, serta bisa melakukan kontrak langsung,” ujar Wakil Presiden saat menghadiri acara penandatanganan nota kesepakatan kerja sama mengenai Perencanaan dan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Energi dan Pertambangan antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), BPPT, dan Pertamina, di Jakarta, Senin (10/8).

Kepala BPPT, Unggul Apriyanto, mengatakan, penetapan menjadi BLU ini terkait mekanisme keuangan agar lebih produktif.

Ia mengungkapkan, selama ini BPPT menjalankan sistem keuangan dengan menggunakan anggaran dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penggunaan sistem ini, lanjut dia, memiliki banyak kendala, seperti kecepatan penarikan dana dan jumlah dana yang diberikan untuk rekayasa proyek.

Unggul menjelaskan, dengan sistem PNBP, dana yang diterima BPPT dari proyek harus masuk dulu ke kas negara melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Setelah itu bila BPPT mau menggunakan dana tersebut, harus memohon kembali kepada Kemenkeu dengan prosedur yang panjang sehingga realisasi penelitian dan proyek pembangunan teknologi menjadi lambat.

“Banyak mekanisme lain yang merugikan, misalnya BPPT sudah memasukkan pembayaran (kepada Kemenkeu) namun kalau (dana tersebut) baru bisa keluar lewat dari bulan Desember itu hangus. Sementara BPPT ditagih klien untuk melaksanakan itu. Bahkan, bisa terkena masalah hukum, sebab menyimpan uang selama beberapa hari saja itu bisa terkena masalah hukum,” kata Unggul.

Selain itu, sistem PNBP telah menetapkan anggaran pembayaran rekayasa seharga gaji pegawai negeri, sedangkan dengan sistem BLU, dana rekayasa proyek ataupun dana untuk jasa peneliti bisa dihargai dengan level internasional.

Namun demikian, Unggul menyatakan, meskipun nantinya akan dikelola seperti perusahaan, BPPT pada akhir tahun tetap akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (PMK) dan tidak menunjukkan adanya kerugian.

“Itu namanya BLU. Akhir tahun nanti BPPT tetap diaudit BPK, juga harus ada pembayaran pajak, dan setor ke pemerintah. Yang penting (anggaran) tidak defisit atau minus,” ujar Unggul.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home