Loading...
EKONOMI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 11:27 WIB | Senin, 19 Januari 2015

Kecelakaan AirAsia Warga Sekitar Enggan Makan Ikan

Hayati, pedagang ikan di pasar tradisional Kumai. (Foto: wallstreetjournal.com)

PANGKALAN BUN, SATUHARAPAN.COM – Kecelakaan AirAsia QZ8501 yang terjadi pada akhir Desember 2014 lalu ternyata berdampak pada kehidupan pedagang ikan yang berjualan di Pelabuhan Kumai. Sejak saat itu, banyak warga sekitar enggan makan ikan hasil tangkapan di laut Jawa barat daya Pangkalan Bun.

Beberapa warga khawatir ikan-ikan yang ditangkap tersebut sebelumnya telah memakan jenazah penumpang QZ8501 dan di sisi lain mereka berpikir bahwa jenazah sudah mencemari perairan dengan virus dan bakteri.

Para nelayan mengaku tidak pernah mencari ikan hingga ke tempat jatuhnya pesawat tersebut. “Paling tidak 80 kilometer dari jatuhnya pesawat. Lokasinya jauh sekali. Tak ada yang menangkap ikan di sana,” kata nelayan setempat, Muhammad Satar (55) kepada wallstreetjournal.com yang dirilis pada Senin (19/1).

Menurutnya, tidak ada satupun ikan hasil tangkapan mereka yang sempat memakan jenazah penumpang AirAsia QZ8501.

Pedagang Minta Kompensasi AirAsia

Pasar Kumai yang selalu ramai dikunjungi pelanggan setiap harinya kini nyaris kosong. Pedagang pun menyatakan mereka hampir bangkrut.

“Karena (kecelakaan) AirAsia, kami hampir gulung tikar,” kata salah satu pedagang ikan di Pasar Kumai, Isar (40). Dia juga meminta AirAsia untuk membantu para pedagang ikan yang sedang mengalami kesulitan akibat insiden tersebut.

Namun, juru bicara AirAsia yang tidak disebutkan namanya mengaku tidak pernah menerima permintaan kompensasi dari komunitas pedagang ikan dan perusahaan juga tidak berniat untuk menindaklanjuti keluhan para pedagang.

“Kami tidak dipersiapkan untuk menyelidiki apapun yang dimakan oleh ikan,” kata dia.

Kepala unit Identifikasi Korban Bencana (DVI) dr. Anton Castilani  menyatakan tak satu pun dari 51 jenazah yang menunjukkan tanda-tanda habis dimakan ikan. Tapi jika perkaranya adalah ikan sempat menggigiti tubuh mereka, kata Anton, jejaknya bakal sulit ditemukan. Sebab, jenazah telah melalui proses dekomposisi.

Kepala Rumah Sakit Sultan Imanuddin dr. Suyuti Syamsul, menyepakati ketiadaan bukti ikan telah memakan jenazah penumpang. Tapi jikalau terjadi, sahut kepala tim pengurus jenazah QZ8501 itu, masyarakat tak perlu mencemaskan risiko kesehatannya.

“Jika kita memakan ikan-ikan yang sempat memakan jenazah, tak bakal ada risiko kesehatannya,” papar Suyuti. “Alamiah, karena ikan makan dari banyak sumber. Masyarakat tak perlu cemas.”

Nelayan Gratiskan Ikan

Seorang pemilik toko kelontong dekat pasar ikan, Dewi Nur (42) mengaku tidak mau lagi makan ikan karena jijik. Dia bercerita bahwa para pedagang berusaha meyakinkan pelanggannya bahwa ikan mereka layak makan bahkan hingga memberi ikan secara gratis. Namun, dia dan warga sekitar tetap menolak.

“Nelayan sampai menggratiskan ikan. Tapi kami tetap tidak mau mengambilnya,” kata dia.

Hayati (40) yang sudah berjualan ikan selama 20 tahun mengatakan baru kali ini dia melihat banyak pelanggan menolak ikan gratis. Sebelum insiden tersebut dia bisa menjual hingga 50 kg per harinya. Sekarang, dia hanya mampu menjual tiga kilogram per hari. Pendapatannya pun merosot tajam dari Rp 350.000 menjadi kurang dari Rp 35.000.

Jika sudah lebih dari lima hari, maka ikan itu harus digarami agar tetap bisa dijual. Namun, dengan cara tersebut dia harus mengeluarkan biaya lebih banyak lagi dan harga ikan yang telah digarami juga turun.

Pemerintah Berencana Membantu

Bupati Kotawaringin Barat Ujang Iskandar berjanji akan membeli 500 kg ikan dan mengundang pedagang ikan untuk makan siang bersama.

“Masih aman untuk mengonsumsi ikan,” kata dia dalam wawancara.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home