Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 12:40 WIB | Rabu, 19 November 2014

Langgar UU Ebola, Paman Presiden Sierra Leone Dihukum

President Sierra Leone Ernest Bai koroma, menghukum pamannya yang melanggar UU ebola. (Foto: thenewsnigeria.com.ng)

FREETOWN, SATUHARAPAN.COM - Presiden Sierra Leone menangguhkan jabatan pamannya sebagai kepala suku, karena melanggar undang-undang yang dirancang untuk mencegah penyebaran virus ebola, menurut pernyataan sejumlah pejabat pada Selasa (18/11).

Amadu Kamara, kepala Desa Yeli Sanda, dituduh merahasiakan penguburan korban keganasan ebola yang semestinya dilaporkan pihak keluarga kepada pihak berwenang.

Dewan Distrik Bombali mengatakan, Presiden Ernest Bai Koroma menjatuhkan hukuman, penangguhan jabatan tanpa batas waktu dan denda 500 ribu leone (setara Rp 1,4 juta).

Koroma juga mendenda saudara laki-laki dan bibinya atas keterlibatan mereka dalam menutup-nutupi penguburan tersebut.

Sebagian besar dari enam juta penduduk Sierra Leone tinggal di pedesaan, dan kehidupan mereka diatur oleh kepala suku yang mengurus pajak, mempekerjakan polisi lokal, dan memutuskan siapa yang berhak atas kepemilikan tanah.

WHO Berharap Ebola Turun Tajam di Awal 2015

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (18/11), berharap jumlah kasus ebola akan mulai turun tajam pada awal tahun depan, sembari menekankan perlunya meningkatkan uji diagnostik cepat untuk fase akhir.

“Dalam waktu empat hingga enam bulan dari sekarang, kasus ini dapat menurun tajam dan kami akan mencoba menemukan kasus yang paling terakhir,” kata Pierre Formenty, pakar ebola dari WHO, kepada wartawan di Jenewa.

Badan Kesehatan PBB itu beranggapan, dengan upaya internasional yang intens dan berkelanjutan, wabah yang menewaskan hampir 5.200 orang itu, yang hampir semuanya berada di Afrika Barat, dapat mulai menurun pada bulan-bulan pertama 2015.

“Kami tidak mengatakan itu sudah selesai,” kata Formenty, namun dia mengungkapkan harapannya bahwa pada Maret, ketiga negara yang dilanda wabah virus mematikan itu Guinea, Liberia, dan Sierra Leone, masing-masing hanya akan ada lima hingga 10 kasus saja per pekan.

“Ketika wabah mulai menurun, akan ada kebutuhan untuk melakukan jauh lebih banyak tes diagnostik, untuk memastikan bahwa kami tidak melewatkan kasus,” katanya.

Masalahnya tes yang ada saat ini rumit, lambat dan kompleks, menurut pengakuan WHO. Hal itu menunjukkan mereka memerlukan keamanan biologis tingkat tinggi di laboratorium, dan staf yang ahli dalam menggunakan mesin canggih.

Tes standar tersebut mencakup tes reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR), melibatkan prosedur panjang dan melelahkan. (AFP/Ant) 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home