Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 16:26 WIB | Rabu, 14 Januari 2015

LBH Jakarta Mendesak Calon Kapolri Mundur

Komisaris Jenderal Polisi (Komjen) Budi Gunawan saat memberikan pernyataan usai menggelar pertemuan dari rombongan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di kediamannya Jalan Duren Tiga Barat VI, Jakarta Selatan, Selasa (13/1) sebagai salah satu uji kelayakan dalam pencalonan kandidat sebagai Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) yang telah diajukan namanya oleh Presiden Joko Widodo. Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka terkait dalam kasus dugaan rekening gendut. (Foto: Dok.satuharapan.com/Dedy Istanto).

JAKARTA, SATUHARAPAN, COM – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Komjen polisi Budi Gunawan untuk mengundurkan diri dari pencalonan tunggal dirinya sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) oleh Presiden Joko Widodo sembari mendorong Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menghentikan uji kelayakan dan kepatutan terhadap yang bersangkutan.

Presiden Joko Widodo juga agar menarik kembali surat pemberhentian dan pengangkatan Kapolri yang telah disampaikan ke DPR. Hal ini sangat mendesak mengingat calon tunggal Kapolri ini diduga keras melakukan serangkaian tindak pidana korupsi berdasarkan bukti permulaan yang cukup oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Status Komjen. (Pol.) Budi Gunawan memang masih sebagai tersangka. Namun, sebagai petinggi Polri sebaiknya ia dengan lapang dada dan kesadaran penuh mengundurkan diri dari proses pencalonan sebelum semuanya bertambah rumit,” kata Direktur LBH Febi Yonesta dalam rilisnya pada satuharapan.com, di Jakarta, Rabu (14/1).

Pasalnya, hingga rilis ini dibuat belum ada keterangan resmi dari Presiden maupun DPR apakah akan menolak atau tetap meneruskan rangkaian tes untuk Budi Gunawan.

“Sebaiknya Budi Gunawan berkonsentrasi mempersiapkan pembelaan terhadap proses hukum yang akan dihadapinya karena KPK tidak pernah sembarangan dalam menetapkan status seseorang sebagai tersangka,” kata dia.

“Penetapan status tersangka ini sebetulnya merupakan buah dari keengganan Presiden Joko Widodo untuk meminta masukan kepada rakyat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Direktorat Jenderal Pajak, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) secara terbuka tentang siapa Jenderal yang pantas menjadi bos Korps Bhayangkara,” tambah Febi.

“Kini terbukti bahwa mengganti pimpinan tertinggi "Trunojoyo" secara terburu-buru dan memilih calon penggantinya berdasarkan preferensi politik semata hanya akan menggerus harapan publik akan perubahan mendasar dalam hal pemberantasan korupsi, perubahan kultur kepolisian,juga tindakan kriminalisasi terhadap rakyat kecil yang terus terjadi,” kata dia.

Tentang pemberantasan korupsi, lihat saja bagaimana Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas), Irjend. (Pol.) Joko Susilo, atau Labora Sitorus yang berpangkat Ajun Inspektur Satu (Aiptu) sama-sama dihukum 15 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Keduanya polisi aktif yang melakukan tindakan memperkaya diri dengan berbagai cara: patgulipat simulator, pembalakan hutan, penimbunan BBM, dan pencucian uang. Dibutuhkan Kapolri yang cemerlang dari segi rekam jejak dan mulia dari sisi moral, bukan penegak hukum yang memiliki masalah hukum.

LBH Jakarta juga menilai kultur polisi juga masih militeristik dengan menggunakan pendekatan kekerasan, dan jauh dari masyarakat. Namun, dalam menghadapi kasus intoleransi seperti kasus penyerangan umat Ahmadiyah oleh kelompok intoleran di Cikeusik, polisi cenderung melakukan pembiaran.

Belum lagi soal kriminalisasi terhadap rakyat kecil. Dalam kasus yang ditangani oleh LBH Jakarta misalnya, enam orang, beberapa diantaranya masih anak-anak diajukan ke muka pengadilan tanpa ada satupun bukti yang sah secara hukum dengan cara rekayasa kasus dan disertai tindakan penyiksaan untuk kemudian dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Menanggapi hal ini, DPR sudah seharusnya menggunakan kewenangannya untuk menghentikan proses uji kepatutan dan kelayakan yang sedang bergulir untuk kemudian menolak pencalonan tunggal Komjen. (Pol.) Budi Gunawan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Presiden Jokowi kemudian menarik kembali usulannya, dan mengajukan kembali permintaan persetujuan pemberhentian Kapolri pada masa persidangan DPR berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan ayat (2).

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home