Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 00:00 WIB | Sabtu, 22 Februari 2014

Kuduslah Kamu

Desmond Tutu (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – ”Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, kudus” (Im. 19:2).  Demikianlah Musa memulai uraian panjang lebarnya mengenai peraturan antarmanusia. Bisa disimpulkan: dasar ketaatan terhadap hukum bukanlah hukum itu sendiri, melainkan karena Allah itu kudus. Kekudusan Allah menjadi dasar manusia untuk menaati hukum.

Dasar ketaatan terhadap hukum bukanlah karena takut dihukum. Ketaatan itu merupakan konsekuensi logis dari umat yang telah dikuduskan Allah sendiri. Di sini kekudusan hidup merupakan keniscayaan. Mereka telah dikuduskan! Umat Allah tidak bisa tidak harus kudus karena Tuhan, Allah mereka, kudus.

Dengan kata lain, jika Tuhan itu kudus, masak umatnya kagak? Kalau umat tidak hidup kudus, layakkah mereka disebut umat Allah? Yang juga penting: jika umat tidak menjaga kekudusannya, apakah mereka dapat bersekutu Tuhan yang kudus?

Allah menuntut kekudusan. Ini bukanlah tuntutan yang mengada-ada. Karena Allah ingin bersekutu dengan umat-Nya. Jika umat-Nya hidup cemar, maka persekutuan itu akan putus dengan sendirinya.

Dalam Perjanjian Baru, Yesus, Sang Guru dari Nazaret, juga mengemukakan hal serupa, bahkan menerapkannya lebih jauh ketika bicara soal balas dendam (Mat. 5:38-48). Agaknya, tindakan balas dendam terjadi karena orang tidak mampu berdamai dengan tindakan-tindakan buruk yang pernah dialaminya. Sehingga ketika ada kesempatan, dia merasa perlu membalas orang-orang yang telah menyakiti hatinya.

Kalau sudah begini, menurut Desmond Tutu, prinsip mata ganti mata, dan gigi ganti gigi hanya akan membuat dunia penuh dengan orang buta dan ompong. Balas dendam hanya menjadikan dunia tidak enak didiami. Apa indahnya dunia kalau hanya dihuni oleh orang buta dan ompong?

Dunia akan menjadi makin baik tatkala orang yang pernah dibutakan matanya tidak membalas. Sehingga orang yang melek, yang pernah berbuat kejahatan, dapat menuntun dirinya dengan suka rela. Ini hanya dapat terjadi ketika seseorang berdamai dengan masa lampaunya.

Dan alasan Sang Guru sungguh logis. ”Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian.” (Mat. 5:46). Alasan lainnya: ”Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Mat. 5:48).

Allah menuntut kesempurnaan!

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home