Loading...
EKONOMI
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 20:13 WIB | Selasa, 01 September 2015

Perwakilan Buruh Apresiasi Pemerintah Meski Kecewa

Sejumlah buruh yang tergabung dari berbagai serikat buruh se Jawa Timur berunjuk rasa di depan Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (1/9). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah agar menaikan standar upah buruh dan memperbaiki mekanisme BPJS serta mewajibkan pekerja asing yang bekerja di Indonesia bisa berbahasa Indonesia. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengapresiasi pemerintah yang telah menemui perwakilan buruh pada aksi 1 September, meskipun merasa kecewa dengan hasil pertemuan tersebut karena tidak menjawab tuntutan buruh.

"Kami mengapresiasi kehadiran Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek. Namun, mereka tidak menjawab tuntutan buruh sama sekali," kata Said Iqbal di Jakarta, hari Selasa (1/9).

Iqbal mengatakan apresiasi diberikan kepada pemerintah karena selama ini buruh sulit untuk bertemu dengan pejabat yang bisa mengambil keputusan. Setiap kali aksi, buruh hanya ditemui staf yang tidak terlibat dalam pengambilan keputusan.

Namun, penjelasan-penjelasan yang diberikan Menkopolkam, Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Kesehatan tidak memuaskan, bahkan mengecewakan Iqbal.

"Pemerintah terlalu percaya diri berlebihan bahwa kondisi ekonomi akan membaik, tetapi tidak memberikan jawaban langkah-langkah apa yang akan dilakukan terkait pelemahan rupiah dan pelambatan ekonomi yang saat ini sedang terjadi," tuturnya.

Iqbal mencontohkan tuntutan buruh yang menolak pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan pelemahan rupiah dan pelambatan ekonomi. 

Menurut dia, pemerintah tidak menjelaskan apa yang akan dilakukan untuk mengantisipasi PHK massal yang berpotensi terjadi.

"Kami berharap pemerintah menyatakan akan memberikan insentif bagi dunia usaha supaya tidak terlalu terdampak pelemahan rupiah dan pelambatan ekonomi supaya tidak mem-PHK pekerja, atau langkah konkret lainnya. Ternyata tidak ada penjelasan sama sekali," katanya.

Selain itu, ketiga menteri yang menemui perwakilan buruh juga tidak ada yang menjawab sama sekali tuntutan buruh lainnya, seperti perbaikan kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan menghapus sistem INA CBGs.

"Menkes hanya menyatakan akan memperbaiki dalam waktu tiga tahun ke depan, tetapi tidak menjelaskan langkah-langkah apa saja yang akan diambil," tuturnya.

Ribuan massa buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia (GBI) melakukan aksi di depan Istana Merdeka, Jakarta pada Selasa.

Massa buruh tersebut berasal dari tiga konfederasi serikat buruh, yaitu KSPI pimpinan Said Iqbal, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Andi Gani dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) pimpinan Mudhofir.

Mereka "mengepung" Istana Presiden untuk menyuarakan 10 tuntutan, salah satunya adalah penurunan harga barang pokok dan bahan bakar minyak (BBM).

Buruh juga menolak ancaman pemutusan hubungan kerja dengan alasan pelemahan nilai rupiah dan perlambatan ekonomi serta masuknya tenaga kerja asing dan menolak kebijakan penghapusan kewajiban berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing.

Untuk upah 2016, buruh menuntut kenaikan minimal 22 persen dari upah tahun sebelumnya untuk menjaga daya beli. Selain itu, buruh juga menolak keras Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan yang hanya berbasis inflasi plus dan pendapatan domestik bruto.

Buruh juga menuntut kebutuhan hidup layak yang menjadi dasar penetapan upah minimum direvisi dari 60 butir menjadi 84 butir.

Buruh juga menuntut revisi Jaminan Pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Buruh menuntut manfaat pensiun yang sama dengan pegawai negeri sipil, bukan Rp 300.000 per bulan.

Terkait kinerja BPJS Kesehatan, buruh mendesak badan tersebut memperbaiki pelayanan dan menghapus sistem INA CBGs dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2014 yang membuat tarif untuk rumah sakit menjadi murah.

Buruh menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan mendesak pemerintah menambah anggaran untuk penerima bantuan iuran (PBI) menjadi Rp 30 triliun.

Buruh juga mendesak agar pengadilan hubungan industrial (PHI) dibubarkan dengan merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Selama PHI dipandang hanya menjadi kuburan bagi buruh.

Terkait kecelakaan kerja yang terjadi di PT Mandom Indonesia, buruh mendesak pimpinan perusahaan tersebut dihukum karena telah lalai sehingga menyebabkan 27 orang meninggal dan 31 lainnya terancam PHK. 

Selain itu, kriminalisasi terhadap aktivis buruh juga kerap terjadi, di mana banyak aktivis buruh yang dipenjarakan, satu sisi ketika perusahaan salah, dari pihak kepolisian lambat sekali menindaknya.

Buruh juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengganti Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri karena selama ini tidak bertindak apa pun dalam setiap kasus yang melibatkan buruh.

Terakhir, hapuskan perbudakan modern dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Bila tuntutan diabaikan maka KSPI akan melakukan aksi mogok basional di seluruh Indonesia.

Aksi buruh serentak pada 1 September 2015 dilakukan di 20 provinsi seperti di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Lampung, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, dan lain-lain.

Di luar DKI Jakarta, aksi dipusatkan di kantor gubernur masing-masing daerah. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home