Loading...
SAINS
Penulis: Reporter Satuharapan 09:17 WIB | Jumat, 23 Desember 2016

Perubahan Iklim Ancam Bangladesh Tenggelam

Perubahan iklim menyebabkan peningkatan erosi Sungai Yamuna di Distrik Bogra, Bangladesh, mengancam kehidupan 20 juta warga. (Foto: commons.wikimedia.org)

SATUHARAPAN.COM – Bangladesh, negara dengan sebagian wilayah dataran berada pada posisi kurang dari 10 meter di atas permukaan laut, merupakan salah satu negara Asia yang paling berisiko atas perubahan iklim. Tinjauan Satoru Aoyama dari NHK World menyebutkan setiap tahun ada sekitar 50.000 orang di negara itu yang kehilangan rumah akibat peningkatan permukaan air.

Pemanasan global mengancam dataran dan kehidupan orang di Bangladesh. Para ahli mengatakan, mengingat es di Pegunungan Himalaya meleleh akibat pemanasan global, air dalam jumlah yang banyak mengalir ke bawah menuju sungai sehingga tinggi permukaan air melonjak tajam.

Ancaman nyata atas perubahan iklim terutama dihadapi Desa Singpur yang terletak di sepanjang sungai di wilayah timur Bangladesh dan berjarak hampir 200 kilometer dari laut. Selama lima tahun terakhir, seperti diberitakan nhk.or.jp,  dataran seluas sekitar 200 meter persegi dari tepi sungai terkikis. Lebih dari 100 rumah dan lahan tersapu, memaksa 2.000 penduduk desa meninggalkan daerah tersebut.

Satu sekolah dirubuhkan setelah permukaan air sungai mengikis fondasi bangunan menyebabkan bangunan miring. Kepala desa Abdur Rauf mengkhawatirkan jika tidak ada langkah penanggulangan tidak akan ada satu pun orang yang bisa tinggal di desa tersebut. Ia mengatakan desa tersebut mungkin akan lenyap dalam satu dekade, 10 tahun, mendatang.

Peningkatan permukaan laut, gelombang tinggi, dan banjir yang disebabkan oleh badai siklon semakin memperburuk keadaan. Pemerintah Bangladesh berkejaran dengan waktu untuk membangun tanggul dan pusat evakuasi, tetapi langkah tersebut lamban berjalan akibat kekurangan dana. Beberapa kajian menyebutkan sekitar 18 persen wilayah dataran Bangladesh akan hilang dalam tingkatan seperti sekarang.

Para pengungsi berbondong-bondong menuju ibu kota Dhaka. Kebanyakan harus tinggal di kawasan kumuh. Salah satunya, seorang pria berusia 40 tahun yang sebelumnya bekerja sebagai nelayan di kota pesisir pantai selatan Bhola. Namun, setelah banjir menyapu rumahnya untuk kedua kali, ia menjual jaring nelayannya dan pindah ke Dhaka tahun lalu. Pria itu mengatakan, ia menjalani kehidupan yang sulit di kawasan kumuh, tetapi tidak bisa kembali ke kampung halaman karena rumah atau lahannya sudah tidak ada lagi.

Semakin banyak orang di seluruh dunia yang harus menghadapi kenyataan perubahan iklim yang keras. Perlu lebih banyak tindakan yang harus dilakukan guna membantu orang-orang untuk mempertahankan lahan, rumah dan pekerjaan mereka. (nhk.or.jp)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home