Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 06:38 WIB | Senin, 13 Juli 2015

Masyarakat Lokal Kambing Hitam Terbakarnya Hutan

Ilustrasi. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya (tiga kiri) bersama Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya (dua kanan), Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Tri Budiarto (kiri) dan Kapolda Kalbar Brigjen Pol Arief Sulistyanto (tiga kanan), sesaat sebelum terbang, di Bandara Supadio, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, Jumat (10/7). Dalam kunjungan kerja ke Kalbar, Siti Nurbaya melakukan pantauan udara untuk melihat titik api (hotspot) dari kebakaran hutan gambut yang terjadi di sejumlah kabupaten di Kalbar. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga Swadaya Masyarakat yang konsentrasi utamanya adalah isu lingkungan, Sawit Watch, menyatakan masyarakat lokal kerap kali menjadi kambing hitam atas kasus terbakarnya hutan di berbagai daerah di Indonesia. 

"Hal ini sangat disayangkan, karena fenomena tahunan ini terjadi secara sistematis. Masyarakat lokal kerap menjadi kambing hitam," kata Kepala Departemen Sosial dan Inisiasi kebijakan Sawit Watch Harizajudin di Jakarta, hari Minggu (12/7) petang.

Hal tersebut dikatakan Harizajudin dalam acara diskusi `Kebakaran Hutan Indonesia, Siapa yang Melanggengkan?` di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat.

Lebih lanjut, Harizajudin mengatakan menjadikan masyarakat lokal sebagai pihak yang bersalah atas kebakaran hutan cenderung dilakukan oleh oknum aparat keamanan.

Hal tersebut berbeda dengan persepsi umum di tengah masyarakat yang beranggapan bahwa kebakaran hutan terjadi dengan begitu saja tanpa adanya campur tangan manusia.

"Padahal hutan terbakar untuk memenuhi kebutuhan `aktor-aktor besar`. Sudah saatnya masyarakat luas mengetahui alasan yang sebenarnya," ujar dia.

Harizajudin menjelaskan sedikitnya ada enam alasan mengapa kebakaran hutan dan lahan di Indonesia langgeng serta terus-menerus terjadi, di antaranya pertama adalah perizinan bagi perkebunan kelapa sawit dan usaha lainnya.

"Terutama di setiap ekosistem gambut," kata dia.

Kedua, penegakan hukum yang belum optimal, ketiga, saling lempar tanggung jawab akibat adanya celah pada hukum. Keempat, untuk ekspansi perkebunan kelapa sawit yang seakan terjadi pembiaran.

"Akibatnya orang-orang tertarik untuk melakukan ekspansi `bisnisnya`," ujar dia.

Kelima, adanya ketimpangan penguasaan lahan di wilayah-wilayah kebakaran hutan dan lahan, Keenam, sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang terus berjalan.

"Akibatnya kebakaran hutan dan lahan juga terus berjalan karena sertifkasinya juga terus berjalan tanpa ada analisis mendalam," katanya.

Harizajudin menambahkan seharusnya tekanan dari masyarakat bisa mendorong pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan memberantas `aktor besar` terutama yang dari luar negeri.

Sehingga dengan tindakan itu posisi Indonesia juga bisa ditempatkan pada posisi yang seharusnya diambil dalam menghadapi tuduhan dan tuntutan untuk bertanggung jawab atas kebakaran hutan.

"Jangan seperti di Riau beberapa waktu lalu yang melepaskan `aktor besar` dibalik kasus it dengan alasan dia orang asing sehingga tidak bisa dihukum, ini mengkhawatirkan," tuturnya. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home