Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 15:27 WIB | Kamis, 10 September 2015

Rizal Ramli Labrak Pelindo II

Ilustrasi. Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli (kanan) berjabat tangan dengan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti sebelum menggelar pertemuan tertutup di Kantor Kemenko Maritim dan Sumber Daya, Jakarta, Senin (31/8). Pertemuan itu membahas sejumlah isu sektor riil dan ekonomi di bawah kewenangan Menko Maritim. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Setelah mengeritik Pertamina atas rencana pembangunan kilang penyimpanan minyak yang ia anggap bukan prioritas, hari ini, Kamis (10/9) Menko Kemaritiman Rizal Ramli membidik PT Pelindo II. Ia mengatakan Badan Usaha Milik Negara ini menjadi salah satu sumber inefisiensi di Pelabuhan Tanjung Priok.

Rizal Ramli hari ini mengunjungi Pelabuhan Tanjung Priok dan secara  simbolis membongkar jalan yang menutupi rel kereta barang yang menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok dengan jalur kereta barang di Jalan Pasoso, Jakarta Utara.
   
Menurut Rizal, jalur rel kereta barang yang ditutup sejak 1998 oleh pengelola pelabuhan, yaitu PT Pelindo II (Persero), merupakan bukti inefisiensi lantaran membuat biaya logistik membengkak dan proses bongkar muat barang di pelabuhan menjadi lama.
   
"Sejak zaman Belanda, kereta api bisa langsung masuk dalam pelabuhan, sehingga barang setelah diperiksa langsung masuk kereta," katanya.
   
Menurut dia, Pelindo II dengan sengaja menutup jalur rel kereta sehingga kereta barang tidak bisa masuk ke dalam area pelabuhan.
   
"Pelindo dengan sengaja tutup ini (jalur kereta) semua dengan balok sampai dalam sehingga kereta api enggak bisa masuk ke dalam. Padahal, kalau bisa masuk ke dalam, sepertiga kemacetan di pelabuhan bisa berkurang," ujarnya.
   
Rizal menuturkan, upaya untuk memperlancar arus logistik barang di Pelabuhan Tanjung Priok itu sebenarnya mudah.
   
"Tapi ada pejabat yang bikin sulit," imbuhnya.
   
Oleh karena itu, lanjut Rizal, pembongkaran yang dilakukannya itu menjadi cara mengubah paradigma pemangku kepentingan dalam birokrasi.
   
"Ini kalau dibuka (jalur kereta barang), kereta api masuk, kemacetan di Tanjung Priok berkurang. dwelling time (waktu bongkar muat barang) juga berkurang cukup lama," tukasnya.
   
Dalam acara pembongkaran itu, turut hadir Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Edy Sukmoro, Ketua Tim Task Force Percepatan Dwelling Time yang juga mantan Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Agung Kuswandono, dan Ketua Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT), Nova Sofyan Hakim.
   
Waktu Sandar

Selain itu, Rizal Ramli juga menyoroti waktu sandar kapal di pelabuhan itu yang menurut dia sangat lama karena adanya praktik "pengusaha lapak" yang memperburuk waktu bongkar muat barang (dwelling time).


Pemerintah menargetkan dwelling time yang saat ini berkisar 7 hingga 8 hari bisa dipangkas menjadi 2,5 hari guna mendorong perekonomian.
   
"Waktu sandar ini beda tapi berdampak juga untuk dwelling time. Waktu sandar terlalu lama di sini. Itu kenapa? Karena lapaknya Pelindo II itu disewakan kepada berbagai perusahaan swasta `pengusaha lapak` ini. Koordinasinya enggak bagus sehingga waktu sandar itu bisa menjadi sangat lama," katanya seusai mengunjungi Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis.
   
Ia mengatakan waktu sandar kapal di Pelabuhan Tanjung Priok bisa mencapai lima hari sebelum masuk ke proses selanjutnya.
   
Hal itu, jauh berbeda dengan waktu sandar di pelabuhan di luar negeri yang hanya berkisar 1,5 hari.
   
Satu kapal berukuran 5.000 DWT bisa menghabiskan 5.000 dolar AS untuk biaya sandar di pelabuhan.
   
"Kalau yang lebih besar, kapal 55.000 DWT itu 17.000 dolar AS. Semakin lama sandar, biayanya semakin mahal," katanya.
   
Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk bersandar di pelabuhan, menurut Rizal, disebabkan oleh sistem manajemen sandar kapal yang buruk.
   
Lahan Pelindo II yang dikuasai "pengusaha lapak" tersebut, membuat kapal yang hendak bersandar harus membayar dahulu sebelum dapat terlayani.
   
"Yang terjadi, karena sibuk bagi rezeki, kadang-kadang kapal harus masuk lapak nomor tiga, nomor lima dulu, padahal seharusnya masuk lapak nomor satu. Ini yang menyebabkan inefisiensi yang luar biasa," katanya.
   
Menurut dia, yang seharusnya terjadi adalah kapal yang pertama masuk pelabuhan mendapat pelayanan pertama untuk dibongkar muat.
   
"Seharusnya seperti yang terjadi di Makassar dan Surabaya, `first come, first serve`. Kapal yang datang pertama kali, itu dulu yang di unloading," katanya.
   
Oleh karena itu, Rizal ingin administrator Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelindo II sebagai operator pelabuhan bisa menyelesaikan masalah tersebut.
   
Ia meminta, pembenahan tidak saja dilakukan agar waktu sandar bisa lebih cepat tetapi juga agar biayanya menjadi lebih murah.
   
"Ngapain saja Pelindo di sini, ngapain saja administrasi pelabuhan kalau enggak bisa benahi ini. Pokoknya jangan sampai ada raja-raja kecil dalam bentuk raja-raja lapak ini," katanya.(Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home