Loading...
SAINS
Penulis: Sabar Subekti 13:09 WIB | Minggu, 26 November 2023

Penyalahgunaan Antibiotik Kurangi Kemanjurannya, Infeksi Makin Sulit Diobati

Diperkirakan dapat menyebabkan kematian hingga 10 juta pada tahun 2050.
Survei penyalahgunaan antibiotik tersebut dilakukan di 14 negara, sebagian besar di Eropa Timur dan Asia Tengah. (Foto: dok. AFP)

KOPENHAGEN, SATUHARAPAN.COM-Penyalahgunaan antibiotik berdampak mengurangi kemanjurannya dan melahirkan bakteri resisten yang dapat menyebabkan 10 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2050, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan pada hari Kamis (23/11).

Cabang WHO di Eropa melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa antibiotik diresepkan untuk penyakit-penyakit seperti flu biasa (24 persen kasus), gejala mirip flu (16 persen), sakit tenggorokan (21 persen) dan batuk (18 persen).

Survei tersebut dilakukan di 14 negara, sebagian besar di Eropa Timur dan Asia Tengah.

“Meskipun AMR (resistensi antimikroba) adalah fenomena alami, perkembangan dan penyebaran bakteri super dipercepat oleh penyalahgunaan antimikroba, sehingga infeksi menjadi lebih sulit untuk diobati secara efektif,” kata sebuah pernyataan.

Wilayah WHO di Eropa terdiri dari 53 negara, termasuk beberapa di Asia Tengah.

“Semua negara di kawasan kita mempunyai peraturan untuk melindungi antibiotik yang berharga dari penyalahgunaan. Penegakan peraturan ini akan menyelesaikan sebagian besar penyalahgunaan antibiotik,” kata Robb Butler, direktur Divisi Penyakit Menular WHO Eropa, dalam sebuah pernyataan.

WHO memperingatkan bahwa tanpa intervensi segera, resistensi terhadap antimikroba, termasuk antibiotic, dapat menyebabkan hingga 10 juta kematian setiap tahunnya pada tahun 2050.

Laporan tersebut menyebutkan resep yang salah sebagai “penyebab kekhawatiran,” dan menambahkan bahwa di 14 negara, sepertiga dari sekitar 8.200 orang yang disurvei telah menggunakan antibiotik tanpa resep medis.

Di beberapa negara, lebih dari 40 persen antibiotik digunakan tanpa nasihat medis.

Sebaliknya, survei serupa yang dilakukan di Uni Eropa pada tahun 2022 menunjukkan hanya delapan persen responden yang mengonsumsi antibiotik tanpa resep.

WHO juga mencatat bahwa terdapat kesenjangan besar dalam pengetahuan masyarakat tentang antibiotik, yang berarti mereka bisa saja mengonsumsi antibiotik untuk alasan yang salah tanpa menyadarinya.

“Penelitian ini jelas menunjukkan perlunya pendidikan dan peningkatan kesadaran,” kata Butler. (AFP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home