Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 16:12 WIB | Selasa, 22 Mei 2018

Jokowi Akui Bapaknya dari Karanganyar Bukan Orang Singapura

Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menyambut kedatangan Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana, di Bandara Minangkabau, Padang Pariaman, Senin (21/5) pagi. (Foto: Setpres/Setkab)

PADANG, SATUHARAPAN.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjawab isu-isu menyangkut dirinya, mulai dari isu soal Partai Komunis Indonesia (PKI) hingga anak orang Singapura.

“Saya lahir tahun 1961, PKI itu dibubarkan 1965. Artinya saya masih balita, masih umur 3,5 tahun. Kan enggak mungkin ada balita PKI. Logikanya enggak masuk,” ujar Presiden Jokowi di sela-sela sambutannya saat meresmikan beroperasinya Kereta Api (KA) Minangkabau Ekspres, di Bandara Internasional Minangkabau, Padang Pariaman, Sumbar, Senin (21/5) pagi,.

Orangtuanya, lanjut Presiden, bisa dicek dengan mudah. Ia menyebut organisasi masyarakat (ormas) Islam seperti Muhammadiyah, Nadhlatul Ulama, Persis, Al Irsyad, atau Parmusi memiliki cabang di Solo dengan mudah bisa mengecek mengenai orangtuanya di sana.

“Tanyakan saja di masjid di dekat rumah saya. Siapa orang tua saya, siapa kakek nenek saya, siapa saya gampang banget,” ujarnya Presiden.

Kepala Negara mengingatkan, bahwa sekarang ini semua terbuka, tidak ada yang bisa ditutup-tutupi. “Enggak ada,” tegasnya.

Presiden Jokowi mengatakan bahwa harus menjawab isu mengenai dirinya anak Oey Hong Liong, Tionghoa dari Singapura, agar isu ini tidak kemana-mana.

“Bapak saya dari Kabupaten Karanganyar, ibu saya dari Kabupaten Boyolali. Orang desa semuanya,” ungkap Presiden Jokowi seraya mengakui, bahwa dia juga bukan elite politik orang melainkan dari kampung.

Tidak Produktif

Menurut Presiden, kalau isu-isu seperti ini diteruskan, akan membuat tidak produktif.

Konsentrasi dan energi yang harusnya dicurahkan untuk membangun infrastruktur seperti bandara, kereta api bandara, jalan tol maupun tahapan untuk membangun sumber daya manusia menjadi habis untuk menjawab hal-hal seperti ini. Namun Presiden menekankan hal tersebut harus dijawab agar nanti tidak bias kemana-mana.

“Mestinya kita ini khusnul tafahum bukan su’ul tafahum. Kalau su’ul tafahum itu gampang menduga, gampang berprasangka jelek, gampang berprasangka buruk, melihat sesuatu dengan pikiran negatif,” kata Presiden.

Sementara kalau khusnul tafahum, menurut Presiden, selalu berpikiran positif, berpikiran dengan kecintaan, dan tidak ada prasangka buruk.

Oleh sebab itu, Presiden Jokowi mengajak semua pihak untuk selalu berpikir positif, bekerja secara produkif, sehingga ketertinggalan bangsa Indonesia dari negara tetangga bisa dikejar bersama-sama. (Setkab)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home