Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 14:25 WIB | Selasa, 25 April 2017

KPK Periksa Anggota DPR Terkait Suap Bakamla

Tersangka kasus suap pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun 2016 Eko Susilo Hadi berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/4). Mantan Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla itu diperiksa sebagai tersangka dalam kasus tersebut. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - KPK memeriksa anggota Komisi I DPR dari fraksi Golkar Fayakhun Andriadi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Fayakhun diketahui sudah tiba di gedung KPK namun tidak berkomentar apapun mengenai pemeriksaannya tersebut.

"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka NH (Nofel Hasan)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (25/4).

Nofel Hasan adalah Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla yang juga berperan sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek pengadaan monitoring satelit di Bakamla pada 2016.

Dalam dakwaan Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, Nofel disebut menerima 104.500 dolar Singapura yang diberikan Fahmi melalui anak buah Fahmi, Adami dan Hardy.

Sebelumnya KPK sudah menetapkan empat orang dalam perkara ini yaitu tersangka penerima suap mantan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) TA 2016 karena diduga menerima suap sebesar 100 ribu dolar Singapura, 88.500 ribu dolar AS, 10 ribu euro, dan tiga tersangka pemberi suap yaitu Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, marketing/opreasional PT Merial Esa Hardy Stefanus dan bagian operasional PT Merial Esa Adami Okta.

Selain Eko dan Novel, suap juga diduga mengalir ke Direktur Data dan Informasi Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp 120 juta sehingga total suap adalah 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu euro dan Rp 120 juta. 

Sedangkan Kabakamla Arie Sudewo dalam dakwaan disebut meminta jatah 7,5 persen dari total anggaran pengadaan proyek "monitoring satellite" (satmon) di Bakamla. 

Permintaan itu disampaikan pada sekitar Oktober 2016 di ruangan Arie yang menyampaikan kepada Eko Susilo Hadi agar meminta jatah 15 persen nilai pengadaan untuk Kabakamla, sedangkan 7,5 persen untuk Bakamla dan akan diberikan dulu sebesar 2 persen.

Adami Okta dan Hardy Stefanus juga memberikan 6 persen dari anggaran awal yaitu Rp 400 miliar sebesar Rp 24 miliar ke Ali Fahmi pada 1 Juli 2016 di hotel Ritz Carlton Kuningan.

Ali Fahmi adalah orang yang menawarkan kepada Fahmi untuk "main proyek" dengan harus mengikuti arahan Ali Fahmi supaya dapat menang dengan memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.

Fahmi Darmawansyah pun pernah menyebutkan berdasarkan keterangan Ali Fahmi kepadanya bahwa uang Rp 24 miliar dari Fahmi Darmawansyah diberikan ke pihak-pihak lain seperti Balitbang PDI Perjuangan Eva Sundari, anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Bertus Merlas, anggota Komisi I DPR RI dari fraksi Partai Golkar Fayakun Andriadi, Bappenas dan Kementerian Keuangan. (Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home