Loading...
RELIGI
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 00:38 WIB | Kamis, 06 Agustus 2015

Muktamar Jombang Terberat Pascareformasi

Pengamat NU Abdul Fatah (kiri) bersama Muktamirin asal Sumatera Utara Bekti Nasution (kedua kiri) dan Amran Saleh Siregar memberikan penjelasan kepada wartawan di Jombang, Jawa Timur, Senin (3/8). Dalam keterangannya mereka membantah politik uang pada Muktamar NU ke-33. (Foto: Antara)

JOMBANG, SATUHARAPAN.COM - Pemerhati Nahdlatul Ulama Aan Anshori menilai Muktamar yang ke-33 NU di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, sebagai muktamar yang terberat pascareformasi sebab di dalamnya ada berbagai kejadian yang menimbulkan pertentangan.

"Ini muktamar yang paling berat pascareformasi. Ada silang soal muktamar ini dan memang ada keinginan dari banyak kelompok yang ingin memaksakan Ahwa (ahlul halli wal aqdi)," kata Aan dikonfirmasi di Jombang, Rabu (5/8) malam.

Ia mengatakan, terdapat kelompok yang ingin memaksakan model pemilihan Ahwa. Seharusnya dengan model itu mensyaratkan adanya perubahan dalam AD/ART organisasi.

Menurut dia, hal inilah yang memicu terjadinya perbedaan pendapat. Persoalan ini semakin berlarut bahkan menimbulkan pertentangan di muktamar. Di satu pihak menginginkan agar muktamar sesuai dengan AD/ART, sementara di pihak lain ingin Ahwa diterapkan.

Dalam forum, keputusan Ahwa ternyata dilakukan. Dengan ini, kelompok yang merasa dipecundangi karena Ahwa tetap digunakan, merapatkan barisan, sehingga perlawanan semakin mengeras. Bahkan, sampai muncul isu jika ada muktamar tandingan.

Menurut Aan, dengan adanya keputusan Ahwa, ini dianggap manipulatif. Hal itu disebabkan, bahwa sistem Ahwa harusnya terlebih dahulu mengubah AD/ART, tapi nyatanya ada kesan dipaksakan, sehingga situasi memanas.  

Ia prihatin jika adanya masalah ini menjadi pemicu keretakan di tubuh NU sendiri. Dengan adanya masalah tersebut, justru NU yang akan dirugikan. Di tubuh PBNU sendiri akan disibukan dengan berbagai macam masalah konsolidasi internal, padahal banyak pekerjaan yang harus dilakukan selain masalah internal. 

Menurut dia, sejumlah tokoh yang namanya santer dibicarakan dalam pemilihan baik jajaran Rais Am serta tanfidziah, serta sembilan tokoh yang sudah terpilih dalam Ahwa harus melakukan pertemuan. Hal itu dilakukan guna mencari jalan keluar terbaik.

Sejumlah nama itu, kata dia, seperti Gus Mus (KH Mustofa Bisri), KH Hasyim Muzadi, Gus Sholah (KH Shalahudin Wahid), KH Said Aqil Siradj, serta As`ad Said Ali untuk bertemu. 

"Mereka harus bertemu dan mencari format seperti apa agar NU terhindar dari perpecahan. Jadi, saya kira kuncinya orang-orang ini bertemu, duduk, direkam, mencari solusi bersama karena ini pasti merembet," katanya.

Ketua Jaringan Alumni Santri Jombang (JAS Ijo) ini pun yakin, dengan adanya komunikasi yang lebih baik, ke depan NU akan terhindar dari perpecahan umat. Warga nahdliyin pun akan tenang, karena ada keputusan terbaik dari pertemuan bersama yang dilakukan tersebut.

Selain itu, ia juga yakin dengan pertemuan itu akan mempersempit ruang gerak bagi penunggang gelap yang sengaja memperkeruh suasana. Mereka adalah orang-orang yang ingin memanfaatkan NU untuk kepentingannya sendiri.

Sementara itu, saat ini proses pemilihan masih berlangsung. Rais Aam PBNU telah diputuskan. KH Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus kembali ditetapkan menjadi Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama untuk periode 2015-2020. Pada penetapan itu disebutkan bahwa Gus Mus sebagai Rais Aam PBNU didampingi KH Makruf Amin sebagai Wakil Rais Aam. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home