Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 18:55 WIB | Selasa, 03 Mei 2016

KPPOD: Penerapan Tarif CSR 2,5 persen di Karawang Ilegal

Penerapan tarif CSR sebesar 2,5 persen oleh Wakil Bupati Karawang merupakan realisasi janji politik kepala daerah. (Karikaturis: Pramono Pramoedjo)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) memastikan penetapan tarif Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar 2,5 persen dari laba perusahaan di Kabupaten Karawang tidak memiliki dasar hukum atau ilegal.

Hal itu disampaikan Mohamad Yudha Prawira, Peneliti KPPOD dalam konferensi pers "Regulasi Daerah Menghambat Upaya Peningkatan Iklim Investasi" di ruang rapat APINDO, Gedung Permata Kuningan Lantai 10, Setiabudi Kuningan,  Jakarta, hari Selasa (3/5).

“Pertama, Kabupaten Karawang belum memiliki Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati yang mengatur TJSL atau CSR ini. Kedua, tidak ada regulasi nasional yang menentukan tarif CSR sebesar 2,5 persen dari laba perusahaan,” katanya.

Persoalan CSR menjadi perhatian KPPOD karena pelaksanaan CSR di Kabupaten Karawang mendapat banyak kritik dan keberatan sejumlah pihak, terutama para pelaku usaha. Pemicunya, kata dia, adalah sidak Wakil Bupati Karawang, Ahmad Zamakhsyari ke perusahaan-perusahaan setempat untuk memastikan penerapan tarif CSR sebesar 2,5 persen dari laba perusahaan.

KPPOD menilai Wakil Bupati salah menafsirkan (misinterpretasi) regulasi nasional terkait besaran tarif 2,5 persen. Menurutnya, tarif ini memang muncul dalam Permen BUMN No. PER/05/MBU/2007 tahun 2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.

Permen BUMN tersebut kemudian digantikan dengan Permen BUMN Nomor 9 tahun 2015 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara, namun hanya diwajibkan bagi perusahaan BUMN.

“Besaran alokasi anggaran Perusahaan BUMN untuk CSR juga berubah dari 2,5 persen menjadi maksimun empat persen. Selain itu, penerapan tarif CSR sebesar 2,5 persen oleh Wakil Bupati Karawang merupakan realisasi janji politik kepala daerah,” katanya.

Sesuai Kepatutan

Menurut Yudha, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang diperkuat pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2012 secara tegas menyebutkan bahwa besaran dana CSR perusahaan adalah sesuai kepatutan dan kewajaran yang ditetapkan dengan kebijakan perusahaan.

Menurut datanya, Kabupaten Karawang belum memiliki regulasi daerah yang mengatur CSR meskipun pada tahun 2013, Pemda pernah mengatur pengelolaan CSR melalui Surat Keputusan Bupati Karawang No. 658.05/Kep.173-Huk/2013 tentang Tim Roadshow Program CSR Kapubaten.

“Namun program ini tidak berjalan lama. Tahun 2014 Pemda tidak menfasilitasi program CSR lagi. Dampaknya, program-program yang dilaksanakan perusahaan tak sinkron dengan program pemerintah dan hanya terfokus di wilayah sekitar perusahaan saja,” katanya.

Oleh karena itu, KPPOD merekomendasikan kepada pemerintah pusat untuk memonitor dan mengevaluasi secara intensif pelaksanaan CSR di daerah, terutama konsistensi Pemda dalam menjalankan regulasi nasional.

“KPPOD juga merekomendasikan pemberlakuan sistem insentif dan disinsentif kepada Pemda maupun perusahaan,” katanya.

KPPOD juga merekomendasikan kepada Pemda Karawang untuk “merevitalisasi forum koordinasi stakeholders CSR untuk mengoptimalkan pemerataan penerima manfaat CSR.” Pemda Karawang juga diharapkan mensosialisasikan lebih luas program CSR ke berbagai perusahaan.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home