Loading...
RELIGI
Penulis: Sotyati 10:18 WIB | Selasa, 14 Juni 2016

Kiai Hasyim: Tiga Model Pemahaman Islam di Indonesia

KH Hasyim Muzadi. (Foto: Dok satuharapan.com/Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden KH A Hasyim Muzadi melihat, secara garis besar, ada tiga pola pemahaman dan pemikiran Islam di Indonesia.

Pertama, adalah tekstual. Sebuah pemahaman ‘murni’. Agama dipahami dan dikerjakan sesuai bunyi teks secara lafdhiyah/harfiah.

“Paham ini sangat kaku dan tidak mau menerima pengertian yang beda,” kata Kiai Hasyim, pangglian akrabnya, saat menjadi pembicara pada Sarasehan Nasional Direktorat PAI Ditjen Pendis yang dalam kesempatan tersebut mengangkat tema “Potensi Pendidikan Islam Indonesia menjadi Rujukan Pendidikan Moderat Dunia” di  Jakarta, Senin (13/06).

Pola kedua, adalah moderat. Menurut Kiai Hasyim, moderat itu, istilahnya kita yang membuat sendiri, namun ada dasar hukumnya. Model ini mengakomodasi perkembangan keadaan tanpa menggeser prinsip dan miqod-nya. Kita tetap mendirikan salat lima waktu, tapi sisi lain tidak mengobrak-abrik agama lain. Dakwaannya tidak bertentangan, ketika ada perbedaan, semua ditarik ke dakwah. Namun, jika tidak bisa, menurut mantan Ketua Tanfidziyah PBNUitu, ya sudah.

“Nah, model inilah yang dipakai oleh para ulama kita zaman dahulu ketika mengislamkan Nusantara dan mengislamkan orang kafir. Mereka memakai prinsip mu’tadilin, tegak lurus, tapi tidak ekstrem. Kita menyebutnya Hanifiyatus sam-hah. Jadi, tanpa merendahkan agama lain, Islam mampu diterima dengan baik,” Kiai Hasyim menambahkan.

Model ketiga, adalah liberal. Kiai Hasyim memberi pandangan dan ilustrasi, orang Islam yang dalam menjalankan agama, disesuaikan kan dengan keadaan. Jadi, jika model tekstual itu tidak kompromi, jika moderat itu ada kompromi tapi tetap menekankan pada aspek agamanya, maka liberal adalah menekankan pada aspek keadaan nya.

“Jadi, agama yang mengikuti keadaan,” Kiai Hasyim menggambarkan.

Ia menganjurkan, “Jika ingin agama kita sehat, menggunakan pola hanifiyatus sam-hah, yang menyeimbangkan. I’tidal kelurusan dengan prinsip akomodasi selektif.”

Selain itu, dalam paparannya, Kiai Hasyim juga mengulas tentang faktor terjadinya ekstremisme. Ia berpendapat, setidaknya ada dua faktor terjadinya ekstremitas di negeri kita. Pertama, pemahaman terhadap Islam. Kedua, pengaruh pemikiran dari luar Indonesia yang masuk, yang di dalamnya membawa pula sistem politik dari negara asalnya. “Kita sering menyebutnya transnasional,” ucap Kiai Hasyim.

Kiai Hasyim juga membahas beberapa hal yang kini sedang dihadapi Indonesia, seperti korupsi, narkoba, terorisme, sentralisasi, isu PKI, Papua, dan lain sebagainya, termasuk juga makna HAM. (kemenag.go.id)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home