Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 16:20 WIB | Kamis, 22 Oktober 2015

Kemenkeu: Tren Rupiah Menguat Meskipun Masih Undervalue

Direktur Penyusunan APBN, Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Kunta Nugraha. (Foto: Melki Pangaribuan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Kunta Nugraha memastikan kemungkinan tren rupiah akan terus menguat meskipun secara fundamental nilai tukar rupiah masih undervalue.

“Dalam kondisi saat ini kemungkinan rupiah akan menguat, tapi kita kan harus melihat juga fundamental kita. Secara fundamental nilai tukar rupiah kita masih undervalue, menurut saya itu harusnya akan terus menguat meskipun nanti pas bulan Desember orang pada bayar utang segala macam itu akan sedikit bergerak tapi nanti akan lebih stabil,” kata Kunta Nugraha kepada satuharapan.com, di Jakarta, hari Kamis (22/10).

Sementara itu, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan di pasar uang antarbank di Jakarta, Kamis pagi menguat sebesar 85 poin menjadi Rp 13.638 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp 13.723 per dolar Amerika Serikat.

"Harapan positif bagi pelaku pasar uang terhadap pemerintah yang akan kembali meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid V menjadi salah satu sentimen psitif bagi pasar uang," kata Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova di Jakarta, sebagaimana dikutip Antara.

Ia mengharapkan bahwa paket kebijakan ekonomi jilid V yang akan diluncurkan dapat direspon positif oleh pelaku pasar keuangan di tengah sentimen eksternal yang cenderung belum mendukung penguatan mata uang di negara-negara berkembang, termasuk rupiah.

"Pelaku pasar uang domestik masih dibayangi sentimen eksternal terutama dari rencana bank sentral Amerika Serikat (the Fed) menaikan suku bunga acuannya," katanya.

Menurut dia, penguatan nilai tukar rupiah masih cenderung terbatas menjelang rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada pekan depan mengingat beberapa data ekonomi AS yang telah dirilis menunjukan peningkatan.

Ia menambahkan bahwa kondisi ekonomi Tiongkok yang masih melambat juga mempengaruhi mata uang di kawasan Asia, termasuk rupiah. Melemahnya ekonomi Tiongkok dikhawatirkan mempengaruhi laju perekonomian nasional mengingat Indonesia masih memiliki ketergantungan terhadap hasil komoditas.

Senior Researcher and Analyst Monex Investindo Futures Albertus CK dalam kajiannya mengemukakan bahwa jika mengasumsikan hasil rapat FOMC pada bulan September lalu yang belum menaikan suku bunga, maka terdapat skenario bahwa bank sentral AS masih mempertimbangkan normalisasi kebijakan moneter pada rapat berikutnya.

"Kondisi pasar keuangan saat ini memang masih kurang ideal untuk menaikkan suku bunga dalam rapat FOMC terdekat, namun peluang masih terbuka jika outlook kinerja ekonomi AS tidak mengalami penurunan," katanya.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home