Loading...
SAINS
Penulis: Sabar Subekti 11:19 WIB | Rabu, 19 Oktober 2022

Kemenkes Terbitkan Tata Laksana Penanganan Pasien Gagal Ginjal Akut pada Anak

Ginjal. (Foto ilustrasi: dok. Ist)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Orang tua yang anaknya memiliki gejala gagal ginjal akut seperti diminta lebih waspada dengan aktif memantau tanda bahaya umum serta pemantauan jumlah dan warna urin (pekat atau kecoklatan) di rumah, pastikan anak mendapatkan cairan yang cukup dengan minum air.

''Bila anak mengalami gejala dan tanda disertai dengan volume urine berkurang atau tidak ada urine selama 6-8 jam (saat siang hari), segera bawa anak anda ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut,'' kata Plt. Direktur Pelayanan Kesenatan Rujukan, Kemenkes, dr. Yanti Herman, MH. Kes.

Kementerian Kesehatan melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan telah menerbitkan Tata Laksana dan Managemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada anak di fasilitas pelayanan kesehatan.

Surat Keputusan yang diterbitkan pada tanggal 28 September 2022 tersebut, bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan dini sekaligus sebagai acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan penanganan medis kepada pasien gagal ginjal akut.

''Gagal Ginjal Akut pada Anak ini telah terjadi pada awal tahun 2022, namun baru mengalami peningkatan pada bulan September. Sejumlah antisipasi telah kita lakukan termasuk melakukan fasilitasi dengan menyusun pedoman penatalaksanaan Gagal Ginjal Akut pada Anak,''  kata Yanti Herman.

Pedoman tersebut memuat serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lain dalam melakukan penanganan terhadap pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal sesuai dengan indikasi medis.

Tanda Klinis Gagal Ginjal Akut

Itu dimulai dari diagnosis klinis. Penegakan diagnosis pada anak diawali dengan mengamati gejala dan tanda klinis yang dialami pasien, salah satunya terjadi penurunan jumlah BAK (oliguria) atau tidak ada sama sekali BAK (anuria).

''Penurunan cepat dan tiba-tiba pada fungsi filtrasi/penyaringan ginjal. Biasanya ditandai peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia dan/atau penurunan sampai tidak ada sama sekali produksi urine,'' kata Yanti.

Gagal ginjal akut diketahui menyerang anak dengan di rentang usia enam bulan-18 tahun, paling banyak terjadi pada balita. Dengan gejala awalnya berupa infeksi saluran cerna dan gejala ISPA, gejala khas adalah jumlah air seni yang semakin berkurang bahkan tidak bisa BAK sama sekali. Pada kondisi seperti sudah fase lanjut dan harus segera dibawa ke Faskes seperti RS.

Kemenkes merekomendasikan agar pemeriksaan berlanjut pada fungsi ginjal (turun, kreatinin) di rumah sakit. Kalau fungsi ginjal meningkat, selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis, evaluasi kemungkinan etiologi dan komplikasi.

Jika hasil pemeriksaan menunjukkan positif gagal ginjal akut, selanjutnya pasien akan dilakukan perawatan di ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU) sesuai indikasi.

Selama proses perawatan, Fasyankes akan memberikan obat dan terus memonitoring kondisi pasien yang meliputi volume balance cairan dan diuresis selama perawatan, kesadaran, napas kusmaull, tekanan darah, serta pemeriksaan kreatinin serial per 12 jam.

''Selama proses perawatan pasien gagal ginjal akut akan diberikan Intravena Immunoglobulin (IVIG). Sebelum diberikan, rumah sakit harus mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan,'' kata Yanti.

Kasus Meningkat Sejak Agustus

Menurut laporan IDAI, jumlah kasus gagal ginjal akut pada anak terus meningkat sejak Agustus lalu. Puncaknya terjadi pada September dengan 78 kasus. Meskipun demikian, pihaknya meminta masyarakat untuk tetap tenang, selalu hati-hati dan waspada.

Kemenkes secara aktif terus melakukan pemantauan dan pelacakan kasus di masyarakat guan menemukan kasus gagal ginjal akut sedini mungkin. Salah satunya dengan melaporan penyakit gagal ginjal akut pada anak maupun penyakit menular lainnya melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon Event Baeed Surveillance (SKDREBS)/ Surveilans Berbasis Kejadian (SBK) di https://skdr.surveilans.org dalam waktu kurang dari 24 jam.

Apabila fasyankes tidak memiliki akun SKDR, bisa melaporkan ke Dinkes dengan mengisi Formulir Penyelidikan Epidemologi (PE) yang dapat diunduh di https://skdr/surveilans.org dan mengirimkannya ke PHEOC melalui nomor WhatsApp 087777591097 atau email poskoklb@yahoo.com atau pheoc.indonesia@gmail.com

''Pelaporan ini berlaku untuk semua penyakit yang berpotensi terjadi KLB, kami harapkan Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan terkait bisa melaporkan secepatnya,'' kata Yanti.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home