Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 11:19 WIB | Sabtu, 29 April 2017

Mengalami Kebangkitan Tuhan

Gajah mati meninggalkan gading.
Menuju Emaus (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Kisah Emaus ditutup dengan catatan: ”Lalu kedua orang itu pun menceriterakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti.” (Luk. 24:35).

Mereka mengenal Sang Guru bukan saat Dia berbicara penuh semangat, tetapi ketika memecah-mecahkan roti. Pada titik ini menggemalah kembali peribahasa: ”Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama.” Peribahasa itu bermakna bahwa seseorang terutama diingat jasa-jasanya atau kesalahan-kesalahannya. Perbuatannya ini—baik maupun buruk—akan tetap dikenal meskipun dia telah meninggal.

Manusia dikenali bukan dari berapa banyak omongnya, tetapi apa yang diperbuatnya. Tak heran, dalam Kitab-kitab Injil, para penulis memang memperlihatkan dengan jelas apa yang dilakukan Yesus, yang berpuncak pada kematian dan kebangkitan-Nya! Yang dicatat lebih banyak karya Yesus ketimbang perkataan-Nya.

Apa itu artinya bagi kita? Tak ada jalan lain, pengikut Kristus harus meneladani Sang Guru. Kata-kata tentu penting, tetapi apa artinya sekumpulan kata tanpa perbuatan. Itu sama halnya dengan tong kosong nyaring bunyinya.

 

Apa yang Harus Kami Perbuat?

Itulah yang ditegaskan Petrus dalam khotbahnya di Hari Pentakosta: ”Jadi, seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus.” (Kis. 2:36). Itulah kesimpulan Petrus setelah dia bicara panjang lebar siapa Yesus itu.

Menarik diperhatikan, khotbah Petrus begitu runut, jelas, dan lugas, sehingga para pendengarnya langsung bertanya dengan tulus kepada Petrus dan rasul-rasul yang lain, ”Apa yang harus kami perbuat, Saudara-saudara?"

Ini salah satu contoh dari khotbah yang baik. Khotbah yang baik tak hanya memuaskan intelektual atau perasaan, melainkan menggerakkan para pendengarnya untuk berubah. Hati dan otak yang berkobar-kobar mendorong mulut untuk bertanya, ”Apa yang harus kami perbuat?

Petrus tidak menyia-nyiakan kesempatan emas itu. Dengan tegas, dia menjawab, ”Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia, yaitu Roh Kudus. Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita.” (lih. Kis. 2:38-39). Dan Lukas mencatat: ”Orang-orang yang menerima perkataannya itu dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.” (Kis. 2:41). Dan semuanya itu berawal dari penjelasan Petrus.

Mengapa? Karena Petrus sungguh mengalami kebangkitan Tuhan. Dia tidak hanya menyaksikan Yesus yang bangkit dengan mata kepala sendiri, tetapi dia juga merasakan bagaimana Yesus memulihkan dirinya.

Dia yang awalnya mungkin tak lagi dianggap para murid lagi, karena peristiwa penyangkalan di halaman rumah Imam Besar, akhirnya dipulihkan Yesus di tepi danau Galilea. Petrus mengalami kebangkitan Tuhan. Sekali lagi, tak sekadar kebangkitan, tetapi Petrus sungguh-sungguh mengalami kebangkitan Tuhan dalam hidupnya.

Itulah sebabnya, Petrus sungguh-sungguh mampu menjadi saksi yang efektif. Khotbahnya begitu menggerakkan hati pendengarnya karena dia telah mengalami sendiri kebangkitan Tuhan dalam hidupnya.

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home