Mengintip Ili Pika, Kelinci Langka di Tiongkok
XINJIANG, SATUHARAPAN.COM – Pengguna media sosial Tiongkok ramai membicarakan Ili Pika, mamalia sejenis kelinci yang sangat langka.
Kelucuan hewan tersebut mendadak kondang setelah National Geographic menampilkan foto-fotonya. Potret binatang itu sontak beredar di internet.
Ili Pika sejatinya sudah dikenal lebih dari 30 tahun oleh Li Weidong, 60. Pensiunan konservasionis itu melakukan misinya untuk mendokumentasikan dan melindungi binatang yang terancam punah.
Seperti yang dilansir dari bbc.com pada Jumat (27/3), dengan jumlah kurang dari 1.000 ekor, populasi mereka lebih langka dari panda.
"Saya telah mendaki gunung selama empat jam dan sedang mengatur napas ketika tiba-tiba saya melihat bayangan makhluk kecil sedang berjalan."
"Saya duduk di samping bebatuan, dan tiba-tiba dua telinga kelinci muncul dari celah salah satu batu. Hewan kecil itu menatapku, berkedip padaku. Saya pikir itu adalah makhluk yang paling indah dan aneh yang pernah saya lihat. Saya tidak percaya dengan mata saya," kata Li mengenang pengalaman pertamanya berjumpa Ili Pika.
Pada saat itu Li bekerja untuk pencegahan penyakit, bukan untuk menemukan spesies baru.
Ada berbagai macam pika, mamalia sejenis dengan kaki pendek dan telinga bulat. Tapi tidak seperti pika lainnya, yang Li lihat memiliki tiga garis-garis cokelat berbeda di dahi dan di lehernya.
Setelah tiga tahun penelitian, Li dan timnya menamai makhluk kecil itu dengan sebutan Ili Pika, sesuai dengan nama tempat di mana hewan itu ditemukan, yaitu Distrik Ili di ujung barat Provinsi Xinjiang, Tiongkok.
Bahaya Baru
Secara illmiah binatang ini dikenal dengan nama Ochotona iliensis. Dia hidup di lubang-lubang antara batu karang pada ketinggian 2.800 meter sampai 4.000 meter. Mereka terbiasa hidup di dataran tinggi yang sangat dingin dan memakan tumbuh-tumbuhan yang ditemukan di Pegunungan Tian Shan.
Setelah penemuan itu, Li dan rekan konservasionis lainnya memutuskan untuk mengambil langkah-langkah untuk melindungi pika. Tapi mereka tidak ingin publikasi.
Mereka pikir lebih baik meninggalkan pika sendirian di habitat alami mereka.
Setelah menjadi mangsa rubah, musang dan burung, kini Ili Pika menghadapi bahaya baru.
Dalam 30 tahun terakhir, habitat mereka telah menyusut 71%, kata Li. Hal ini sebagian diakibatkan oleh perubahan iklim dan sebagian lagi karena daerah penggembalaan mereka telah diambil alih oleh pertumbuhan populasi manusia di bagian bawah gunung.
"Semua Ili Pika hidup di puncak gunung yang terisolasi, sehingga habitatnya sangat terfragmentasi," jelas Li. "Kehilangan bahkan satu merugikan untuk seluruh kelompok."
Li melihat pika misterius beberapa kali termasuk pada 1990. Tapi kemudian ia tidak melihat lagi selama 24 tahun.
"Banyak orang menulis kepada saya mengatakan mereka ingin membantu saya melindungi pika," katanya. "Tapi semakin diperhatikan berarti semakin berbahaya untuk mereka. Ili Pika adalah spesies kuno, yang sudah ada selama beberapa dekade. Kita tidak bisa membiarkan mereka menghilang di depan mata kita."
Editor : Bayu Probo
Pancasila Jadi Penengah Konflik Intoleransi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Leonard Chrysostomos Epafras ...