Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 07:18 WIB | Rabu, 14 Agustus 2013

Kasus Penembakan Polisi: Sistem Keamanan Nasional harus Diperbaiki

Prof. Bambang Widodo Umar. (Foto: istimewa)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pakar Kajian ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, mengatakan bahwa sistem keamanan nasional mesti diperbaiki secara sistemik. Dia mengatakan hal itu kepada satuharapan.com, Selasa (13/8) di Jakarta berkaitan dengan sejumlah kasus penyerangan terhadap anggota polisi.

"Pemerintah harus turun tangan mengorganisisasikan, karena seluruh lembaga-lembaga yang mempunyai fungsi keamanan dikritik. Termasuk lembaga sipil, pemerintahan dalam negeri, ada Satpol PP (Pamong Praja), departemen keuangan, bea cukai, imigrasi, dan lembaga lain yang mempunyai polisi khusus. Hal itu mesti diintegrasikan secara sitemik," kata Bambang Widodo Umar.

Menurut dia, penyerang yang marak terjadi akhir-akhir kepada polisi merupakan puncak dari suatu keadaan yang tidak kondusif dalam konteks keamanan di dalam negeri Indonesia. "Polisi menjadi garda terdepan atau inti di dalam tanggung jawab keamanan di dalam Negeri. Nah, Karena kondisi yang tidak aman ini tentunya menjadikan polisi seperti sebagai lawan, Polisi semacam musuh. Selama ini mereka yang terganggu dalam karyanya, dalam langkah operasinya, sehingga polisi ini mesti dilawan. Ditantang, begitu," kata dia.

Selanjutnya, kata Bambang Widodo Umar, bahwa dia tidak bisa menyebutkan siapa palaku yang menyerang polisi yang marak akhir-akhir ini, seperti peristiwa penembakan ke arah rumah seorang perwira tinggi polisi di Tangerang, pada hari Selasa ini (13/8). Menurut dia, aksi para pelaku secara acak, dapat perorangan maupun kelompok yang terorganisir. 

"ini kelompok-kelompok yang terorganisasi. Ini tidak sendiri, saya kira. Tindakannya perorangan, bisa saja perorangan dan bisa juga mungkin pelakunya dua-tiga orang, tetapi ini terorganisasi. Sebab, kejadiannya itu acak, tidak hanya di satu wilayah di Jakarta tok. Tetapi juga ada beberapa wilayah dan bukan polisi saja. Ada unsur lain yang sebetulnya bisa dianggap sebagai kelompok penegak hukum yang dijadikan sasaran," kata dia.

Selain polisi, ada juga penjaga lapas (lembaga permasyarakatan), yang mungkin dianggap sebagai sasaran utamanya dalam konteks pekerjannya. Jadi, hal ini tidak mungkin dilakukan sendiri. Hal ini dilakukan suatu yang terorganisasi." 

"Mungkin, ini bisa dari kelompok teroris, bisa juga dari kelompok (pelaku) narkotika, bisa juga dari penjahat-penjahat dari perampok-perampok kelas berat atau sumber lain," kata pakar kajian ilmu kepolisian ini memberikan contoh. 

Unsur Melawan

Penyerang yang dilakukan kepada aparat keamanan bukan hanya tindakan kriminal murni, tetapi juga ada unsur melawan aparatur kepolisian sebagai lembaga negara. Untuk itu, dia menyarankan kepada pihak Polisi agar lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas mereka dan mesti bekerja sama dengan unsur-unsur keamanan yang ada di negara ini. 

"Personal polisi perlu ekstra hati-hati. Hal ini adalah peringatan keras. Kalau patroli jangan sendiri, paling tidak  tiga orang. Di sisi lain, polisi harus bekerja sama, harus integrated. Sekarang sudah bekerja sama, tetapi tindakannya masing-masing, sektoral. Hal ini harus diubah," saran profesor untuk personil polisi.

Menurut Bambang, pekerjaan keamanan dalam negeri bukan hanya tanggung jawab polisi, tetapi juga pekerjaan pemerintah untuk melakukan perubahan secara konsepsional dalam mengamankan negeri Indonesia.

"Pemerintah harus memandang perlawanan terhadap polisi ini, menjadi suatu kebijakan untuk mengintegrasikan seluruh unsur-unsur keamanan di dalam suatu pengendalian yang lebih akurat. Jadi tidak bisa hanya polisi sendiri untuk mengamankan di dalam negeri," kata dia menegaskan.

Tindakan Destruktif

Dalam kaitan penanggulangan terorisme, selama ini polisi sangat destruktif, bukan secara hukum. Hal ini berdampak pada ketidakjelasan informasi hukum bagi masyarakat. "Itu mungkin salah satu penyebabnya.Dalam artian, polisi adalah penegak hukum, maka dalam rangka menanggulangi terorisme seharusnya hukumlah yang menjadi patokan."

"Kita sering mendengar teroris ditembak mati. Proses enyelidikan selanjutnya secara hukum tidak muncul. Apakah penembakan itu benar atau tidak? Hal ini menimbulkan efek dendam pada mereka yang dihadapi polisi dengan cara-cara seperti itu."

"Hal ini mungkin tidak hanya pada teroris. Juga para penjahat biasa yang kakinya ditembak. Dan hal ini sudah lama berjalan, berakumulasi."

Senjata Ilegal

Sementara itu, dalam menanggapi peredaran senjata ilegal di Indonesia, perlu dilakukan perubahan sistem pengawasan bukan hanya dilakukan oleh pihak polisi. "Kalau sistemnya tidak diperbaiki, keamanan akan begini terus. Polisi tidak mungkin bisa mengawasi senjata di Indonesia, karena medannya terlalu luas."

Senata jenis airsoft gun sudah ada izinnya untuk minimal kaliber 4,5. Sedangkan kaliber 5,5 tidak diizinkan. Untuk melakukan razia sulit.  Bukan hanya jenis airsoft gun, senjata untukr militer dan polisi juga tidak mudah, karena masukan dari luar negeri secara ilegal di wilayah yang demikian luas.

Menurut dia, kalau Indonesia belum memiliki fungsi keamanan sistemik, ini peringatan bagi pemerintah juga. Kebijakan tentang hal ini harus segera diputuskan secara politis di bawah koordinator menko Polhukam.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home