Loading...
RELIGI
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:00 WIB | Selasa, 27 Maret 2018

Jumat Agung di Larantuka Masuk Kalender Wisata Rohani Nasional

Ilustrasi. Salah satu rangkaian kegiatan Semana Santa bagian dari prosesi perayaan Jumat Agung di kota Larantuka (Foto: flobamora.net)

KUPANG, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Dinas Priwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Wely Rohimone mengatakan, prosesi Jumat Agung di Kota Reinha Larantuka sudah ditetapkan sebagai salah satu event pariwisata rohani di Indonesia.

"Sudah jadi kelender pariwisata, dan secara nasional seluruh Indonesia diliburkan pada setiap tahun pelaksanaan prosesi Jumat Agung," kata Wely Rohimone kepada Antara di Kupang, Selasa (27/3), terkait Jumat Agung.

Menurut dia, penetapan Jumat Agung sebagai salah satu wisata rohani di Indonesia ini, sudah berlangsung lama berdasarkan usulan Pemerintah Provinsi NTT.

Setelah ditetapkan sebagai wisata rohani, Pemerintah Provinsi NTT selama beberapa tahun berturut-turut memberikan bantuan dana untuk rehabilitasi, minimal satu kamar tidur beserta kamar mandi/wc di rumah warga.

Bantuan dana untuk rehabilitasi tersebut ditujukan agar bisa menjadi tempat penginapan bagi para peziarah yang datang dari berbagai penjuru dunia, walaupun dengan harga yang murah.

Menurut dia, rumah-rumah yang menyediakan kamar tidur, semuanya terdaftar di Dinas Pariwisata Flores Timur dan pihak dinaslah yang menawarkan kepada pendatang.

"Jadi Pemerintah NTT juga memberikan bantuan pemberdayaan kepada masyarakat, sehingga ada manfaat ekonomi untuk masyarakat di daerah," katanya.

Prosesi Jumat Agung yang tahun ini akan jatuh pada 30 Maret 2018 itu, merupakan sebuah tradisi sakral dalam agama Katolik untuk memperingati wafatnya Yesus Kristus, di Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur yang telah dilaksanakan sejak 500 tahun lampau.

Tradisi keagamaan yang merupakan warisan Portugis itu, sudah berlangsung lebih dari 500 tahun, ketika bangsa Portugis menyebarkan agama Katolik dan berdagang cendana di Kepulauan Nusa Tenggara. Prosesi Jumat Agung itu diawali dari perayaan Rabu Trewa. Trewa artinya bunyi-bunyian terakhir setelah misa pukul 20.00 Wita. Sejak Rabu Trewa itulah, Kota Larantuka berubah menjadi kota berkabung, untuk mengenang kisah sengsara Yesus, wafat dan kebangkitan-Nya.

Puncak perayaan Semana Santa yang adalah Jumat Agung atau Sesta Vera. Pagi hari, diadakan arak-arakan bahari, mengantarkan Tuan Menino (patung kanak-kanak Yesus) dari kapela Tuan Menino (Kota Sau), ke Kapela Pohon Sirih (Larantuka). Siang hari, dari Kapela Tuan Ma, dilakukan perarakan patung Bunda Maria (Tuan Ma dalam bahasa Nagi) yang menjemput patung Yesus Kristus (Tuan Ana) di kapela Tuan Ana, untuk diarak bersama-sama menuju Katedral Larantuka.

Sore dan malam hari, setelah Misa Jumat Agung dan upacara penghormatan salib, dari Katedral Larantuka dimulailah perarakan patung Tuan Ana dan Tuan Ma mengelilingi Kota Larantuka, melalui delapan titik perhentian kehidupan (Armida).

Ribuan lilin di sepanjang rute prosesi dan di tangan para peziarah menjadikan Larantuka sebagai kota perkabungan suci. Makna religi prosesi yang kental dengan gaya Portugis ini sesungguhnya adalah menempatkan Yesus sebagai pusat ritual, serta menempatkan Bunda Maria sebagai ibu yang berkabung (Mater Dolorosa), karena menyaksikan penderitaan Yesus anaknya, sebelum dan saat disalibkan di Bukit Golgota pada saat itu. (Antaranews.com)

 

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home