Loading...
INDONESIA
Penulis: Ignatius Dwiana 20:53 WIB | Jumat, 09 Agustus 2013

Masyarakat Adat Nawir Papua Menggugat Pelanggaran Atas Hak Ulayat Mereka

Peta Papua. (Foto Papua Web)

NAWIR PAPUA, SATUHARAPAN.COM – Masyarakat adat pemilik hak ulayat yang tinggal di kampung Bagaraga, Wardik, Tokas di wilayah Distrik Wayer dan Distrik Moswaren memiliki tanah adat yang berlokasi di Nawir dan sekitarnya terancam. Karena tanah adatnya menjadi areal konsesi PT Bangun Kayu Irian (PTBKI) sesuai SK Menteri Kehutanan Nomor : 01/KPTS-II/1993  tertanggal  4 Januari 1993 dengan areal konsesi seluas 299 ribu ha selama 20 tahun. Keterangan ini disampaikan dalam gugatan tujuh marga pemilik tanah adat, yaitu Marga Saman, Marga Yaru Homer, Marga Homer, Marga Tigori, Marga Smur, Marga Fna dan Marga Wato.

Ketujuh marga itu menyatakan bahwa PTBKI telah melakukan aktivitas penebangan dan pengangkutan kayu di wilayah adat kami Nawir selama 20 tahun, dari 1993 hingga 2013.  Masyarakat adat pemilik hak ulayat dirugikan dan dilanggar hak-hak asasinya sebagai pemilik hak ulayat. Sejak beroperasinya perusahan PT Bangun Kayu Irian di wilayah Nawir, masyarakat adat pemilik hak ulayat juga sering kali mendapat ancaman, teror, intimidasi dari aparat keamanan yang bertugas menjaga perusahan.

Masyarakat adat pemilik hak ulayat bahwa menyebutkan tempat lokasi pemakaman mereka digusur.

Disebutkan pula banyak kerusakan alam di lokasi penebangan kayu. Kerusakan alam itu antara lain, penggusuran dusun sagu di Nawir; tanaman lokal dari pelbagai  jenis dan umur  turut tergusur dan musnah  seperti pohon cempedak, rambutan, dan lain-lain; hutan dan tanah keramat digusur; bekas tanah garapan atau bekas kebun masyarakat pemilik hak ulayat digusur; pengambilan material seperti pasir dan kayu mating dengan semena-mena tanpa persetujuan masyarakat pemilik hak ulayat; sungai-sungai kecil  atau kali yang berada di hutan tempat penebangan rusak , tercemar, dan bahkan ada yang ditutup; ribuan kayu terlantar dan belum terkelola masih tertumpuk sia-sia di tengah hutan sehingga semakin lapuk atau hancur; tumbang dan rusaknya pelbagai pohon alam di wilayah penebangan.

Masyarakat adat pemilik hak ulayat menuntut PTBKI menyelesaikan kewajibanya terhadap tuntutan masyarakat pemilik hak ulayat. Tuntutan tersebut antara lain ganti rugi hak ulayat untuk setiap kubikasi dan setiap kayu log yang ditebang dan dikapalkan keluar dari areal penebangan sejak tahun 1993-1997 dan 2008-2013; ganti rugi tumbuhan dan tanaman yang rusak dan mati di hutan  adat, hutan keramat, mata air-mata air,  yang disebabkan pembelakan liar sejak tahun 1993-1997 dan 2008-2013;  pembayaran biaya pembinaan Bina Desa Hutan yaitu pembangunan sarana dan prasarana sosial bagi masyarakat setempat, Perusahaan diminta untuk membiayai kegiatan pembuatan tempat persemaian tanaman industri (TPTI ) sesuai program Bina Desa Hutan yang diajukan  oleh masyarakat pemilik hak ulayat atas nama Joel Saman’ pembayaran kesepakatan kompensasi hak ulayat yang ditandatangani 03 Nopember 2008 pihak perusahan dan pihak masyarakat serta di ketahui oleh kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sorong Selatan; dan ganti rugi atas meninggalnya Yoram Saman akibat urusan tuntutan ganti rugi hak ulayat kepada PT BKI.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home