Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yustinus Yuniarto 00:00 WIB | Kamis, 21 November 2013

Mental Lampu Merah

Di Perempatan Lampu Merah (foto: ymindrasmoro)

SATUHARAPAN.COM – Seorang pengamat dan pegiat antikorupsi dengan mengejutkan pernah mengeluarkan pernyataan bahwa hampir seluruh kepala daerah di Indonesia korupsi. Saya sempat marah dan tersinggung dengan pernyataannya. Saya mengganggap, masih banyak manusia Indonesia yang jujur dan tanpa pamrih bekerja bagi masyarakat. Namun, keseharian saya di jalanan membuat saya ragu. Saya menyebutnya sebagai mental lampu merah. Ada apa di lampu merah?

Lampu merah sebenarnya adalah lampu lalu lintas yang terdiri atas tiga warna yaitu merah, kuning dan hijau. Merah berarti berhenti, kuning berarti siap-siap, dan hijau berarti boleh jalan. Sejatinya demikian yang seharusnya terjadi. Namun, tidak di jalanan Jakarta.

Ketika lampu berwarna merah justru sangat terlihat mental oportunis di sana. Entah motor ataupun mobil tidak serta merta berhenti. Ketika sepi kebanyakan akan tancap gas. Ketika ramai di seberang sana, mereka berhenti sejenak, kemudian akan tancap gas begitu sepi. Padahal lampu masih merah.

Mental semacam itu tidak mengenal jenis kelamin, usia, dan profesi. Bahkan yang tadinya sudah berhenti dengan tertib pun akan mengambil kesempatan juga ketika melihat kendaraan di sekelilingnya berjalan. Apalagi ketika tidak ada polisi lalu lintas di sana.

Apakah mental lampu merah itu menggambarkan manusia Indonesia yang oportunis pada umumnya? Apa pun warna lampu lalu lintasnya ketika ada kesempatan langsung ”sikat”. Nah, jika di ruang publik yang jelas terlihat saja masih bermental oportunis seperti itu, bagaimana dengan jabatan dan kedudukan yang merupakan ruang privat—tak ada mata yang melihat? 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home