Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 12:09 WIB | Rabu, 31 Agustus 2016

Kapolri: SP3 15 perusahaan Tidak Cukup Bukti

Upaya Pemadaman Karhutla Riau. Helikopter BNPB jenis MI-8 melakukan pengeboman air di atas areal hutan dan lahan yang terbakar di Desa Medang Kampai, Dumai, Riau, Selasa (9/8/2016). (Foto: Antara/Rony Muharrman)

PEKANBARU, SATUHARAPAN.COM - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian mengatakan, kesimpulan sementara SP3 15 perusahaan oleh Polda Riau karena tidak cukup bukti korporasi terlibat dalam kasus Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

"Saya belum melihat kasus ini secara detail, karena baru menjabat sebagai Kapolri pada Juli 2016, sedangkan perkembangan kasus sudah dari tahun sebelumnya. Namun begitu tim dari Bareskrim dan Propam sudah turun melihat apakah kasus ini layak untuk dihentikan, kesimpulan sementaranya memang tidak cukup bukti," kata Jenderal Tito Karnavian usai ramah tamah Pemprov Riau dengan Kapolri beserta jajarannya di Balai Serindit Gedung Daerah, Kota Pekanbaru, Senin (29/8), seperti yang dikutip dari Antara.

Dia memaparkan, kesimpulan sementara tidak cukupnya bukti 15 perusahaan terlibat Karhutla pada tahun lalu, disebabkan pertama persoalan lahan milik perusahaan tetapi tidak diketahui siapa pelaku pembakar lahan, persoalan kedua lahan terbakar diluar lahan korporasi namun api merambat memasuki kawasan tersebut. Dan persoalan ketiga ketika terjadi sengketa, dimana lahan milik korporasi namun masyarakat tinggal di sana kemudian terjadi kebakaran di titik tersebut.

"Sebenarnya terkait Karhutla ada kasusnya yang sudah diajukan baik itu perorang maupun perusahaan kepada pengadilan dan ada yang diberhentikan," kata dia.

Namun begitu, kata dia, pada prinsipnya dia meminta jajaran Polda Riau untuk mengusut tuntas perusahaan yang terlibat dalam kasus kebakaran lahan.

"Prinsip utama saya sampaikan, kalau betul ada faktor kesengajaan korporasi terlibat, kita tidak akan segan-segan melakukan penegakan hukum," katanya.

Sebelumnya, kebakaran hutan hebat terjadi di Riau pada Juli 2015 lalu. Dalam kebakaran tersebut ditemukan unsur kesengajaan yang akhirnya menyeret 15 perusahaan serta 25 orang ke meja hijau. Namun Polda Riau mengeluarkan SP3 kepada 15 perusahaan tersebut.

Lemahnya Penegakan Hukum Kebakaran Hutan Kembali Marak

Sementara itu, Analisa Peta Kepo Hutan Greenpeace mengungkapkan, banyak kebakaran terjadi di konsesi perkebunan milik industri yang sama dengan kebakaran tahun lalu.  Bencana ini terjadi berulang kali karena perusahaan mengabaikan peringatan  pemerintah sejak November 2015 lalu, untuk segera menyekat kanal-kanal agar gambut kembali basah dan tidak mudah terbakar. Ini adalah salah satu langkah penting pencegahan yang harus dilakukan selama 12 bulan terakhir.

Menurut Yuyun Indradi, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia, seperti yang dikutip dari greenpeace.org. mengatakan,“Seperti jarum jam, kebakaran kembali terjadi. Perusahaan lebih tertarik memamerkan pemadaman dengan bom air, padahal sebenarnya kebakaran tersebut bisa dicegah dengan membasahi kembali gambut yang telah mereka keringkan untuk perkebunan kelapa sawit, kertas dan pulp. Dan justru perusahaan lebih mengutamakan keuntungan daripada kesehatan masyarakat dan lingkungan, dan masih

Polisi dan kuasa hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan punya peta sendiri yang menunjukkan kawasan mana saja yang terjadi kebakaran hutan pada tahun lalu, namun hanya segelintir yang dituntut. Ironisnya, polisi telah menghentikan penyelidikan terhadap 15 perusahaan yang terbakar pada tahun 2015 lalu.

Meskipun 1.296 titik api terpantau dalam kawasan konsesi pada Agustus ini, Kamis (28/8) lalu, Kepolisian RI  hanya menyelidiki 9 perusahaan di Provinsi Riau. Sementara itu, 85 petani telah ditetapkan sebagai tersangka di Riau – mungkin menargetkan petani lebih mudah dibanding perusahaan dan keterkaitannya.

Akses publik terhadap peta yang menunjukkan siapa yang bertanggungjawab atas api yang terpantau di lahannya sangat penting. Greenpeace kecewa terhadap pemerintah yang masih bersikukuh merahasiakan peta konsesi  dalam format shapefile, itulah mengapa Greenpeace saat ini sedang berjuang melawan kebijakan tersebut di Komisi Informasi Publik (KIP). Argumentasi dan kesaksian ahli sudah selesai dan kami berharap ada keputusan bersejarah dalam kasus ini yang akan diambil dalam waktu dekat.

Greenpeace mendukung kuat upaya penegakkan hukum yang dilakukan pemerintah atas PT BMH baru-baru ini, untuk membuat jera perusahaan yang lalai mencegah dan mengatasi  kebakaran di wilayah konsesi tanggungjawabnya.

“Ini merupakan pesan kuat bagi perusahaan-perusahaan yang punya komitmen nol deforestasi seperti APP, APRIL dan perusahaan lainnya untuk melihat risiko kegagalan keberlanjutan terkait dengan kebakaran hutan. Perusahaan pemasok dan anak perusahaan yang tersangkut kasus hukum dan diputuskan bersalah oleh pengadilan harus dikeluarkan dari rantai pasok sampai mereka berubah dan perbaikan terjadi.

  

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home