Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 19:20 WIB | Senin, 21 November 2016

Menjawab dengan Persaudaraan

SATUHARAPAN.COM-Situasi di Indonesia belakangan ini perlu disikapi dengan cara-cara yang lebih membangun, dan bukan justru tindakan yang berakibat destruktif. Klaim-klaim yang diungkapkan ke publik dalam dinamikan belakangan mungkin dikemas sebagai ‘’demi Indonesia’’, namun banyak kenyataan yang justru mengarah pada melemahkan dan merusak Indonesia.

Hal-hal seperti itu misalnya muncul melalui beredarnya ajakan untuk menarik uang tunai secara masif yang seolah-olah itu akan menjadi cara yang efektif untuk mengatasi berbagai masalah sosial yang dihadapi Indonesia. Padahal jika hal itu terjadi, yang paling menderita akibatnya adalah rakyat pada lapisan di bawah.

Bukan saja karena mereka mungkin tidak memiliki dana yang bisa ditarik secara tunai, rantai akibat yang ditimbulkannya, akan mempengaruhi harga dan ketersediaan kebutuhan pokok yang  makin sulit mereka dapatkan, yang akan menjadi situasi sangat sulit bagi rakyat lapisan bawah. Jadi haruslah kita bertanya: kepentingan siapakan ini?

Dalam kasus yang melibatkan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, di mana proses hukum sedang berjalan. Namun proses pemilihan kepala daerah di ibu kota ini dihadang oleh tindakan yang tidak proporsional, dengan penolakan-penolakan kandidat yang sebenarnya melanggar hukum. Kita harus bertanya: kepentingan apakah di balik masalah ini?

Respons yang muncul terhadap situasi kebangsaan kita belakangan ini cenderung mengarah kepada segregasi dengan menyebarkan narasi kebencian, memprovokasi kekerasan, dan mempertajam prasangka-prasangka buruk. Hal itu sering tidak mempunyai argumentasi yang layak, bahkan tidak ditemukan dasar pemikiran demi kepemtingan bangsa dan negara, sebagaimana diwacanakan.

Ketika tantangan kehidupan global makin keras, respons yang kita kembangkan untuk menanggapinya lebih kepada respons yang negatif yang sangat tidak mungkin diharapkan akan memperi dampak perbaikan, pemulihan, apalagi penyembuhan. Sebab, respons yang cenderung negatif itu akan memberikan akibat yang negatif pula, bahkan lebih berat.

Kerja Sama dan Persatuan

Bangsa kita memang menghadapi berbagai masalah dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan, misalnya yang berkaitan dengan penegakkan keadilan, peningkatan kesejahteraan, mengatasi kesenjangan dan memperkuat persatuan, serta peningkatan kualitas pendidikan. Mengatasi masalah tersebut membutuhkan sumber daya yang besar, yang hanya akan ada ketika kerja sama dan persatuan terjadi.

Narasi kebencian dan segregasi, akan melumpuhkan konsolidasi sumber daya dan energi, yang membuat berbagai masalah sosial yang kita hadapai menjadi terlihat sebagai ‘’tak terselesaikan.’’ Sayangnya, berbagai pihak sekarang membawa masalah ini ke publik dengan narasi politik yang cenderung mengeraskan pemisahan, ketimbang mempererat persatuan dan mengembangkan kemampuan bekerja sama.

Politik identitas yang berkembang dipromosikan melalui kebencian, dan terus melumpuhkan kemampuan kita dalam kemampuan bekerja sama untuk menghadapi masalah sosial. Narasi politik yang dikembangkan ini adalah ‘’hipnotis’’ yang bahaya, karena gagasan naif  mengatasi masalah sosial, tanpa persatuan dan kerja sama.

Bahkan ini bisa merupakan mimpi naif dari situasi frustasi, ketika mengimajikan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih sejahtera dan adil dilakukan dengan narasi kebencian dan pemisahan yang berkembang pada tindakan-tindakan yang memarjinalkan kelompok lain.

Persaudaraan

Bangsa Indonesia harus memiliki kesadaran bahwa kemajuan dengan keadilan dan kesejahteraan membutuhkan persatuan untuk mewujudkannya. Energi yang dimiliki terkonsentrasi untuk membangun, bukan merusak. Hal itu hanya akan terjadi dengan akomodasi dan koeksistensi satu sama lain dalam keluarga bangsa.   

Dan persatuan itu, hanya akan terwujud jika setiap unsur memiliki kemampuan bekerja sama, hal yang hanya akan terwujud jika relasinya tidak diwarnai oleh kebencian dan prasangka buruk. Dan kerja sama tidak akan terwujud tanpa persaudaraan.

Oleh karena itu, dalam situasi yang sulit belakangan ini, kita harus sadar bahwa ini sangat mungkin sebagai permainan perang proksi yang hanya menempatkan kelompok-kelompok dalam bangsa kita sebagai petarung hingga kita tumbang. Dan pemenang dari situasi seperti ini tidak akan memperoleh kebanggan, bahkan sebaliknya: memalukan. Jadi, kita membutuhkan sikap yang tegas untuk merespons situasi sekarang dengan memperkuat persaudaraan sebagai bangsa.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home