Loading...
RELIGI
Penulis: Martahan Lumban Gaol 13:22 WIB | Jumat, 10 Oktober 2014

Permintaan Maaf Masjid kepada Gereja Tuai Simpati Media Sosial

Peserta salat Idul Adha di Masjid Agung Malang meluber sampai di depan Gereja GPIB Immanuel. (Foto: Suara Surabaya)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gelombang simpati mengalir dari ribuan pengguna media sosial menanggapi berita permintaan maaf pemimpin sebuah masjid kepada salah satu gereja di Kota Malang, lantaran kegiatan salat Idul Adha yang digelar, Minggu (5/10) lalu, menyebabkan kebaktian gereja tertunda.

Dalam sebuah berita di situs BBC, simpati pengguna sosial media tersebut muncul setelah stasiun radio Suara Surabaya memuat berita mengenai hal tersebut di halaman Facebook, Twitter, dan portal resminya, Minggu (5/10) lalu.

Dua rumah ibadah tersebut ialah Masjid Agung, yang merupakan masjid berukuran besar dan tertua di Kota Malang, dan Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat (GPIB) Immanuel yang juga salah satu gereja tertua di kota penghasil buah apel itu.

Seperti salat Idul Fitri atau Idul Adha tahun-tahun sebelumnya, jumlah peserta ibadah dapat mencapai 35.000 orang, hingga meluber sampai ke depan GPIB Immanuel yang berjarak sekitar 200 meter.

Akibatnya, jika waktu ibadahnya digelar secara bersamaan, salah satu pihak harus menunda acara ibadahnya, terutama pihak gereja.

Simpati tersebut ditunjukkan lebih dari 34.000 pengguna Facebook dengan menyatakan like (suka) dan men-share (membagikan) sebanyak 2.776 orang, hingga Kamis (9/10) malam.

Berita yang menampilkan aktivitas salat Idul Adha dengan latar gereja tersebut pun mendapat lebih dari 2.000 komentar, sebagian besar menyatakan simpati atas sikap toleransi pemimpin dua tempat ibadah tersebut.

Beberapa dari mereka mengatakan toleransi seperti yang diberitakan itu telah dipraktikkan di daerahnya, namun masih ada yang berharap hal tersebut bisa dicontoh di wilayah Indonesia lain.

"Indahnya kebersamaan, bisa saling mengerti dan memahami walaupun berbeda agama," tulis seorang pengguna Facebook.

"Terima kasih teman-teman, Kristen...," ucap pengguna Facebook lainnya.

Meski begitu, berita tersebut tidak lepas dari komentar yang antipasti atau bernada sinis, walaupun jumlahnya hanya sedikit.

Alasan Minta Maaf

Ketua takmir Masjid Agung Zainuddin Muchit mengucapkan terima kasih dan meminta maaf pada pihak gereja yang jadwal kebaktiannya tertunda. Menurut dia, permintaan maaf itu telah disampaikannya ke hadapan jemaat salat Idul Adha, pada Minggu (5/10).

Menurut Muchit, permintaan maaf kepada jemaat gereja itu harus disampaikan, karena dia membayangkan penundaan itu akan menganggu jadwal ibadah jemaat gereja tersebut.

"Biasanya kebaktian jam enam dan tujuh pagi, tapi kemarin, Minggu (5/10) harus ditunda jadi pukul 09.00, padahal mungkin setelah ibadah mereka ada acara atau janji dengan orang lain," Muchit menjelaskan.

Sementara itu, pendeta GPIB Immanuel Emmawati Balue mengatakan pihaknya sejak awal sudah mengetahui jadwal ibadah mereka akan berbarengan.

"Jadi otomatis ibadah pagi waktunya disesuaikan lagi. Kami sebelumnya sudah beritahu umat (adanya penundaan dan alasannya)," kata Emmawati.

Lebih Seratus Tahun

Sebagai tetangga, menurut Zainuddin dan Emmawati, sikap tenggang rasa dan saling menghormati seperti itu sudah dilakukan sejak lama dan tidak pernah menjadi masalah.

"Kami itu bertetangga sudah lebih dari seratus tahun," kata Muchit.

"Dalam ajaran Islam, walaupun ada perbedaan agama, tetangga itu harus dihormati," sosok yang telah aktif di masjid itu sejak tahun 1980-an itu menambahkan.

Sementara, Emmawati mengatakan mereka selama ini selalu berhubungan baik dengan pemimpin masjid tersebut.

"Karena kami menyadari, ibarat rumah, kami bertetangga bersebelahan rumah," ujar sosok lulusan Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta (1993) itu.

"Buat saya, itulah kebahagiaan yang bisa kita bagi sebagai sesama anak bangsa," dia menambahkan.

Karena itu, lanjut Emmawati, apabila pihak GPIB Immanuel menggelar ibadah yang dihadiri jemaat dengan jumlah besar, mereka dapat memarkir mobil atau motor hingga di sekitar Masjid Agung.

"Juga menjelang perayaan Natal, teman-teman pengurus masjid, atau remaja masjidnya, ikut menjaga keamanan gereja," kata dia.

Wartawan Pelapor

Sikap saling menghormati yang ditunjukkan pemimpin dua rumah ibadah itu tidak akan banyak diketahui orang apabila tidak ada wartawan yang memberitakan dan membagikannya di media sosial.

Restu Indah adalah penyiar dan wartawan radio Suara Surabaya yang mendengarkan langsung permintaan maaf sang takmir masjid.

Restu yang saat itu sedang libur, kemudian memutuskan melaporkan dan menuliskannya di media sosial, karena menganggap peristiwa itu penting.

"Saya ingin menyampaikan ini karena momentum yang luar biasa buat umat Islam dan toleransi yang besar dari umat Nasrani," kata Restu.

Menurut dia, sikap yang ditunjukkan dua pemimpin rumah ibadah itu sangat tepat momentumnya, ketika muncul aksi kekerasan sebuah kelompok yang mengatasnamakan agama di Jakarta.

"Saat ada ramai-ramai di Jakarta, di suatu kota kecil (Malang), ada informasi yang menyejukkan buat warga Indonesia yang heterogen secara agama," kata dia.

"Artinya, Indonesia itu tidak ada apa-apa (konflik mengatasnamakan agama), tapi kadang-kadang kita terprovokasi. Padahal kita sebetulnya damai-damai saja," sosok yang besar di kota Malang itu menambahkan.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home