Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 08:11 WIB | Kamis, 20 Juni 2013

Pemerintah Makin Tidak Peka

Warga Muslim Ahmadiyah, tujuh tahun mengungsi di negeri sendiri, dan kehilangan hak-hak mereka. (Foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Indonesia semakin tidak peka pada masalah-masalah kenegaraan yang  serius yang dihadapi masyarakat. Alih-alih mengambil tindakan yang tegas dan mendasar, justru lebih rajin beretorika. Situasi ini mencerminkan kecerobohan yang bisa memperbesar bahaya bagi bangsa dan negara.

Dua hal saja sebagai contoh yang dengan gamblang mempertontonkan hal tersebut, yaitu soal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan penanganan para pengungsi di dalam negeri akibat tindakan kelompok yang melawan konstitusi.

Soal BBM, pemerintah tidak peka, bukan hanya pada masalah menaikkan harga, tetapi karena membiarkan terus terjadi pengerukan dana subsidi oleh yang tidak berhak, bahkan penyelundupan dan penimbunan BBM terus terjadi.

Ironisnya, hal ini justru dijadikan argumentasi untuk menaikkan harga BBM dan dengan pilon disuarakan dengan lantang dalam iklan dan isi pesan singkat di telepon seluler yang dikirimkan kepada masyarakat. Sementara masalah ini merupakan tanggung jawab pemerintah untuk mengatasinya dan diabaikan.

Lebih pilon lagi, partai pemerintah di DPR justru menuduh yang menolak menaikkan harga BBM sebagai pro penyelundupan. Sementara dalam Anggaran Pendaparan dan Belanja Negara yang diubah itu, diselundupkan pasal tentang dana untuk kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo yang seharusnya menjadi tanggung jawab swasta. Ini cara berpikir yang luar biasa naif.

Dalam situasi itu, rakyat tengah menghadapi peningakatan kebutuhan untuk pendidikan dan menyambut bulan Puasa. Sementara harga baru BBM belum diumumkan dan diterapkan, harga berbagai kebutuhan telah beranjak naik. Dan semua itu disebutkan dalam label "demi rakyat."

Soal Hak Konstitusional Warga Negara

Tentang para pengungsi domestik. Hal ini adalah ironi di mana warga bangsa mengungsi di negeri sendiri akibat tindakan kelompok orang yang melawan konstitusi. Pemerintah diam, bahkan mengkriminalkan mereka yang memperjuangkan hak.

Di Mataram warga Muslim Ahmadiyah telah tujuh tahun mengungsi di negeri sendiri. Mereka (sekitar 30 keluarga), dan warga Muslim Ahmadiyah lainnya di berbagai daerah bahkan dirampas hak-haknya dengan tidak bisa memperoleh kartu tanda penduduk, dan akta kelahiran, serta status hukum perkawinan.

Wraga Muslim Syiah di Sampang, Madura telah dua tahun mengungsi di negeri sendiri dan hari ini oleh aparat kepolisian dan pemerintah daerah dipaksa untuk meninggalkan lokasi, namun tidak jelas mereka akan ditempatkan di mana.

Berbagai rumah ibadah dari kelompok minoritas sekarang ini disegel. Yang sudah mendapatkan izin pun tetap tidak bisa digunakan. Keputusan hukum tertinggi yang telah didapat tidak dilaksanakan, bahkan dianggap tidak ada.

Lalu, apa makna kata-kata yang diucapkan Presiden Suslilo Bambang Yudhoyono pada 30 Mei ketika menerima penghargaan sebagai  “negarawan dunia” seperi berikut ini: “... Kami tidak akan mentolerir tindakan kekerasan apapun yang dilakukan kelompok manapun  atas nama agama. Kami tidak akan membiarkan setiap penodaan setiap tempat ibadah dari agama apapun untuk alasan apapun. Kami akan selalu melindungi kelompok minoritas dan memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang mengalami diskriminasi. Kami akan memastikan bahwa mereka yang melanggar hak orang lain akan menghadapi kekuatan keadilan.”

Sampai hari ini, kata-kata itu tanpa makna, bahkan oleh yang mengucapkannya sendiri. Sebab, hari Rabu kemarin Masjid milik Muslim Ahmadiyah di Sawangan, Depok kembali disegel, warga Muslim Syiah di Sampang akan dipaksa pergi dari pengungsian tanpa kejelasan. Sementara itu, beberapa waktu lalu ada kelompok yang ingin menyingkirkan dasar negara Pancasila pun tidak disikapi.

Sekarang semua terarah pada pemerintah, khususnya Presiden untuk mengambil tanggung jawab, terutama pada kata-katanya sendiri. Kenegarawanan teruji di sini atau memang benar pernyataan banyak pihak bahwa kepemimpinan negeri ini lembek. Atau bahkan lebih dari itu.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home