Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 21:33 WIB | Rabu, 27 November 2013

Pahlawan TB Simatupang Penyusun Sapta Marga dan Sumpah Prajurit TNI

Pahlawan TB Simatupang Penyusun Sapta Marga dan Sumpah Prajurit TNI
(kiri-kanan) Narasumber diskusi Yudi Latif, moderator Prof. Dr. Imam Prasodjo, dan Andreas A Yewangoe. (Foto-foto: Melki Pangaribuan)
Pahlawan TB Simatupang Penyusun Sapta Marga dan Sumpah Prajurit TNI
Moderator diskusi malam itu, Prof. Dr. Imam Prasodjo.
Pahlawan TB Simatupang Penyusun Sapta Marga dan Sumpah Prajurit TNI
Ketua Harian Pusat Studi Pancasila dari Universitas Pancasila, Yudi Latif.
Pahlawan TB Simatupang Penyusun Sapta Marga dan Sumpah Prajurit TNI
Ketua Umum PGI, Andreas A Yewangoe.
Pahlawan TB Simatupang Penyusun Sapta Marga dan Sumpah Prajurit TNI
Putra TB Simatupang ikut mengklarifikasi sejumlah pernyataan mewakili pihak keluarga.
Pahlawan TB Simatupang Penyusun Sapta Marga dan Sumpah Prajurit TNI
Peserta diskusi menyimak pemaparan narasumber malam itu.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pahlawan Nasional, Tahi Bonar Simatupang bukan sekedar nama jalan di Jakarta, tetapi dia memiliki kontribusi besar pada bangsa Indonesia. Salah satunya, dia berperan besar dalam pembangunan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sejak masih berstatus Tentara Keamanan Rakyat. Dialah pencetus Sapta Marga dan Sumpah Prajurit TNI.

Pernyataan itu terungkap dalam diskusi dan sharing bertajuk "Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila di Era Reformasi" pada rangkaian acara malam ibadah syukur penganugerahan gelar Pahlawan Nasional TB Simatupang di Auditorium Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), pada Selasa (26/11) di Jakarta.

Ketua Harian Pusat Studi Pancasila dari Universitas Pancasila, Yudi Latif menilai, para pendiri bangsa, termasuk dalam hal ini TB Simatupang, mewariskan semangat, alasan, dan tujuan perjuangan kebangsaan sedemikian terang dan luhur kepada generasi berikutnya.

“Kehilangan tersebar dari bangsa ini bukanlah kemerosotan pertumbuhan ekonomi atau pemimpin, melainkan kehilangan karakter dan harga diri, karena diabaikannya semangat besar kehidupan bernegara,” ungkap Yudi Latif, yang membawakan tema “Membutuhkan Etika Pancasila dalam Penyelenggaraan Negara”. 

Menurut Yudi Latif, nilai-nilai Pancasila itu belum sepenuhnya terbumikan dalam kenyataan, terutama karena krisis keteladanan para penyelenggara negara.

“Membumikan Pancasila sebagai pantulan cita-cita dan kehendak bersama, mengharuskan Pancasila hidup dalam realita, tak hanya jadi retorika atau verbalisme di pentas politik,” kata Ketua Harian Pusat Studi Pancasila itu.

Pak Sim adalah Pemikir yang Handal

Ketua Umum PGI, Andreas A Yewangoe berpendapat bahwa Pahlawan Nasional yang diakrab Pak Sim ini adalah seorang pemikir yang handal dan negosiator, dan diplomat yang baik.

“Kehandalan pemikirannya tidak saja terlihat dalam bidang militer, melainkan juga dalam bidang kemasyarakatan dan kegerejaan (teologi). Dalam Konferensi Meja Bundar (KMB), beliau bersama dengan Dr. J. Leimena menjadi penasihat militer bagi delegasi Indonesia,” ungkap Andreas Yewangoe yang memaparkan tema “TB Simatupang dan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila”.

Ketua Umum PGI itu juga mengatakan, ada empat kata kunci yang dikemukan TB Simatupang semasa hidupnya, yakni realisme, harapan, keprihatinan, dan tekad.

“Dengan realisme kita mencatat secara obyektif keadaan kita sekarang ini dalam pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa; dengan harapan kita memproyeksikan perkembangan dan pertumbuhan dalam pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dari keadaan sekarang ini dalam rangka pembangunan nasionalsebagai pengalaman Pancasila menuju tinggal landas,” kata Andreas Yewangoe.

“Dengan keprihatinan kita menggambarkan apa yang tidak kita kehendaki dalam mengamalkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam pembangunan nasional; dengan tekad kita mewujudkan apa yang kita harapkan sambil menghindarkan apa yang kita pikirkan,” ungkap Ketua Umum PGI itu.

Menurut Andreas Yewangoe, alasan mengapa Pancasila dalam hal ini sila Ketuhanan Yang maha Esa diangkat dalam rangka pembangunan nasional menuju tinggal landas, karena dianggap adanya kecenderungan di tempat-tempat lain yang suka disalahartikan.

“Bagi Pak Sim, ini tidak boleh terjadi. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana terumus dalam Pancasila adalah sesuatu yang unik, yang harus dipahami dengan latar belakang perkembangan selama pergerakan kemerdekaan Indonesia. Nilai-nilai dan cita-cita keagamaan yang tersebar sangat luas diangkat di dalam masyarakat,” kata Pendeta Yewangoe.

“Dalam pandangan Pak Sim, Sila Ketuhan Yang Maha Esa tidak boleh difahami lepas dari sila-sila lainnya,” kata dia mengingat pengabdian TB Simatupang yang terlibat aktif dalam Dewan Gereja-gereja Indonesia, Seasia hingga Sedunia.

Gelar Pahlawan Nasional

Selain diskusi, panitia juga menyelenggarakan ibadah syukur. Acara malam itu diselenggarakan atas kerja sama Keluarga TB Simatupang dengan Yayasan Del, Oikoumene-PGI, dan Universitas Kristen Indonesia. Hadir malam itu Kepala Staff Angkatan Darat Jenderal TNI Budiman, Pdt Dr SAE Nababan, Pdt Septemy Lakawa dan sejumlah tamu undangan yang cukup antusias mengikuti acara tersebut.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Jumat sore (8/11), menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada tiga tokoh pejuang Indonesia, yaitu Dr. Radjiman Wedyodiningrat, Lambertus Nicodemus Palar, dan Letjen (Purn). TB Simatupang. Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional diterima oleh wakil dari keluarga masing-masing pejuang di Istana Negara, Jakarta.

Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional yang dilakukan sebagai rangkaian kegiatan menyambut Hari Pahlawan ini, didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 68/TK/Tahun 2013 yang ditandatangani oleh Presiden SBY pada 6 November. 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home