Loading...
SAINS
Penulis: Dedy Istanto 21:46 WIB | Rabu, 10 Juli 2013

Petisi Untuk Pengelolaan Laut Indonesia Dengan Mengedepankan Nilai Kearifan Lokal

Petisi Untuk Pengelolaan Laut Indonesia Dengan Mengedepankan Nilai Kearifan Lokal
Teripang salah satu sumber daya alam laut yang ada di Indonesia (Foto-foto : Dedy Istanto).
Petisi Untuk Pengelolaan Laut Indonesia Dengan Mengedepankan Nilai Kearifan Lokal
Masyarakat di Pulau Aceh menyebutnya mata kerbau yang menjadi salah satu sumber daya alam laut bagi nelayan.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) membuat petisi bersama Lestarikan Laut dengan Kearifan Lokal, Bukan Hutang atau Bantuan Asing terkait dengan pengelolaan sumber daya laut. KIARA mencatat setidaknya Sasi di Maluku, Bapongka di Sulawesi Tengah, Awig-awig di Bali dan Nusa Tenggara Barat, serta Ola Nua di Nusa Tenggara Timur merupakan kawasan yang tersebar di wilayah pulau-pulau kecil di Indonesia yang menerapkan pengelolaan secara adat sejak abad ke-16. Pengelolaan sumber daya laut dilakukan secara swadaya dan partisipatif aktif oleh anggota masyarakat tanpa melalui bantuan asing apalagi hutang.

Pusat data dan informasi KIARA Juni 2013 mencatat proyek konservasi yang dilangsungkan di laut Indonesia didanai oleh asing diantaranya, periode 2004-2011 Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu karang (COREMAP II) mencapai lebih dari Rp 1,3 Triliun yang sebagian besar bersumber dari hutang luar negeri Bank Dunia (World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui lembaganya USAID memberikan bantuan hibah kepada Indonesia sebesar USD 23 juta. Rencananya dana tersebut diberikan dalam jangka waktu empat tahun yang terdiri dari kawasan konservasi sebesar USD 6 juta dan penguatan industrialisasi perikanan sebesar USD 17 juta.

Dalam perjalanannya program konservasi terumbu karang justru gagal dan tidak efektif serta telah terjadi kebocoran dana berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2013. Terbukti gagal dalam pelaksanaan rencana tersebut melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan malah akan diteruskan dengan proyek COREMAP III periode 2014-2019 dengan menambah hutang konservasi sebesar US$ 80 juta dari Bank Dunia dan ADB.

Hal ini memicu konflik horisontal karena mengenyampingkan partisipasi masyarakat nelayan tradisional serta masyarakat adat. Kearifan lokal yang sudah dijalankan dari turun temurun seakan terkubur dengan membuat skema serta praktek perluasan kawasan konservasi perairan sekitar 20 juta hektar pada tahun 2020 nantinya.

Melihat hal seperti itu KIARA membuat petisi bersama untuk mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar mengedepankan dan memastikan pengelolaan sumber daya laut berdasarkan kearifan lokal yang sudah dilakoni masyarakat adat dan nelayan tradisional di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Selain itu mengevaluasi proyek konservasi laut yang terbukti membebani keuangan Negara dan mengebiri hak masyarakat adat dan masyarakat nelayan tradisional dan menghentikan skema pembiayaan konservasi laut berbasis hutang.

(sumber : www.kiara.or.id)

 

 

 

 

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home