Loading...
INDONESIA
Penulis: Wim Goissler 09:48 WIB | Kamis, 07 September 2017

Redam Isu Merdeka, RI Undang Sekjen PIF ke Papua

Redam Isu Merdeka, RI Undang Sekjen PIF ke Papua
Dari kiri: Nicholas Messet, Dame Meg Taylor, Dirjen Asia Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Desra Percaya, dan Albert Yoku saat bertemu di Apia, Samoa, di sela-sela KTT Pacific Islands Forum. (Foto: Ist)
Redam Isu Merdeka, RI Undang Sekjen PIF ke Papua
Sejumlah warga Samoa yang bersimpati pada aspirasi Papua merdeka melakukan unjuk rasa di Apia, Samoa, di arena KTT Pacific Islands Forum pada 6 September 2017 (Foto:radionz.co.nz)

APIA, SAMOA, SATUHARAPAN.COM - Di tengah desakan kelompok-kelompok pro referendum Papua agar isu itu masuk dalam agenda pembicaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pacific Islands Forum (PIF) ke-48 di Apia, Samoa, Indonesia diketahui telah menyampaikan undangan kepada Sekretaris Jenderal PIF, Dame Meg Taylor, untuk berkunjung ke Papua memantau pelaksanaan Pilkada.

Sekjen PIF juga dikatakan menyambut baik undangan pemerintah RI untuk menghadiri konferensi tahunan Bali Democracy Forum pada bulan Desember mendatang.

Satuharapan mendapatkan informasi ini dari Matius Murib, Direktur Eksekutif PAK-HAM Papua, hari ini (07/09) melalui komunikasi selular. Matius Murib mendapat keterangan itu dari dua tokoh Papua pro NKRI yang juga hadir di Apia, yaitu Albert Yoku dan Nick Messet. Keduanya adalah pemimpin Melanesi Indonesia (Melindo), sebuah organisasi yang mendeklarasikan diri mewakili warga Melanesia di lima provinsi di Indonesia. Mereka di sana bersama delegasi Indonesia yang berstatus sebagai mitra dialog PIF.

Mereka bertemu dengan Taylor pada 6 September di sela-sela rapat KTT PIF.

Menurut Matius Murib mengutip keterangan Yoku dan Messet, selain menyampaikan undangan untuk datang ke Papua, telah disepakati pula bahwa isu-isu lain, termasuk keprihatinan kawasan (Pasifik) terhadap Papua, akan dibahas dalam rapat-rapat konsultasi yang akan diadakan dari waktu ke waktu. Pertemuan itu akan diadakan baik dengan sekretariat PIF maupun dengan negara-negara anggota PIF secara terpisah.

Dalam foto yang diterima oleh satuharapan.com, Yoku dan Messet tampak berpose dengan Sekjen PIF dan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan  Afrika Kemlu RI, Desra Percaya.

KTT ke-48 PIF berlangsung pada 4-8 September 2017. Meskipun bukan tema utama pada forum ini, isu pelanggaran HAM Papua selalu masuk menjadi agenda, atas desakan sejumlah negara-negara anggotanya.

Bulan lalu, Fiame Naomi Mata'afa, yang memimpin pertemuan Menteri-menteri Luar Negeri PIF sebagai bagian dari persiapan KTT, mengatakan bahwa isu Papua tetap menjadi salah satu topik di PIF.

Dikutip dari fijitimes.com, Deputi PM Samoa itu mengatakan  agenda Papua akan diangkat, dengan memberi catatan bahwa tetap penting menjalin dialog berkelanjutan dengan Indonesia. 

Tampaknya KTT PIF kali ini menjadi ajang pertarungan diplomasi lanjutan antara pemerintah Indonesia dengan kelompok-kelompok yang menyerukan referendum Papua, yang selama ini diwadahi oleh Uniterd Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Sebelum bertemu dengan Yoku dan Messet, pada pagi harinya Taylor sempat bertemu dengan sejumlah warga Samoa yang mendukung referendum Papua.

Warga Samoa itu melakukan aksi demonstrasi  di luar Sheraton Aggies Resort, arena pertemuan PIF. Aksi itu dimaksudkan untuk menekan para pemimpin PIF mengangkat isu Papua dalam pertemuan tersebut.

Pemimpin aksi, Jerome Mika, mengatakan bahwa mereka ingin memastikan pemimpin Pasifik tidak mengabaikan isu Papua. Tujuh negara Pasifik sebelumnya sudah mengangkat isu pelanggaran HAM di Papua di berbagai forum, termasuk pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Tujuh negara tersebut adalah Nauru, Kepulauan Marshall, Solomon, Vanuatu, Tuvalu dan Tonga.

Tahun lalu dalam pertemuan ke-47 PIF, isu Papua diangkat dalam komunike resmi yang diterbitkan seusai KTT, yang menyatakan para pemimpin dalam PIF berkomitmen untuk membuka dan membangun dialog dengan Indonesia mengenai dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua.

Sementara setahun sebelumnya dalam pertemuan PIF di Papua Nugini, sejumlah kelompok sipil dan gereja  Organisasi Masyarakat  yang mewakili lebih dari 42 organisasi serta 13 negara dan wilayah meminta PIF mengangkat kembali isu Papua.

PIF ketika diketuai oleh Papua Nugini,  juga pernah menyepakati pengiriman tim pencari fakta ke Papua, namun keputusan tersebut urung dijalankan dan memilih menjalin dialog dengan pemerintah Indonesia. 

PIF adalah organisasi antarpemerintah yang bertujuan meningkatkan kerjasama di antara negara-negara merdeka di Samudra Pasifik. Berdiri pada tahun 1971 dengan nama South Pacific Forum, pada 1999 namanya diubah menjadi Pacific Islands Forum.

Negara-negara yang menjadi anggotanya adalah  Australia, Cook Islands,
Fiji, French Polynesia, Kiribati, Marshall Islands, Micronesia, Nauru, Kaledonia Baru,Selandia Baru, Niue, Palau,Tonga, Kepulauan Solomon, Vanuatu, Papua Nugini, Tuvalu, Samoa. Tokelau menjadi associate member dalam PIF.

Selain negara anggota terdapat peninjau, yaitu American Samoa, Timor Leste, Guam, Northern Mariana Island, PBB, Wallis and Futuna, Commonwelath Nations, ADB, Bank DUnia dan WCPFC.

Indonesia dalam forum ini berstatus sebagai mitra dialog bersama Kuba, Malaysia, Thailand, UE, Italia, Filipina, Turki, Kanada, Prancis, Jepang, Spanyol, Inggris, Tiongkok, India, Korea Selatan, Taiwan dan Amerika Serikat.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home