Loading...
EKONOMI
Penulis: Bayu Probo 18:59 WIB | Senin, 21 April 2014

Rencana Akuisi BTN oleh Mandiri Timbulkan Polemik

Menara Bank Tabungan Negara, Jl. Gajah Mada No. 1, Jakarta 10130. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah berencana mengalihkan saham PT Bank Tabungan Negara (Persero) kepada Bank Mandiri Tbk. Namun, rencana ini rupanya menimbulkan polemik.

Rencana itu membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) meminta penjelasan kepada manajemen PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) terkait akuisisi.

“Kami meminta penjelasan terkait kabar itu, sudah kami kirimkan suratnya,” kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Hoesen di Jakarta, Senin (21/4).

Ia mengatakan bahwa setelah ada penjelasan dari emiten itu, BEI akan mempelajari aksi korporasi itu terlebih dahulu, setelah itu kemungkinan juga meminta untuk melakukan paparan publik.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan bahwa sebagai perusahaan publik ada aturan yang harus diperhatikan dan wajib memenuhinya terkait aksi korporasi.

“Setiap aksi korporasi harus dilaporkan, ada format standarnya. Kedua emiten sudah melapor tinggal proses yang sekarang sedang kita pelajari,” ucapnya.

Ia mengatakan bahwa setiap aksi korporasi itu harus memiliki tujuan untuk mendukung industri keuangan di Indonesia yang sehat sehingga dapat menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN nanti.

Persulit KPR Kelas Menengah

Rencana ini juga dikhawatirkan akan menyulitkan kredit kepemilikan rumah (KPR) bagi kelas menengah dan kelas bawah, kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda.

“Jika nanti memang diakuisisi, konsumen khawatir suku bunga kreditnya akan berbeda, memakai suku bunga komersial, orang miskin akan susah dapat rumah,” kata Ali dalam diskusi di Jakarta, Senin.

Ali menambahkan, selain itu, fokus kreditnya akan berbeda, Bank Mandiri tidak melakukan program kerja Kementerian Perumahan Rakyat yakni Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

“Pasti fokusnya akan pecah, FLPP tidak bisa, tetap saja beda core-nya itu BTN,” katanya.

Pasalnya, sekitar 98 persen penyaluran KPR dilakukan oleh BTN, karena itu, Ali menilai, penyaluran kredit tidak akan fokus. “Penyaluran kredit, suku bunga pasti mengikuti perusahaan,” katanya.

Selain itu, terkait backlog, Ali mengatakan tidak ada hubungannya antara akuisisi BTN oleh mandiri dengan mengurangi backlog (pesanan rumah yang belum terlayani) sekitar 1,5 juta unit rumah yang dibutuhkan.

“Tidak ada hubungannya dengan akuisisi BTN, ini masalahnya ada di Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), yang tidak bisa mengimplementasikan kebijakan perumahan yang ujung-ujungnya terbentur di Pemda,” katanya.

Sayangnya, dia melanjutkan, kewenangan pemda bukan ada pada Kemenpera, tetapi di bawah Kementerian Dalam Negeri.

Ali menyarankan seharusnya akuisisi BTN oleh Mandiri tidak dalam rentang waktu menjelang pilpres karena tidak ada jaminan bahwa BTN akan fokus kepada perumahan rakyat.

“Apa jaminannya BTN bisa tetap fokus ke perumahan rakyat? Saya yakin tidak ada yang dapat memberikan jaminan itu. Kalau sudah masuk Mandiri bisa diobok-obok nanti,” kata Ali.

Sebelumnya, pemerintah berencana melepas kepemilikan 60,14 persen saham di BTN ke Bank Mandiri dan Kementerian BUMN telah menyetujui hal itu.

Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan BTN akan menjadi anak usaha Bank Mandiri dan keduanya akan tetap menjadi entitas perusahaan yang berbeda agar bisa menggenjot kinerja penyaluran kredit.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah Natsir Mansyur meminta Menteri BUMN agar perbankan bisa lebih fokus, misalnya bank yang khusus mengurusi perumahan, bank industri, bank infrastruktur, industri maritim, bank agribisnis, dan lainnya.

“BTN paling siap dan paham, apakah Mandiri siap? Program ini dibangun oleh pengusaha daerah yang banyak tersebar di luar Jakarta. Sehingga berdampak luas terhadap pergerakan ekonomi di daerah,” ujarnya.

Ia menambahkan, kebutuhan perumahan dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945, seharusnya pemerintah menyiapkan minimal satu bank pemerintah yang siap menampung kebutuhan kredit perumahan rakyat bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

“Malah seharusnya dibuatkan juga skema khusus buat segmen non bankable, jangan pikirkan kebutuhan secara general saja,” kata dia.

Kekhawatiran ini juga diungkapkan Ketua Serikat Pekerja Bank BTN Satya Wijayantara. “Selama ini bank yang peduli menyalurkan KPR melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) hanya BTN, sedangkan bank lain lebih suka menyalurkan KPR komersial,” kata Satya usai orasi penolakan akuisisi BTN di Jakarta, Minggu.

Pada Minggu (20/4) ribuan karyawan BTN melaksanakan apel dalam rangka penolakan terhadap rencana Kementerian BUMN yang telah memberikan dukungan kepada Bank Mandiri untuk mengakuisi saham BTN.

Kementerian BUMN telah melayangkan surat izin prinsip untuk penyelenggaraan RUPS dengan agenda mengambil alih saham dwiwarna di Bank BTN jelas hal ini bertentangan dengan kesepakatan politik dengan DPR yang menetapkan BTN sebagai bank tunggal dan berdiri sendiri.

Satya mengatakan, apel yang berlangsung di kantor pusat BTN Harmoni diikuti seluruh karyawan tidak hanya di kantor pusat dan tetapi juga cabang-cabang di berbagai daerah sebagai bentuk sikap untuk menolak rencana Kementerian BUMN sesuai PP No 28 Tahun 1999 tentang pelaksanaan konsolidasi, merger, dan akuisisi bank yang menyebutkan perlu adanya sikap dari karyawan maupun direksi.

Satya mengatakan, SP BTN juga berencana akan menggelar unjuk rasa melibatkan seluruh karyawan saat penyelenggaraan RUPS yang dijadwalkan 21 Mei 2014.

Kementerian BUMN beralasan melalui akuisisi maka aset Bank Mandiri akan meningkat sehingga menjadi bank besar yang mampu bersaing di regional bahkan internasional, sedangkan BTN sebagai anak usaha diharapkan dapat meningkatkan program perumahan untuk rakyat.

Padahal, kata Satya, tidak ada di negara mana pun bank memiliki anak usaha yang bergerak di sektor yang sama karena tidak efisien kecuali anak usaha itu merupakan bank syariah.

Satya mengatakan, rencana akuisisi ini memunculkan suasana kekhawatiran kehilangan pekerjaan bagi karyawan BTN, serta adanya dugaan mempermainkan saham BTN melalui berbagai isu semacam itu.

Apabila pada 2013 status direksi BUMN sengaja dibuat tidak jelas sehingga harga saham BTN anjlok sampai Rp 800, kemudian pada April 2014 sengaja dibuat isu akuisi sehingga harga saham terkerek sampai Rp 1.200, ungkap Satya.

Satya mengatakan, SP Bank BTN menolak rencana akuisisi atau merger dengan Bank Mandiri karena keduanya memiliki mazhab berbeda, Mandiri bank corporate sedangkan BTN bank retail sehingga kalau dipaksakan penggabungan itu akan berpotensi gagal dan menimbulkan PHK.

Satya juga menunjuk pernyataan yang menyesatkan dengan menyebutkan BTN akan mengalami kesulitan apabila memasuki pasar bebas, padahal selama ini tidak ada bank asing yang mampu untuk membiayai rumah rakyat.

Kadin Minta Akuisisi Ditangguhkan

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah menangguhkan rencana akuisisi PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk oleh PT Bank Mandiri Tbk dengan memperhatikan berbagai pertimbangan termasuk pengaruhnya kepada masyarakat.

“Wacana akuisisi BTN harus ditangguhkan, BTN yang bisnis intinya pembiayaan perumahan mempunyai peran yang jelas, fokus mengurus perumahan dan hal itu sangat diperlukan,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah Natsir Mansyur, di Jakarta, Senin.

Dalam siaran pers Kadin tersebut, Natsir menyebutkan peran BTN terhadap bisnis perumahan juga berdampak luas kepada perekonomian nasional serta pergerakan ekonomi di daerah khususnya pembiayaan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah yang diperkirakan berjumlah 15 juta unit.

“BTN paling siap dan paham, apakah Mandiri siap? Program ini dibangun oleh pengusaha daerah yang banyak tersebar di luar Jakarta. Sehingga berdampak luas terhadap pergerakan ekonomi di daerah,” ujarnya.

Atas pertimbangan tersebut, pihaknya meminta Menteri BUMN agar perbankan bisa lebih fokus, misalnya bank yang khusus mengurusi perumahan, bank industri, bank infrastruktur, industri maritim, bank agribisnis, dan lainnya.

“Selama ini perbankan kita seperti super market, banyak produk tidak fokus, akhirnya bersaing tidak sehat, sementara di China saja, ada beberapa bank yang fokus pada sektor tertentu,” ujarnya.

Spesialisasi perbankan, tambah Natsir, khususnya untuk perumahan masih diperlukan. Sebab, pembangunan perumahan skala menengah ke bawah juga banyak berada di luar Jakarta dibangun oleh para pengusaha daerah.

“BTN sudah 15 tahun membantu pergerakan ekonomi daerah melalui pembiayaan pembangunan perumahan. Jika pengembangannya bagus, perbankan khusus perumahan itu juga bisa menjadi bank yang makin besar seperti yang diharapkan,” ujarnya.

Perkuat Modal BTN

Namun, berbeda dengan berbagai pendapat di atas, menurut Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) Sigit Pramono rencana pemerintah melepas saham di Bank Tabungan Negara (BTN) kepada Bank Mandiri akan menguntungkan kedua pihak, terutama untuk memperkuat struktur modal BTN.

Dalam sebuah pernyataan tertulis di Jakarta, Senin, ia mengatakan bahwa saat ini BTN memiliki kekuatan dalam hal penyaluran KPR. Sementara Bank Mandiri di sektor korporasi, sehingga Bank Mandiri bisa lebih memperluas cakupan bisnisnya.

“Kedua bank itu bisa bersinergi dengan sangat bagus dan saling melengkapi satu dengan yang lain,” katanya. Sigit menilai, aksi bisnis ini merupakan akuisisi dan bukanlah merger dan untuk itu karyawan BTN tidak perlu khawatir, sebab akuisisi ini justru akan lebih menguatkan BTN.

Sebagai bank dengan fokus KPR, tegasnya, BTN selama ini terkendala modal dan sumber pendanaan yang kian terbatas.

Hal itu tercermin dari tingginya tingkat Loan To Deposit Ratio (LDR) BTN yang mencapai 104,4 persen di atas ketentuan Bank Indonesia (BI). Selama 2013, total Dana Pihak Ketiga (DPK) BTN sebesar Rp 96,2 triliun dan mayoritas yaitu 54,9 persen merupakan dana mahal.

Dikatakan, hal itu bisa ditutupi oleh Bank Mandiri yang memiliki kekuatan modal dan sumber dana pihak ketiga yang besar. Sampai 2013, Bank Mandiri memiliki modal sebesar Rp 82,4 triliun, terbesar di antara Bank BUMN lainnya.

Sementara dari total dana pihak ketiga di Bank Mandiri sebesar Rp 556,3 triliun di 2013, sekitar Rp 359,9 triliun merupakan dana murah.

Menurut Sigit, akuisisi Bank Mandiri terhadap BTN juga akan menguntungkan pemerintah.

“Dengan melepas saham pemerintah ke bank BUMN, pemerintah akan tetap memiliki kontrol penuh terhadap fungsi dan peran strategis BTN sebagai bank yang fokus mendukung penyediaan rumah bagi masyarakat,” katanya.

Sigit menyebutkan akuisisi BTN oleh Mandiri juga sesuai dengan arsitektur perbankan Indonesia. Khusus untuk bank BUMN, nantinya akan ada satu bank besar yang berskala internasional.

“Ini keputusan yang sangat strategis,” kata Sigit.

Sementara itu, Analis IndoPremier Securities Stephan Hasjim, dalam riset terbarunya menyatakan, bila akuisisi tersebut bisa terealisasi, BTN dan Bank Mandiri akan sama-sama diuntungkan. Bank Mandiri akan bisa memperluas portofolio kredit ritel, terutama KPR.

Akuisisi ini juga sejalan dengan rencana strategis Bank Mandiri selama lima tahun (2009-2014). Pada periode tersebut, Mandiri menargetkan porsi kredit ritel naik menjadi 40 persen di 2014. Pada 2013, porsi kredit ritel Bank Mandiri telah mencapai 31 persen. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home